Minggu, 07 Juli 2019

02.37 -

Mrk 10:1-12

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Jumat, 25 Mei 2018: Hari Biasa VII - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Yak 5:9-12; Mzm 103:1-2, 3-4, 8-9, 11-12; Mrk 10:1-12


Dari situ Yesus berangkat ke daerah Yudea dan ke daerah seberang sungai Yordan dan di situpun orang banyak datang mengerumuni Dia; dan seperti biasa Ia mengajar mereka pula.

Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?" Tetapi jawab-nya kepada mereka: "Apa perintah Musa kepada kamu?" Jawab mereka: "Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai."

Lalu kata Yesus kepada mereka: "Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah (*) mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."

Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah."


Renungan


1. Hidup perkawinan Kristiani

Perkawinan bukan sekedar keinginan manusiawi, tetapi ada campur tangan Ilahi. Perceraian bukanlah bagian dari rencana awali Allah bagi pria dan wanita dalam perkawinan (*). Inilah nilai-nilai iman Kristiani.

Hidup perkawinan harus dijaga dengan baik, terutama kita harus bekerjasama dengan rahmat Tuhan dan berusaha terus-menerus menghayati nilai-nilai iman Kristiani.

Sekiranya hidup perkawinan itu hanya dilihat dari kacamata manusiawi, tentu saja nilai perkawinan itu berdasarkan nilai-nilai manusia saja, hanya dilihat agar manusia tidak sendirian saja.

Hidup dalam perkawinan adalah salah satu sarana dalam mencapai kekudusan seseorang, agar manusia tidak jatuh dalam dosa yang lebih besar. Dengan kata lain, hidup dalam perkawinan merupakan kehendak Ilahi di mana pasangan itu harus hidup dalam kesetiaan baik dalam suka mau pun duka. Selain merupakan hidup dalam kesetiaan, ini juga merupakan pesan iman dan moral Kristiani.