01.06 -
Ayat ~ Katekismus Gereja Katolik
Kej 1:26
[KGK 36*] "Bunda Gereja kudus memegang teguh dan mengajar bahwa Allah, sumber dan tujuan segala makhluk, dapat diketahui dari segala makhluk ciptaan, melalui sinar kodrati akal budi manusia" (Konsili Vatikan 1: DS 3004) (DS 3026; DV 6).
Tanpa kemampuan ini manusia tidak dapat menerima wahyu Allah. Manusia memiliki kemampuan ini karena ia diciptakan "menurut citra Allah " (Kej 1:26).
[KGK 225*] Kita mengetahui kesatuan dan martabat yang benar semua manusia: Mereka semua diciptakan menurut citra Allah, sesuai dengan-Nya (Kej 1:26).
[KGK 299*] Karena Allah mencipta dengan kebijaksanaan, maka ciptaan itu teratur: "Akan tetapi segala-galanya telah Kauatur menurut ukuran, jumlah, dan timbangan" (Keb 11:20).
Dalam Sabda abadi dan melalui Sabda abadi, "gambar Allah yang tidak kelihatan" itu (Kol 1:15), terjadilah ciptaan. Ciptaan ditentukan untuk manusia, yang adalah citra Allah (Kej 1:26); ia yang dipanggil untuk hubungan pribadi dengan Allah, disapanya.
Apa yang Allah katakan kepada kita melalui ciptaan-Nya (Mzm 19:2-5), dapat diketahui oleh akal budi kita, yang mengambil bagian dalam cahaya budi ilahi, walaupun bukan tanpa susah payah yang besar dan hanya dalam satu sikap yang rendah hati dan khidmat terhadap pencipta dan karya-Nya (Ayb 42:3).
Karena ciptaan itu berasal dari kebaikan Allah, maka ia mengambil bagian dalam kebaikan itu "Allah melihat bahwa semuanya itu baik ... baik sekali": Kej 1:4.10.12.18.21.31..
Ciptaan dikehendaki oleh Allah sebagai hadiah kepada manusia, sebagai warisan, yang ditentukan untuknya dan dipercayakan kepadanya. Untuk itu Gereja berulang kali harus membela bahwa ciptaan, termasuk dunia jasmani, itu baik (DS 286; 455-463; 800; 1333; 3002).
[KGK 343*] Manusia adalah puncak karya penciptaan. Kisah penciptaan dalam Kitab Suci menandaskan ini, dengan membedakan penciptaan manusia secara jelas dari penciptaan makhluk-makhluk yang lain (Kej 1:26).
[KGK 2501*] Karena manusia diciptakan menurut citra Allah (Kej 1:26), ia menyatakan kebenaran tentang hubungannya dengan Allah, Pencipta, juga melalui keindahan karya seninya.
Kesenian adalah satu bentuk ungkapan yang khas untuk manusia. Ia mengatasi usaha yang dimiliki segala makhluk hidup, yakni menjamin kebutuhan hidup; ia adalah luapan bebas dari kekayaan intern manusia. Berasal dari bakat yang diberikan oleh Pencipta dan dari usaha manusia, kesenian adalah bentuk kebijaksanaan praktis.
Di dalamnya bersatulah pengetahuan dan kemampuan (Keb 7:17), untuk memberi kepada kebenaran suatu kenyataan dalam bentuk suatu bahasa yang dimengerti dengan melihat atau mendengar. Sejauh kesenian itu membiarkan diri diilhami oleh kebenaran makhluk ciptaan dan oleh cinta kepada mereka, ia menunjukkan semacam keserupaan dengan kegiatan Allah dalam menciptakan.
Sebagaimana setiap kegiatan manusia yang lain, kesenian mempunyai tujuan absolut bukan dalam dirinya sendiri, melainkan menerima peraturannya dari tujuan akhir manusia dan dibudayakan olehnya (Pius XII, Wejangan 25 Desember 1955 dan 3 September 1950).
[KGK 2809] Kekudusan Allah adalah pusat misteri-Nya yang kekal, yang sukar didekati.
Apa yang nyata tentang Dia dalam ciptaan dan dalam sejarah, dinamakan Kitab Suci kemuliaan, pancaran kemuliaan-Nya (Mzm 8; Yes 6:3).
Allah memahkotai manusia "dengan kemuliaan dan hormat" (Mzm 8:6), karena Ia menciptakannya sebagai "gambar", seturut "rupa"-Nya (Kej 1:26). Tetapi oleh karena dosa, manusia "telah kehilangan kemuliaan Allah" (Rm 3:23).
Dengan demikian Allah menyatakan kekudusan-Nya, dengan menyatakan dan menyampaikan nama-Nya, untuk menciptakan manusia baru "menurut gambaran Khaliknya" (Kol 3: 10).