Kamis, 10 Januari 2019

00.16 -

Luk 1:26-38

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


 Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Sabtu, 24 Maret 2018: Hari Raya Kabar Sukacita (25 Maret) - Tahun B/II - (Putih)
Bacaan: Yes 7:10-14; 8:10; Mzm 40:7-8a, 8b-9,10, 11; Ibr 10:4-10; Luk 1:26-38

Sabtu, 8 Desember 2018: Hari Raya Santa Perawan Maria dikandung tanpa noda - Tahun C/I (Putih)
Bacaan: Kej 3:9-15, 20; Mzm 98:1, 2-3ab, 3bc-4; Ef 1:3-6, 11-12; Luk 1:26-38

Kamis, 20 Desember 2018: Hari Biasa Khusus Adven - Tahun C/I (Ungu)
Bacaan: Yes 7:10-14; Mzm 24:1-2, 3-4ab, 5-6; Luk 1:26-38


Dalam bulan yang keenam (1) Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. 

Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau."

Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. 

Kata malaikat itu kepadanya: (*) "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya (2) engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan."

Kata Maria kepada malaikat itu: (5) "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" 

Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. 

Dan sesungguhnya, (3) Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." 

Kata Maria: (4) "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia.


Renungan


1. Bagi Allah tidak ada yang mustahil

(1) Perjumpaan Maria dengan malaikat Gabriel merupakan sebuah perjumpaan rohani yang tidak dapat dialami oleh semua manusia. 

Dua peristiwa yang tidak masuk logika manusia pada zaman itu maupun saat ini (2, 3).

(4) Kemustahilan yang akan terjadi tidak membuat Maria tumbuh menjadi ‘sombong rohani’ tetapi ia makin merendahkan hati.

Hidup manusia modern telah terbangun dengan mengandalkan logika, sekalipun tidak semua peristiwa dapat dijelaskan dengan logika. 

Oleh karena itu kita perlu menyadari, bahwa di luar kemampuan manusia ada kekuatan yang tak terbatas, yang tidak terjangkau oleh pikiran manusia. 

Jadi, kita harus berserah kepada Tuhan dan membuka diri untuk dipakai-Nya dalam rangka mewujudkan rencana-Nya. 


2. Belajar dari Maria

Sejak dahulu orang yang hamil tanpa status pernikahan itu dianggap aib. Bila ketahuan pasti mendapatkan sanksi sosial, dikucilkan, dan harus menanggung malu. 

(5) Dalam budaya Yahudi tempat Maria hidup, hukumannya dirajam batu karena dianggap berzina. 

Maria pasti membayangkan betapa dahsyatnya hukuman yang akan diperolehnya. 

Tetapi ia memilih taat atas berita itu (4). Ia menerimanya dengan sepenuhnya berserah kepada Allah. Maria tahu bahwa Allah, yang kepada-Nya ia percaya, berkuasa menolong dan melindunginya.

Setiap hari kita diperhadapkan pada ujian yang menuntut keteguhan iman. Kehormatan dan kehidupan dipertaruhkan. 

Tak sedikit orang yang, ketika mengalaminya, imannya gugur dan meragukan Tuhan. Mereka takut direndahkan, takut kehilangan pekerjaan, takut dihukum, dan lain-lain. 

Karena itu, belajarlah dari kesetiaan Maria. Ia dengan keteguhan hati memilih taat kepada Allah walaupun terbayang risiko hukuman rajam yang harus diterimanya. Walaupun gentar, ia memilih taat akan Allah.


3. Kabar sukacita

(*) Itulah kabar sukacita, Maria menerima dan mengimani rencana dan kehendak Tuhan, yakni rencana Tuhan seperti yang diberitakan malaikat.

Pusat dari kabar sukacita ini adalah Yesus Kristus sendiri. Jika yang dikabarkan bukan Yesus, kabar ini juga tidak berarti banyak. Maria juga tidak ‘diekspose’ dalam Kitab Suci. Oleh karena isi kabar itu adalah Yesus Kristus, kabar malaikat pada Maria diimani menjadi kabar sukacita, sukacita karena Allah senantiasa mendampingi manusia dan menawarkan keselamatan dalam nama Yesus.

Sikap Maria menerima kabar itu menjadi sikap konkret bagaimana sukacita itu menjadi sikap seorang beriman Kristiani. Dalam situasi dan kondisi apapun diri kita, sukacita dalam Tuhan menjadi sumber harapan bagi hidup kita yang akan datang.

Sukacita itu tidak jauh dari diri kita. Sukacita itu menjadi penuh karena dalam nama Yesus Kristus kita menerima rencana dan kehendak Tuhan dalam hidup kita.

Meski tidak mengerti, Maria menerima kabar itu dan memelihara dalam hidupnya. Demikianpun dengan kita, sebagai seorang beriman kita juga harus meneladan apa yang dilakukan Maria, menerima Yesus dalam hidup kita dan tetap memelihara hidup kita sebagai bagian rencana keselamatan Allah.

.