Rabu, 26 April 2017

Bersama umat mengalami Allah

Setelah satu tahun ditabiskan, saya disadarkan Tuhan untuk menjadi gembala yang baik bagi umat-Nya.

Suatu hari saya menerima telpon dari salah satu umat saya yang menangis dan mengatakan bahwa “ayahnya (X) sakit stroke”, dia minta saya datang ke rumahnya untuk memberikan pelayanan sakramen pengurapan orang sakit. 

Sepanjang perjalanan ke rumah X saya bersungut-sungut, “X jarang ke gereja, kerjanya hanya menggosipkan semua romo, semua kebijakan gereja tidak ada yang benar. Sekarang sudah sekarat minta pelayanan gereja, tidak tahu saat ini lagi lapar, mau makan, tidak jadi makan.”

Sesampainya di rumah X, saya segera mendoakan dengan rumusan singkat karena 1. Takut X tidak sempat menerima sakramen pengurapan orang sakit. 2. Ada perasaan tidak tulus dalam memberikan pelayanan karena sikap X selama ini.

Setelah selesai mendoakan, X berkata dengan terbata-bata: “Terima kasih romo atas pelayanannya. Saya adalah umat yang durhaka pada romo, saya jarang ke gereja, kerja saya hanya menggosipkan semua romo, semua kebijakan gereja tidak ada yang benar. Meskipun saya seperti ini romo masih mau melayani saya, maafkan saya romo, saya akan ingat kebaikan romo.”

Setelah mendengarkan kata-kata X, saya merasakan ada tangan yang tidak kelihatan yang menampar wajah saya. Tuhan menyadarkan saya bahwa saya belum menjadi gembala yang baik, yang tulus ikhlas dalam melayani domba-domba-Nya.

Sejak saat itu saya bertobat dan saya berkomitmen mau menjadi gembala yang baik dengan tulus ikhlas untuk menjadi perpanjangan tangan-Nya. 

Setiap hari saya melakukan bagian saya, yaitu meminjamkan telinga saya untuk orang yang berkeluh kesah, memakai bibir dan hati saya untuk berdoa dan memohon, memakai iman saya untuk percaya, yang lainnya adalah bagian Tuhan.

Beberapa pengalaman bersama dengan Allah

* Ada sepasang suami istri (AB) yang datang kepada saya, A berkata: “Romo, saya datang menemui romo atas anjuran sahabat saya. Saya adalah seorang muslim, yang saat ini kena tumor di kepala. Sebagai seorang dokter saya tahu resikonya kalau dioperasi. Tolong saya didoakan.”

Setelah selesai didoakan, A meng-amin-i dan berkata: “Semoga saya boleh kemurahan hati Tuhan.”

Tiga bulan kemudian A datang lagi menemui saya, katanya: “Alhamdulillah, tumor itu hilang tanpa operasi.” Mendengar berita itu saya kaget, mujizat benar-benar terjadi pada A. Meskipun A berbeda keyakinan, tetapi dia percaya, mengimani bahwa Yesus akan menyembuhkannya.

* Ada seorang janda yang mempunyai anak tiga (C) datang kepada saya dan berkata: “Mo, saya seorang guru yang belum diangkat. Saat ini saya mengalamai sakit, pembengkakan di usus buntu, dalam tiga hari harus ada tindakan medis. Jika tidak dilakukan operasi, maka dokter angkat tangan.” 

Saya bertanya terus terang padanya: “Kamu mempunyai dana berapa untuk operasi?” Jawabnya: “Dua juta setengah.”

C langsung saya bawa ke Rumah Sakit dan keesokan harinya dioperasi. Total biaya empat belas juta. Setelah pihak Rumah Sakit tahu bahwa pasien itu umat yang miskin, maka biaya operasi tersebut dipotong sehingga menjadi sembilan juta. C berjanji akan mencicil sisa biaya operasi tersebut. 

* Ada sekolah Katolik di daerah terpencil yang membutuhkan dana 12 juta untuk merenovasinya. Berkat doa, suatu hari ada seseorang yang WA saya mengatakan bahwa telah mentranfer uang 10 juta untuk memperbaiki sekolah tersebut.

Marilah kita belajar dari Mat 17:1-8

[1] Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendiri saja. 

[2-3] Lalu (1) Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Maka nampak kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia. 

[4] Kata Petrus kepada Yesus: (3) "Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."

[5] Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu (2) terdengar suara yang berkata: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia." 

[6-8] Mendengar itu tersungkurlah murid-murid-Nya dan mereka sangat ketakutan. Lalu Yesus datang kepada mereka dan menyentuh mereka sambil berkata: "Berdirilah, jangan takut!" Dan (4) ketika mereka mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorang pun kecuali Yesus seorang diri.

» Yesus mempunyai dua belas murid, tetapi hanya tiga murid yang dibawa naik ke atas gunung. Mungkin mereka dianggap Tuhan layak mengalami perpindahan spritual, melihat Yesus dalam kemuliaan. Yang mau bersusah payah naik gunung, akan melihat kemuliaan

Dengan mata mereka melihat kemuliaan Yesus (1), dengan telinga mereka mendengar suara Allah Bapa (2). Ini adalah pengalaman yang sangat indah.

(3, 4) Pengalaman itu hanya terjadi sesaat saja. Yesus menghendaki pengalaman akan Allah dibagikan, diwartakan kepada sesama

Salah satu cara yang paling klasik untuk menilai keaslian pengalaman itu adalah melihat buah Roh dalam kehidupan orang itu (Gal 5:22-23 - kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri). 

Jadi, pengalaman boleh tinggi ngawang, tapi jika tidak berbuah konkret dan nyata dalam sikap hidup keseharian, pengalaman itu bisa disebut palsu karena jika Allah sungguh hadir, Ia akan mengubah dan membawa kebaikan yang semakin lebih bagi orang yang mengalaminya dan juga bagi orang lain.

(Sumber: Warta KPI TL No.144/IV/2017 » Renungan KPI TL Tgl 16 Maret 2017, Rm Hudiono).