Rabu, 21 Oktober 2015

00.43 -

Emosi Yang Mematikan

Sebagian orang di dunia ini menjalani kehidupannya seperti ketika mereka hendak naik roller coster. Mereka memakai sabuk pengaman dan mencengkram palang pengaman sekuat mungkin, berusaha tetap bertahan pada saat naik, turun, sangat gembira dan takut. Mereka bahkan tidak tahu seberapa stres yang tengah mereka ciptakan di hati. Semakin lama permainan itu berlangsung, semakin terbiasa dengan ketegangan di perut dan leher mereka.


Sebuah roller coster emosional juga dapat membuat seseorang goyah – tidak pasti, tidak stabil, stres, lemah dan tidak mampu menjalankan perannya secara penuh. Roller coster emosional melemahkan, baik kesehatan fisik maupun psikologis seseorang, seringkali membuat pikiran dan tubuh kehilangan energi dan kekuatan


Dengan cara yang sama, semakin lama seseorang hidup dengan beban stres yang tak dapat ia hindari, semakin terbiasa ... sampai ia mencapai tingkat di mana kekecewaan, kepedihan, kekuatiran, ketakutan, kemarahan, kepahitan, kebencian, dan berbagai tingkat ‘kesedihan’ tampaknya menjadi norma kehidupan.

Stres adalah ketegangan/tekanan secara mental/fisik karena tidak dapat memenuhi pengharapan dan tidak bisa mengatur reaksi terhadap kekecewaan.

Stres seseorang menciptakan stres bagi semua orang dalam keluarga/lingkungan

Tingkat stres seseorang berhubungan dengan apa yang seseorang percayai. Apa yang kita rasakan secara emosional seringkali menjadi bagaimana kita merasa secara fisik.

Stres emosional jangka panjang menyebabkan kelenjar bawah otak menghasilkan terlalu banyak hormon; menyebabkan aliran hormon epinephrine (adrenalin) dan norepinephrine (salah satunya kortisol) secara terus menerus ke dalam darah. 

Jika dibiarkan saja, pelepasan hormon-hormon stres ini dapat menghancurkan tubuh serupa dengan asam yang menghancurkan logam. Bahkan berjam-jam setelah peristiwa yang mengakibatkan stres itu pun reda, kadar hormon-hormon itu dapat tetap pada tingkat tinggi dan melanjutkan pengaruhnya yang merusak.

Akibat dari semua kecanduan hormon stres adalah:

Kondisi kesehatan yang buruk dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh, masalah jantung dan penuaan dini. 

Menjadi terobsesi untuk memenuhi keinginan secara emosional, sampai akhirnya mereka menjadi mati rasa terhadap apa yang sesungguhnya penting dalam kehidupannya – suka getaran yang terjadi dalam usaha pencapaian karier, gaya hidup, sasaran secara keuangan atau hadiah-hadiah lainnya.

Ciri-cirinya: hidup selalu terburu-buru/dalam keadaan darurat (tak dapat rileks), mudah terluka oleh beberapa masalah/isu yang terus menerus.

Allah merancangkan pelepasan hormon adrenalin dan kortisol itu untuk memampukan seseorang melepaskan diri dari situasi traumatis dari pemangsa-pemangsa yang berbahaya. Tubuh seharusnya tidak melepaskan hormon stres sepanjang hari untuk stres-stres kecil.

Adrenalin adalah suatu hormon stres yang menghasilkan perasaanperkasasekuat obat-obatan terlarang (dapat memampukan tubuh melakukan perkara yang menakjubkan) - memiliki banyak energi, tak butuh banyak tidur, dan cenderung merasa sangat bergairah menghadapi kehidupan secara umum. 

Kadar adrenalin yang tinggi dan berkepanjangan:

Menyebabkan peningkatan detak jantung dan tekanan darah sehingga detak jantung menjadi lebih cepat dan tekanan darah tinggi.

Menyebabkan peningkatan trigliserida, yang adalah lemak di dalam darah dan peningkatan gula darah.

Menyebabkan darah membeku lebih cepat (yang menyebabkan terjadinya plak), tiroid menjadi terlalu dirangsang, dan tubuh lebih menghasilkan lebih banyak kolestrol.

Kadar kortisol yang tinggi dan berkepanjangan:

Gangguan fungsi kekebalan.

Menyebabkan tubuh menahan sodium (garam), yang menyebabkan peningkatan tekanan darah.

Penurunan massa otot dan penghambatan pertumbuhan dan regenerasi kulit – keduanya terkait langsung dengan kekuatan, pengendalian berat badan, dan proses penuaan secara umum.

Menyebabkan peningkatan berat badan dan menghasilkan kegemukan yang menetap, khususnya bagian tengah.

Menyebabkan kadar gula darah dan insulin meningkat dan tetap bertahan pada tingkat tinggi

Menyebabkan kadar trigliserida/kolestrol meningkat dalam aliran darah dan dapat tetap bertahan pada tingkat tinggi

Menyebabkan kekurangan kalsium, magnesium dan potasium dalam tulang. Peningkatan kerapuhan tulang, yang mengakibatkan terjadinya osteoporosis.

Kerusakan ingatan dan kemampuan belajar - kerusakan sel-sel otak.

Orang-orang yang hidup dengan stres berkepanjangan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit dan jamur. 

Stres kronis yang tak terselesaikan memiliki hubungan dengan masalah fisik:

Masalah-masalah jantung dan vaskuler – hipertensi, jantung berdebar-debar, arrhythmias (perubahan detak jantung, dalam kecepatan maupun kekuatan), pusing-pusing, mitral valve prolapse (penurunan kemampuan katub jantung, yang dapat menyebabkan kebocoran katub), paroxysmal atrial tachycardia (detak jantung yang kecepatannya tiba-tiba meningkat), prematur ventrikuler/kontraksi atrial (detak jantung tak teratur).

Masalah sistem pencernaan – penyakit gastroesophogeal reflux (makanan yang masuk muntah kembali), ulcer (tukak lambung), gastritis (radang organ pencernaan), heartburn (rasa terbakar dan kejang di perut), indigestion (susah makan), sembelit, diare dan ketidakteraturan buang air besar, gangguan buang air besar, penyakit inflammatory bowel (termasuk penyakit Crohn dan ulcerative colitis)/radang usus).

Sakit kepala – migrain, ketegangan.

Sistem genitourinary – prostatitis kronis (infeksi prostat), infeksi peragian kronis dan sering kambuh, frequent urination (sering buang air kecil), kehilangan nafsu seks dan impotensi, infeksi sistem pembuangan air seni, tingkat progesteron dan testoteron yang rendah.

Rasa sakit dan radang – sakit punggung kronis, fibromyalgia, sindrome nyeri kronis, tendonitis (radang otot), sindrome carpal tunnel (tulang pergelangan tangan), masalah TMJ (persendian pada radang).

Masalah paru-paru dan pernafasan – flu kronis, infeksi sinus, sariawan, infeksi telinga; bronkitis kronis, pneumonia (radang paru-paru), asma, bronchropasm (penyempitan saluran udara menuju paru-paru, disebabkan oleh kekejangan otot yang melingkarinya), nafas pendek, hiperventilasi (pengeluaran CO 2 yang berlebihan melalui pernafasan).

Kerusakan kekebalan tubuh – kelelahan kronis, infeksi kronis dan sering kambuh.

Masalah dengan kanker – sel-sel kanker adalah umum di dalam setiap orang. Kebanyakan dari kita memiliki sistim kekebalan tubuh yang secara kuat dan efisien menghancurkan sel-sel yang berbahaya itu. Tetapi hal itu dapat dirusak oleh stres sehingga sel-sel ‘pembunuh’ alami itu tidak berfungsi.

Masalah dengan penyakit-penyakit autoimmune - otak mengatur tanggapan kekebalan tubuh dan ketika pengaruh yang berkaitan dengan pengaturan dari otak ini terganggu, hasilnya bukannya pengurangan tanggapan kekebalan tubuh (kurangnya aktivitas sel-sel ‘pembunuh alami’), namun justru stimulasi berlebihan dari tanggapan kekebalan tubuh. 

Dalam kasus ini, sistem kekebalan tubuh bekerja dengan kecepatan berlebihan. Akibatnya adalah sistem kekebalan tubuh tidak hanya melawan bakteri, virus, parasit, jamur dan kanker, namun juga menyerang sel-sel yang sehat. 

Akhirnya yang terjadi adalah penyakit peradangan autoimmune, seperti rhematoid arthritis (peradangan persendian yang disertai dengan gejala seperti rematik) atau lupus.

Masalah dengan alergi – penyakit alergi semuanya berkaitan langsung dengan sistem kekebalan tubuh, termasuk alergi rhinitis, alergi makanan, gatal-gatal, eksema, dan asma. 

Stres yang berlebihan dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi bingung (suatu reaksi zat yang pada hakikatnya tak berbahaya seolah-olah itu berbahaya).

Masalah dengan penyakit kulit. Sebenarnya mereka tak dapat lagi menanggung perasaan yang menyebabkan stres, melepas kesedihan melalui kulit mereka, yang memanisfestasikan dirinya dalam bentuk penyakit kulit yang menyakitkan/mengganggu. 

Misalnya: psoriasis (penyakit kulit yang ditandai dengan pembentukan belang-belang merah dan putih), eksema (‘melepuhnya’ kulit), gatal-gatal dan jerawat – semuanya menyebabkan luka pada kulit. Kondisi-kondisi ini, jika sampai pada tahap melepuh menciptakan luka kecil terbuka yang dapat menjadi jalan masuk organisme mikroskopis masuk ke dalam tubuh. 

Rahang terkatup dan gigi mengerat pada malam hari ketika seseorang berada dalam kondisi stres kronis.

Ketika seseorang memasukkan emosi-emosi yang kuat dan merusak di dalam jiwanya, ia sedang menciptakan masalah bagi dirinya. Pikiran bawah sadar harus bekerja lebih keras untuk menjaga agar emosi-emosi itu tetap di dalam perangkap. Emosi-emosi itu tidak mati. Kita menguburnya, namun kita mengubur sesuatu yang masih hidup.

Rasa malu cenderung menciptakan perasaan dukacita dan kesedihan yang mendalam, serta kurangnya percaya diri.

Dari mana kita belajar rasa malu?

Anak-anak – ketika orang tua/guru/orang penting lain mempermalukannya (dicap bodoh, lamban, dungu, tak mampu belajar dll.).

Orang-orang dewasa – ketika terjadi pelecehan seks dan fisik. Akhirnya terdapat banyak perselingkuh dan percerai, serangkaian persoalan yang tiada hentinya, dan dapat merusak hubungan-hubungan yang dekat.

Di dalam hati orang yang merasa malu merasa bahwa ia tidak dicintai dan tidak layak menerima perhatian dari siapa pun. Juga mengarah pada penyalahgunaan obat-obatan terlarang, alkoholisme, gangguan kebiasaan makan, dan judi yang tak terkendali, serta perilaku-perilaku kompulsif lainnya.

Rasa bersalah menyebabkan kemarahan akibat merasa terjebak karena tertangkap basah/menjadi korban kelemahan kita.

Baik rasa bersalah maupun malu menciptakan suatu lingkaran pemikiran negatif yang tiada hentinya. Seringkali berjalan dengan pundak membungkuk dan kepala tertunduk – menunjukkan penampilan yang ingin mereka sembunyikan (merasa seolah-olah setiap orang mengetahui segala sesuatu/mengamati/kritis terhadapnya). Emosi-emosi ini tak pernah menghasilkan kebebasan, kekuatan atau kesehatan emosional maupun fisik

Orang-orang yang memiliki sikap permusuhan memendam atau mengubur kemarahan mereka (menciptakan tekanan bagi diri sendiri), yang berakibat melepaskan lebih banyak adrenalin dan norepinephrine ke dalam darah (hormon-hormon ini meningkatkan tekanan darah dengan mengerutkan pembuluh-pembuluh darah dan meningkatkan detak jantung).

Orang-orang yang marah juga meningkatkan kadar kortisol, menyebabkan tubuh menahan sodium (garam), yang memperbesar masalah tekanan darah; meningkatkan kadar trigliserida dan kolestrol, membuat trombosit lebih kental.

Peristiwa-peristiwa dunia dan krisis-krisis pribadi adalah dua sumber ketakutan yang mematikan (Luk 21:26).

Kepedulian berakar dalam suatu ketakutan akan kehilangan. Terlalu peduli menggambarkan suatu kondisi di mana seseorang terlalu menyatu/melekat terhadap apa yang ia pedulikan. Sebagai akibatnya ia menjadi sengsara. Demikian juga penerimanya mulai merasa khawatir, cemas, rasa bersalah, terancam, takut dan bahkan marah.

Kecemasan (kuatir) adalah perasaan takut terhadap apa yang akan terjadi yang tidak menyenangkan dalam berbagai macam situasi kehidupan, hampir setiap waktu – selalu membenarkan kepedulian mereka.

Kecemasan menyebabkan stres yang secara khusus 

Menyerang otot-otot di punggung bagian atas dan leher. Sementara otot-otot itu menegang dan menjadi terlalu lelah, itu mengalami kejang dan menyebabkan sakit kepala.

Menyulut tanggapan stres yang menyebabkan adrenalin membanjiri tubuh sehingga tekanan darah melonjak tajam. Jika lapisan lemak yang menyebabkan trombosit menjadi lebih lengket dan lebih mudah membentuk gumpalan, maka lingkungan tersebut sudah matang bagi pengembangan penyakit kasdiovaskuler dan penumpukan plak.

Memperlambat pelepasan cairan pencernaan, termasuk asam hydrochloric dan enzim-enzim pencernaan. Tubuh melangsir darah mengalir dari sistem pencernaan dan mengarahkannya ke otot-otot untuk persiapan bagi tanggapan lawan atau lari (menghidupkan sistem syaraf simpatik dan mematikan sistem ‘syaraf parasimpatik’ – yang membantu pencernaan).

Ketakutan (kecemasan jangka pendek yang terkonsentrasi) adalah suatu perasaan yang sangat kuat yang menghasilkan suatu tanggapan psikologis yang sangat kuat; mengantar pada pemikiran yang merusak, yang menyebabkan keputusasaan dan kurangnya pengharapan.

Ketakutan biasanya dimulai dengan suatu pemikiran yang negatif tentang suatu peristiwa/situasi yang menakutkan dalam kehidupannya.

Ketakutan menyamarkan pesan dari hatiBarangsiapa takutia tidak sempurna di dalam kasih (1 Yoh 4:18)

Kebencian dimulai dengan keluhan. Cerita keluhan itu sebenarnya merupakan kisah pengalaman yang menyakitkan dari masa lalu yang belum diselesaikan.

Semakin sering kita menceritakan atau mengulang ceritanya, semakin berakar pula kepahitan, kebencian dan ketidakrelaan dalam mengampuni

Ketika seseorang memberi ruang terlalu besar pada emosi-emosi yang meracuni itu, akhirnya semua pemikiran akan berpengaruh – akan berubah menjadi sinis, tak percaya dan pesimis, dan dalam banyak kasus, marah atau depresi, karena sakit hati yang dialami. 

Kebencian adalah penyakit yang bisa dicegah dengan mengalihkan dengan pikiran yang positif (Flp 4:8). 

Kepahitan dan kebencian bertumbuh mendalam dan berkelanjutan dipicu oleh ingatan-ingatan yang membangkitkan kemarahan, sehingga membenci segala sesuatu dalam hidupnya – membenci di mana dan bagaimana ia hidup, bagaimana penampilannya, bagaimana perasaannya ... bahkan membenci dirinya sendiri - hampir selalu percaya bahwa orang lain yang salah, bahkan seringkali juga mempersalahkan Allah.

Kebanyakan kecermasan dan depresi berakar pada rasa bersalah menetap yang untuk mana seseorang tidak pernah menerima pengampunan sejati.

Cemburu adalah kesadaran yang menyakitkan/membangkitkan kemarahan melihat keuntungan yang orang lain nikmati. Itu disertai dengan suatu keinginan yang besar untuk memiliki keuntungan yang sama – dengan cepat membangkitkan perasaan persaingan/dendam, yang pada gilirannya dapat menimbulkan kemarahan dan permusuhan.

Orang-orang yang memendam emosi negatif, khususnya kemarahan dan permusuhan selama bertahun-tahun, tidak perlu banyak untuk melepaskannya. Cercaan yang sekalipun dapat menyebabkan suatu ledakan yang melampaui suatu tanggapan normal

Apa yang terjadi ketika kita menekan kemarahan/ketakutan? Kita merasakan ketegangan yang normal itu, namun ketegangan itu diarahkan ke dalam, bukannya ke luar. Tubuh mengalihkannya pada otot-otot di dalam tubuh. Ekspresi ‘aduh’ tidak diungkapkan...untuk sementara waktu. Akhirnya, kita bangun dengan punggung yang kaku atau leher yang sakit dan ekspresi ‘aduh’ memperoleh jalan keluarnya.

Depresi adalah kemarahan yang terpendam di dalam diri seseorang, berasal dari trauma-trauma masa kanak-kanak dan konflik-konflik tak terselesaikan yang tersembunyi di balik banyak lapisan mekanisme pertahanan diri seperti penyangkalan.

Pemendaman emosi yang cukup lama itu sebagian besar bersifat bawah sadar; cenderung mengungkapkan hal-hal berikut ini: 

Perfeksionisme (berusaha menjaga segala sesuatu ‘sempurna’ dalam hidupnya).

Keinginan untuk menguasai.

Keraguan diri dan rendah diri - merasa tidak dikasihi atau ditolak; mencemoh kelemahan-kelemahan diri sendiri, mengucilkan pujian, membuat komentar-komentar yang terlalu kritis tentang kegagalan-kegagalan/kesalahan yang kecil, mengkritik suatu keputusan setelah hasilnya diketahui.

Sinis dan kritis – mahir dalam mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain untuk menghindari penolakan, sakit hati/tekanan emosionasl lebih lanjut.

Perzinahan – banyak orang yang memiliki perasaan rendah diri dan memendam emosi, berusaha keras untuk menyenangkan semua orang dan mencari ekspresi-ekspresi di tempat-tempat lain dengan orang-orang yang tidak seharusnya. Mereka bisa menjadi terlalu berani dalam berhubungan seks demi memenuhi keinginan mereka untuk mengalami kasih sayang dan keamanan yang tidak mereka peroleh semasa kanak-kanak/untuk kompensasi penolakan yang mereka rasakan dari pasangannya.

Dosa kemarahan dan permusuhan yang tak kunjung reda, akan mengeraskan hati manusia. Kenyataannya, pembuluh-pembuluh yang mengeras atau mengapur dapat menyebabkan jantung manusia benar-benar terlihat sekeras batu pada saat diotopsi.

Di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan (Pkh 1:18).

(Sumber: Warta KPI TL No. 36/IV/2007; Emosi yang mematikan, Don Colbert, M.D.).