Rabu, 22 Maret 2017

17.33 -

Pikiran saat hamil

Sejak pertama naik kelas tiga SMA, anak saya yang ketiga (Y) setiap hari mengikuti Misa di HKY, dengan permohonan khusus agar dapat diterima di fakultas Kedokteran Unair. 


Setelah dua bulan berada di kelas tiga SMA, pihak sekolah mengadakan seminar tentang “memilih jurusan yang tepat dan benar sesuai bakat dan minat”.

Setelah mengikuti seminar itu, Y menyadari bahwa dia kurang senang dengan hafalan, yang disenanginya adalah matematika. 

Maka Y bercerita kepada saya bahwa akan memilih jurusan “Matematika Ekonomi”. Saya katakan bahwa jurusan itu tidak ada di Indonesia tetapi ada di Singapura atau Australia. Seminggu kemudian, ada seorang temannya yang menyarankan untuk mengikuti test bakat.

Setiap Misa, saya anjurkan Y untuk memohon petunjuk Tuhan agar diberi petunjuk-Nya dalam memilih jurusan yang tepat. Sehari sebelum test bakat, ternyata Y mendapat petunjuk dari Tuhan bahwa jurusan yang dipilih adalah Teknik Sipil. Meskipun Tuhan telah memberi petunjuk-Nya, Y tetap mengikuti test bakat tersebut.

Setelah test bakat, saya menjemputnya. Ketika membuka pintu mobil dan duduk, Y langsung bertanya: “Mami, aku mau tanya: Apakah mami waktu mengandung aku, mami menginginkan seorang anak laki-laki?” 

Saya menjawabnya: “Pertanyaanmu kok aneh?” Kata Y: “Ini ada hubungannya dengan test bakat.” Saya berusaha untuk mengingat-ingat kejadian apa pada saat kehamilan Y. 

Lalu saya menceritakan kepadanya: “Pada saat di USG, dokter memberitahu mami bahwa mami mengandung anak perempuan lagi, mami sempat kecewa sebentar. 

Akan tetapi pada waktu kelahiranmu, papi dan mami menerimamu dengan senang bahkan kami sangat menyayangimu.” 

Kata Y: “Itulah sebabnya, identitasku tidak penuh, karakterku cenderung kearah laki-laki. Test bakat yang sangat kelihatan adalah Geofisika pendidik dan bisnis. Aku dianjurkan untuk tidak memilih jurusan Teknik Sipil agar identitas itu menjadi penuh. ” 

Sungguh, saya bersyukur Tuhan telah menyingkapkan sesuatu sebelum terlambat. Saya tidak menyangka bahwa pikiran yang sesaat menginginkan anak laki-laki ternyata mempunyai efek yang sangat dahsyat yang menimbulkan identitas yang tidak penuh

Secara fisik, saya melihat Y seperti anak perempuan lainnya, dia suka memakai rok, berdandan dan mempunyai perasaan lembut. 

Yang saya amati, Y tidak seperti kakaknya, segala sesuatu dikerjakannya dengan cepat, bicaranya tegas dan semua anak laki-laki ada perasaan takut kepadanya. 

Sejak saat itu saya memohon ampun pada Tuhan atas kesalahan yang tidak saya ketahui dan memohon kepada-Nya agar kepribadian Y dipulihkan.

(Sumber: Warta KPI TL No.126/X/2014)