Kamis, 30 Juli 2015

00.09 -

Paku yang Tertancap



Seorang ayah ingin mendidik anaknya yang pemarah. Ia memberi 1 buah palu dan 10 buah paku serta mengatakan: “Setiap hari, bila engkau marah, ‘pakukan’ di tembok kamar tidurmu. Tetapi bila hari engkau dapat menahan amarahmu ‘cabut’ sebuah paku yang telah kau pakukan di tembok.”


Secara bertahap, akhirnya si anak menyadari bahwa lebih mudah menahan amarah daripada memakukan paku ke tembok. Dua minggu telah berlalu, dan si anak memberitahu bahwa semua paku telah tercabut.



Ayahnya mengajak si anak ke tembok yang pernah di paku tersebut dan berkata: “Anakku, kau telah berhasil meredam amarahmu. Tetapi, lihatlah lubang bekas paku pada tembok ini. Tembok ini tidak akan pernah bisa seperti sebelumnya. Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan, kata-katamu akan meninggalkan bekas seperti lubang bekas paku di hati orang yang mendengarnya. Tidak peduli berapa kali kau minta maaf, luka itu tetap ada dan membekas di hatinya. 


Seringkali tanpa sadar kita melakukan seperti kisah di atas, sehingga menyebabkan seseorang mengalami luka batin.

(Sumber: Warta KPI TL No. 01/V/2004: Sumber NN).