Selasa, 27 Oktober 2015

Dipenuhi Hadirat Allah

Hidup dihadirat Allah adalah sesuatu yang harus dilatih dan diperjuangkan (harus melepaskan dari keterikatan duniawi). Jalan itu memang jalan yang sempit, bukan jalan yang lebar – setiap tantangan dalam hidup rohani bukanlah hal yang dapat dengan mudah kita lompati dengan satu loncatan; merupakan pendakian merambat setapak demi setapak dalam kegelapan pemurnian, yang menumbuhkan iman, harapan, dan  kasih  kita  kepada  Allah.

Bukan jaminan sekolah Alkitab, kita mengenal Allah – punya pengetahuan akan Allah tapi tidak punya pengenalan akan Allah. Contoh: ahli Taurat – tidak mengenal Mesias yang hadir di matanya karena hanya menggunakan kepalanya bukan hatinya.

Ketika kita berada dihadirat Allah, kita mampu mendengar ketika Tuhan meminta sesuatu dalam hidupan kita, misalnya: ketika pekerjaan yang kita punyai diambil, kita tidak akan pernah sakit hati (sekecil apapun yang Allah berikan/mengalami hal-hal kecil selalu bersyukur, karena semata-mata Allah yang memampukan).

Kalau kita membangun keberhargaan yang keliru dengan hal-hal duniawi - kekayaan, kekuasaan, titel, jabatan, pekerjaan, ambisi dll.; bagaikan membangun rumah di atas pasir, bukan batu karang. Sebab begitu semuanya itu hilang, kita akan stres/putus asa dan hati kita akan menjauh dari Tuhan.

Pada saat kita melepaskan keberhargaan yang keliru, maka Tuhan lebih menganugerahkan hal-hal yang lain - karena kita mengenal Allah yang kita sembah sehingga tahu visi apa saja yang Tuhan inginkan dalam kehidupan - agar mampu menggenapi rancangan Allah (perumpamaan tentang talenta – Mat 25:14-30).

Talenta = rancangan Tuhan di dalam kehidupan kita; satu talenta – untuk keluarga, dua talenta – untuk keluarga dan lingkungan sekitarnya, lebih dari dua talenta – untuk melayani keluarga, di dalam dan luar lingkungannya.

Ketahuilah ketika apa yang dilihat Tuhan tidak sama dengan yang dilihat manusia. Contoh: Ketika Samuel mau mengurapi raja Israel (1 Sam 16:1-13) - ketika Daud datang Samuel ragu-ragu untuk mengurapi sesuai firman Tuhan).

Sukacita akan terus mengalir di dalam hidup orang yang melepaskan haknya, karena dia tidak pernah menuntut hak itu secara pribadi – mengizinkan Allah berdaulat penuh atas kehidupannya

Kemuliaan ada di balik penderitaan dan akan menjadi orang yang merdeka karena tidak melekat pada dunia

Dihina orang tetap tersenyum – melepaskan hak untuk dihargai.
Dibenci orang tetap bersukacita – melepaskan hak untuk dicintai.
Disakiti orang tetap bersukacita – melepaskan hak untuk membalas.

Ada lima langkah yang diajarkan Brother Lawrence dari Kebangkitan, yang menghabiskan tiga puluh tahun terakhir hidupnya di dapur Biara Karmel untuk dapat mencapai kemurnian hati dan kekudusan lewat hidup di hadirat Allah:

1. Berusaha hidup suci. Allah sangat mengharapkan kita dapat memberikan hati seutuhnya kepada Dia. 



Untuk mempersembahkan hati yang murni, kita harus waspada terhadap gerakan hati - memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa, sebagaimana pikiran terhadap gerakan tubuh. 


Ketika kita berada dihadirat Allah, kita akan melihat betapa rapuhnya dan seringnya hati/jiwa kita terluka oleh perbuatan sesama, dan Allah mau kita mencabut satu persatu akar kepahitan itu dengan cara mengampuni sesama:

- Memaafkan/melupakan kesalahan orang itu.
- Berdoa agar Tuhan tidak membalasnya/murka Tuhan tidak turun atasnya.
- Berkati orang itu.

Sesungguhnya kekudusan/ketidak lekatan akan dunia adalah anugerah yang dicurahkan karena pertobatan hati; caranya: berdoa dengan sungguh-sungguh minta Tuhan agar menarik hati kita, agar bisa masuk ke dalam kekudusan-Nya – syaratnya punya kerinduan bersatu dengan Tuhan, maka kekudusan akan dicurahkan di dalam kehidupan kita. 

Kekudusan harus dilatih setiap hari dengan membuang keinginan ketika berdosa. 

2. Mengarahkan hati kepada Allah – mencari keheningan untuk memandang Allah melalui jendela jiwa. Dalam keheningan itulah Allah memurnikan jiwa – menenangkan dari segala hawa nafsu, membersihkan dari segala ambisi, menyembuhkan segala luka, mengangkat setiap kebencian dan kekuatiran, membuatnya tak tahu apa-apa lagi selain cinta.

3. Mengangkat hati kepada Allah. Yang paling pertama hingga terakhir dalam hidup ini tidak lain adalah mencintai Tuhan dan memuji-Nya

Hati yang bersih akan membuat kita siap untuk mengasihi dan memuji Tuhan.

4. Hati yang penuh pujian jauh dari kemurungandibutuhkan keheningan hati dan pikiran ke dalam pikiran Kristus (2 Kor 1:16). 

Cara untuk mengatasi hati dan pikiran yang tak hening adalah dengan membangun percakapan-percakapan kecil dengan Allah

Misalnya: “Tuhan, jadikanlah hatiku seperti hati-Mu”, “Tuhan, kasihanilah aku” dll. 

Seringkali si jahat menanamkan pengertian di benak kita bahwa kekecewaan kita tak ada jalan keluar sama sekali. Hal ini dapat diatasi dengan memuji-muji Allah yang keluar dari lubuk hati terdalam.

5. Mencintai Pencipta dan bukan ciptaan-Nya. Pada saat hati kita jatuh lekat pada sesuatu (kekayaan, kekuasaan, titel, jabatan, pekerjaan, ambisi dll), hati kita menjadi amat rapuh dan rawan terluka. Belajarlah melepaskan sesuatu yang bukan Allah.

Kalau kita semakin mengenal Allah, kita akan semakin ingin mengenal Dia lebih dalam – diukur dari kebesaran cintakasih yang ada di dalam hati kita. 

Pada saat cinta kita kepada Tuhan sudah sedemikian besar, tidak ada yang dapat kita lakukan selain berkata “Tuhan, aku mengasihi-Mu.”

Maka mintalah rahmat dari Tuhan agar menarik hati kita, sehingga kita selalu dapat hidup dihadirat Allah. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 31/XI/2006 » Renungan KPI TL tgl 12 Oktober 2006; Warta KPI TL No.157/V/2018 » Renungan KPI TL Tgl 12 dan 19 April 2018, Dra Yovita Baskoro, MM).