Minggu, 05 Agustus 2018

Sara - istri yang aktif dan berinisiatif



“Dan firman-Nya: "Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki." Dan Sara mendengarkan pada pintu kemah yang di belakang-Nya. Adapun Abraham dan Sara telah tua dan lanjut umurnya dan Sara telah mati haid. Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: "Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?" Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Abraham: "Mengapakah Sara tertawa dan berkata: Sungguhkah aku akan melahirkan anak, sedangkan aku telah tua? Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN? Pada waktu yang telah ditetapkan itu, tahun depan, Aku akan kembali mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara mempunyai seorang anak laki-laki." (Kejadian 18:10-14)


Siapakah Sara? Sara adalah isteri Abraham. Sara adalah putri dari Terah, dari istri yang berbeda dengan ibu Abraham (Kej 20:12). 

Pada mulanya ia bernama “Sarai” (yang artinya adalah “putriku”), kemudian Tuhan merubah namanya menjadiSara”. 

Perubahan nama Sara adalah sebuah permainan kata. Nama Sara berarti "ibu bangsa-bangsa". Setiap kali seseorang memanggil Sara atau setiap kali dia memperkenalkan diri, dia membuat pernyataan iman; dia menyebut dirinya sebagai ibu bangsa-bangsa bahkan sebelum dia mempunyai seorang anak. Saat itu dia sudah berumur 90 tahun.

Kisah Abraham yang dijanjikan Allah untuk mendapatkan anak di usia sangat lanjut dan janji untuk mendapatkan keturunan sebanyak bintang di langit adalah sebuah kisah yang tidak asing lagi. 

Tuhan menjanjikan demikian: "Tetapi datanglah firman Tuhan kepadanya, demikian: "Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu." 

Lalu Tuhan membawa Abram ke luar serta berfirman: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Kej 15:4-5). 

Janji ini turun ketika Abraham sudah sangat lanjut usianya alias kakek-kakek. Sara, isterinya pun pun sudah tua. Ketika itu Sara sudah menopause, sehingga secara logika manusia tentu mustahil bagi mereka untuk bisa memiliki anak di usia seperti itu. 

Yang menjadi masalah, Sara sebagai istri ternyata lupa bahwa segala sesuatu itu berasal dan bersumber dari Allah. Ia hanya memakai logikanya dan mengabaikan Tuhan sebagai sumber dari segala sesuatu

Sara percaya bahwa Tuhan menjanjikan anak dan keturunan yang sangat banyak, tapi dia tidak percaya bahwa itu bisa Tuhan lakukan melalui dirinya yang sudah mati haid

Sara bukan istri yang pasif meskipun ia tunduk kepada Abraham dan memanggil Abraham tuannya. Sara adalah istri yang aktif dan berinisiatif

Maka inilah yang terjadi. Sarai melihat wanita-wanita yang potensial di sekelilingnya dan pilihannya jatuh kepada hambanya bernama Hagar. Ini adalah keaktifan yang salah, tetapi pada kebudayaan waktu itu hal ini dibenarkan. Secara budaya memang keputusan Sara dibenarkan, tetapi secara teologis apa yang dilakukan Sara salah karena Sara kurang mempercayai janji Tuhan. Sara tidak sabar dan bertindak menurut keputusannya sendiri

Dari sini kita bisa belajar bahwa dalam menunggu janji Tuhan kita harus sabar dan tidak memakai cara kita sendiri.

Pada mulanya mungkin tidak terpikirkan oleh Abraham untuk menjadikan Hagar sebagai selir, namun akibat dorongan Sara, itulah yang terjadi. Lewat Hagar lahirlah Ismael

Kita tahu kemudian Tuhan kembali mengulangi janji-Nya, dan menegaskan: "Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki." 

Dan Sara mendengarkan pada pintu kemah yang di belakang-Nya. Adapun Abraham dan Sara telah tua dan lanjut umurnya dan Sara telah mati haid. Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: "Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?" 

Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Abraham: "Mengapakah Sara tertawa dan berkata: Sungguhkah aku akan melahirkan anak, sedangkan aku telah tua? Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk Tuhan? Pada waktu yang telah ditetapkan itu, tahun depan, Aku akan kembali mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara mempunyai seorang anak laki-laki." (Kej 18:10-14)

Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Hal itulah yang dilupakan Sara. Ternyata apa yang dijanjikan Tuhan terjadi

Ketika Abraham telah berusia 100 tahun, lahirlah Ishak, anak dari istri sahnya Sara. Jika saja Sara sabar dan tidak terburu-buru mengambil keputusan maka tidak perlu ada Hagar dalam proses pemenuhan janji Tuhan. Tapi apa yang sudah terjadi tidak bisa diubah lagi. 

Akibatnya terasa hingga sekarang. Hari ini kita melihat bagaimana sulitnya keturunan Ishak dan Ismail untuk bisa hidup rukun dan akur. 

Jika kita mundur ke awal kisah penciptaan manusia, kita pun bertemu dengan kisah kejatuhan manusia ke dalam dosa akibat kegagalan Hawa mengatasi godaan untuk tidak memakan buah terlarang.

Bukankah banyak istri-istri Kristen yang seringkali tidak sabar dan bertindak terburu-buru seperti Sara? Kecemasan berlebihan dan tidak sabaran seperti ini bisa menjerumuskan suami dan keluarga secara keseluruhan ke dalam jebakan dosa. Tidak mudah memang menjadi sosok istri yang sesuai dengan kehendak Tuhan. 

Sosok istri menurut firman Tuhan disebutkan sebagai penolong. Hal ini mengacu pada kisah penciptaan Hawa, bunyinya seperti ini: "Tuhan Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kej 2:18). 

Penolong yang sepadan itu tidak diperoleh Adam lewat hewan termasuk burung-burung, namun lewat sosok wanita yang diciptakan melalui tulang rusuk pria. 

Sara adalah simbol istri yang meskipun berinisiatif dan aktif tetap tunduk kepada suami dan dipakai Tuhan di dalam hidupnya. Di balik ketidaksempurnaan Sara ia tetap mau belajar taat kepada suami dan meskipun ada kekurangan di keluarganya ia tetap mau dipakai oleh Tuhan. Di setiap keberhasilan/kehancuran seorang suami pasti ada wanita di baliknya.

Peran istri sebagai penolong sering digambarkan mewakili sosok Roh Kudus, yang juga dianugerahkan kepada kita sebagai penolong.

"Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu." (Yoh 14:16-17). 

Tugas yang tidak mudah, tapi itulah hakekatnya peran istri dalam rumah tangga Kristiani. Seorang istri diharapkan mampu menjadi penolong, penasehat dan pemberi masukan bagi suaminya, yang berperan sebagai imam dalam keluarga, mengepalai keluarga seperti halnya Kristus mengepalai jemaat. (Ef 5:23). 

Dalam Ams 31:10-31 kita mendapatkan gambaran mengenai sosok istri yang cakap. Salah satu yang penting diantaranya adalah "Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya." (Ams 31:26). 

Sehubungan dengan peran istri sebagai penolong, tentu istri haruslah dipenuhi hikmat Tuhan. Apa yang dihadapi suami dalam pekerjaan seringkali menyita waktu dan melelahkan, tidak jarang mereka terus berhadapan dengan berbagai godaan, sehingga istri yang berhikmat akan mampu menjadi penolong, yang sepadan dengan suami, agar kebahagiaan dalam rumah tangga bisa tetap terbina dengan baik. 

Di samping itu, tentu peran suami pun tidak boleh dilupakan. Keduanya harus sejalan. Karena tidak akan ada pemimpin yang baik jika tidak didampingi penolong, sebaliknya penolong pun sia-sia jika tidak ada yang bisa ditolong. 

Hubungan antara penolong dan pemimpin sesungguhnya merupakan hubungan simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan untuk membentuk keluarga sejahtera, bahagia dan diberkati. Penolong dan pemimpin berbeda peran, namun sama pentingnya. Inilah yang dikatakan sebagai "sepadan".

Mari kita semua mengimani dengan benar bahwa bagi Tuhan segala sesuatunya tidak ada yang mustahil. Dia sanggup melakukan segalanya, karena semua ada lewat Dia. 

"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!"(Rma 11:36). 

Imani pula firman Tuhan berikut: "namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup." (1 Kor 8:6). 

Tuhan sebagai pencipta segala sesuatu tentu punya kuasa penuh pula atas semua ciptaan-Nya. Oleh karenanya kita tidak perlu cemas dan tidak sabar dalam mengatasi masalah. 

Para istri hendaklah memainkan perannya dengan benar, di sisi lain hendaklah suami pun melakukan kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Hasil yang indah hanya akan didapat jika keduanya menjalankan peran masing-masing dalam keharmonisan. 

Peran istri bahkan dikatakan bisa sampai menguduskan suaminya (1 Kor 7:14), dan itu hanya bisa dicapai jika para wanita mau menjadi sosok istri yang takut akan Tuhan. Jadilah istri teladan, dan bagi kaum pria, jadilah sosok suami teladan pula. Hanya dengan demikian rumah tangga kita bisa menjadi terang dan garam bagi lingkungan sekitar kita.