Jumat, 24 Maret 2017

Melepas pengampunan

Anak ke dua saya menderita autisme. Pada suatu hari anak kost (Mbak X) berkata: " Aku tidak mau memegang anaknya cik Ming, karena anaknya cik Ming gila. Kalau aku memegangnya bisa ketularan karena kena air liurnya." 

Mendengar perkataan itu, saya sangat marah, hati saya sakitnya luar biasa ... tanpa sadar saya mengambil pisau dan mengejar Mbak X. 

Maklumlah, pada saat itu belum mengenal kebenaran firman Tuhan. Sambil menangis saya memeluk anak saya yang memang mempunyai kebutuhan khusus (anak autis), kata saya: "Mama sayang kamu."

Melihat kemarahan saya yang luar biasa, maka Mbak X pindah kost. Saya merasa tenang dan bebas karena tidak ada pengganggu lagi di rumah saya.

Setelah mengenal firman Tuhan, pada suatu hari saya mendengar teguran dalam batin: "Ingat! Kamu masih menyimpan dendam di hatimu."

Pada suatu hari ada seseorang yang berkata pada saya: "Saya tidak bisa tidur karena jengkel dengan seseorang." Setelah mendengarkan perkataan itu saya diingatkan kembali atas peristiwa yang lalu dengan Mbak X dan ada teguran dalam batin: "Aku tidak melihat persoalanmu, tetapi Aku melihat reaksimu dalam menanggapi persoalan itu ..." 

Setelah mendengar teguran itu saya berdoa: "Tuhan, jika Engkau sungguh-sungguh mencintaiku, pertemukanlah aku dengan Mbak X." 

Beberapa bulan kemudian saya melihat Mbak X naik sepeda motor sedangkan saya naik becak. Tukang becak langsung saya suruh ngebut mengejar Mbak X. 

Saya memanggilnya, tetapi dia tidak menghiraukan panggilan saya ... malahan dia meludahi saya. 

Karena usaha saya tidak berhasil maka saya berdoa lagi: "Tuhan, kalau saat ini aku tidak berhasil, berilah aku kesempatan lagi."

Beberapa bulan kemudian saya melihat Mbak X di sebuah toko yang penuh sesak pengunjungnya. Saya langsung memanggilnya, tetapi dia tidak menghiraukan panggilan saya ... malahan dia membuang muka.

Dalam hati saya berkata: "Terima kasih Tuhan, aku tidak diludahi lagi."

Lalu saya berdoa lagi: "Tuhan, Engkau sungguh baik, pertemukan lagi aku dengan Mbak X."

Mbak X akrab dengan mertua saya, maka dia datang ke mertua saya untuk mengucapkan Selamat Tahun Baru Cina. Rencananya dia akan pulang sebelum saya datang, tetapi dia terserang diare pada saat itu sehingga dia menunda kepulangannya. 

Setiap Tahun Baru Cina keluarga besar saya, ada suatu kebiasaan untuk berkumpul dalam keluarga besar, maka saya beserta keluarga datang ke rumah mertua. 

Di ruang tamu saya melihat Mbak X dan saya langsung mengulurkan tangan sambil berkata: "Mbak, Maafkan saya." Katanya: "Cik Ming bukan kamu yang salah, tapi aku yang salah." Kami saling berpelukan dan saling memaafkan. Di sinilah terjadi rekonsiliasi.

Dalam hati saya berkata: "Tuhan, Engkau sungguh baik. Jika saat ini Engkau memanggilku, aku sudah siap karena aku telah melepas pengampunan."

Pengalaman ini sungguh-sungguh tidak pernah hilang dalam ingatan saya. Di sinilah saya melihat suatu kebenaran firman Tuhan bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil jika kita memohon dengan sungguh-sungguh. 

Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga, apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga (Mat 18:18).

(Sumber: Warta KPI TL No.103/XI/2012)