Kamis, 09 Maret 2017

02.36 -

Kehidupan doa

Monika, seorang penganut agama Kristen yang taat dan saleh. Ketika berusia 20 tahun, dia menikah dengan Patrisius, seorang penyembah berhala

Dalam kehidupannya, Monika mengalami tekanan batin yang hebat akibat ulah suami dan anaknya. Pengaruh suaminya begitu besar terhadap diri anaknya, sehingga anaknya belum juga dibaptis menjadi Kristen meskipun ia sudah besar. 

Selain itu suaminya selalu mencemoohkan dan menertawakan usaha kerasnya dalam mendidik Agustinus (menanamkan benih iman Kristen), agar menjadi seorang pemuda yang luhur budinya. 

Semua itu ditanggungnya dengan sabar sambil tekun berdoa untuk memohon campur tangan Tuhan. Bertahun-tahun lamanya tidak ada tanda apa pun bahwa doanya dikabulkan Tuhan.

Baru pada saat-saat terakhir hidupnya, Patrisius bertobat dan minta dibaptis. Monika sungguh bahagia mengalami rahmat Tuhan pada saat-saat kritis hidup suaminya.

Cara hidup Agustinus semakin menggelisahkan hati ibunya karena telah meninggalkan imannya

Monika berlari minta bantuan kepada seorang uskup. Kepadanya uskup itu berkata: "Pergilah kepada Tuhan! Sebagaimana engkau hidup, demikian pula anakmu, yang baginya telah kaucurahkan begitu banyak air mata dan doa permohonan, tidak akan binasa. Tuhan akan mengembalikannya kepadamu." 

Nasehat pelipur lara itu tidak dapat menentramkan batinnya. Ia tidak tega membiarkan anaknya lari menjauhi dia, sehingga ia menyusul anaknya ke Italia. Di sana ia menyertai anaknya di Roma maupun di Milano. 

Di Milano, Monika berkenalan dengan Uskup Ambrosius. Akhirnya oleh teladan dan bimbingan Ambrosius, Agustinus bertobat dan bertekad untuk hidup hanya bagi Allah dan sesamanya. Saat itu bagi Monika merupakan puncak dari segala kebahagiaan hidupnya (lih.Santa Monika dan Santo Agustinus).

Sesudah manusia kehilangan keserupaannya dengan Allah karena dosanya, ia tetap diciptakan menurut citra Penciptanya. Ia memiliki kerinduan akan Allah, yang telah memanggil dia ke dalam keberadaan itu. Semua agama memberi kesaksian tentang ini, yang sesuai dengan hakikat manusia (Bdk. Kis 17:27) (KGK 2566).

Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23)

Bagi orang Kristiani, Tuhan adalah segala-galanya, sumber bahagia. Kerinduan akan kebahagiaan berasal dari Allah

Ia telah meletakkannya di dalam hati manusia, supaya menarik mereka kepada diri-Nya, karena hanya Allah dapat memenuhinya

Allah memanggil kita ke dalam keberadaan, supaya kita mengenal Dia, melayani Dia, mengasihi Dia, dan dengan demikian masuk ke dalam Firdaus

Kebahagiaan membuat kita mengambil bagian "dalam kodrat ilahi" (2 Ptr 1:4) dan dalam kehidupan abadi (Yoh 17:3) (KGK 1718, 1721). Tujuan akhir perbuatan manusia: kebahagiaan dalam Allah (KGK 1719). 

Jadi, Kebahagiaan sejati tidak terletak dalam kekayaan dan kemakmuran, tidak dalam ketenaran dan kekuasaan, juga tidak dalam karya manusia - bagaimanapun juga nilainya seperti ilmu pengetahuan, teknik, dan kesenian - dan juga tidak dalam salah satu makhluk, tetapi hanya di dalam Allah, sumber segala yang baik dan segala cinta kasih (KGK 1723).

Allah sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. (1 Ptr 5:10).

Orang Kristiani harus beriman kepada Allah Tritunggal

1. Beriman kepada Allah Bapa

- Kita tidak dapat mengabdi kepada Allah dan mamon. Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain (Mat 6:24).

- Kita harus beribadah kepada Allah dan tidak memungkiri kekuatan-Nya (2 Tim 3:5).

- Kita harus melakukan kehendak Bapa, bukan hanya berseru: "Tuhan, Tuhan!" (Mat 7:21-23).

2. Beriman kepada Allah Putera

- Kita harus percaya bahwa Yesus adalah jalan, dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui-Nya (Yoh 14:6).

- Yesus telah memberikan teladan kepada kita, maka kita juga harus berbuat sama seperti yang telah diperbuat-Nya (Yoh 13:15); menjadi Kristus yang lain.

3. Beriman kepada Roh Kudus

- Aku percaya akan Roh Kudus; Ia Tuhan yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa dan Putera (Pengakuan Iman hasil Konsili Nikea Konstantinopel).

- Kita harus percaya bahwa Roh Kudus adalah Roh Penolong, Roh Penghibur dan Roh Kebenaran yang akan mengajarkan sesuatu dan akan mengingatkan akan semua yang telah dikatakan Yesus, menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran (Luk 12:12; Yoh 14:16, 26; 16:13; 2 Tim 3:16).

Kita tidak mengakui Tiga Allah, tetapi satu Allah dalam tiga Pribadi (KGK 253)

Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang yang disebut-Nya rasul.

Lalu Ia turun dengan mereka dan berhenti pada suatu tempat yang datar: di situ berkumpul sejumlah besar murid-murid-Nya dan banyak orang lain. 

Mereka datang untuk mendengarkan Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka: juga mereka yang dirasuk oleh roh-roh jahat beroleh kesembuhan (Luk 6:12-19).

Yesus selalu berdoa sebelum langkah-langkah yang menentukan dalam perutusan-Nya (KGK 2600)

Sebagai seorang Kristiani, kita harus mengikuti teladan Yesus, yaitu: berdoa, berkomunikasi dengan Bapa yang memberikan kekuatan dan energisesudah itu kembali ke keluarga/komunitas untuk melayani.

Doa suatu usaha mendengarkan Sabda Allah. Doa ini seringkali membuka hati atau mengeluh, tetapi selalu merupakan doa syafaat, yang mengharapkan dan mempersiapkan campur tangan Allah yang membebaskan, Tuhan sejarah (KGK 2584).

Para pemula dalam doa harus menyadari yang paling penting bukanlah menemukan metode ideal dalam doa tetapi melaksanakan kehendak Tuhan setiap saat, lebih fokus untuk menyenangkan Tuhan, rela melakukan segalanya untuk yang dicintai-Nya, ingin berduaan saja dengan-Nya, tanpa kehilangan minat untuk berhubungan dengan dunia. 

Cinta diuji dalam kesediaan kita untuk memanggul salib hidup kita. Kebaikan dan kemurahan hati yang "tidak pelit" sangat berpengaruh dalam pertumbuhan hidup doa.

Hidup doa akan bertumbuh, jika seseorang memiliki hati yang penuh cinta dan kemurahan hati.

Pertumbuhan hidup doa tidak tergantung pada situasi dan kondisi ideal di sekeliling kita (pimpinan, komunitas, keluarga, lingkungan dll.) 

Kita harus mengimani bahwa setiap waktu adalah baik dan tepat di mata Tuhan untuk menganugerahkan rahmat-Nya kepada siapapun yang melayani Dia

Tuhan memberikan rahmat pertumbuhan kita seturut kesiapan hati kita. Kesiapan hati kita menerima anugerah Tuhan, jauh lebih penting dari metode atau teknik berdoa. Jadi, doa dikabulkan melulu karya Tuhan.

Sebelum kita berdoa, kita harus bertobat dan memiliki hati yang murni dengan mengampuni dan mencintai musuh

Hati yang tidak terkontaminasi oleh banyak keinginan akan lebih mudah mendengar suara Tuhan, akan lebih peka terhadap kehadiran Roh Kudus.

Jika seseorang mau mati raga demi pemurnian, hendaknya dia lebih dulu menggunakan pertimbangan pewahyuan dan bukan pertimbangan manusiawi semata, karena jika terjadi demikian, ada bahaya seseorang akan setengah-setengah melakukan itu, atau batal melakukan, misalnya karena takut sakit dll.

Siapa saja yang mau mengabdi Tuhan harus menjaga dirinya tetap murni dalam hal kemurnian badaniah, pikiran bahkan dalam angan-angan serta kepribadiannya demi Kerajaan Allah.

Kalau hati sudah bertekad untuk bertobat, ia lalu belajar berdoa dalam iman. Iman adalah persetujuan seorang anak dengan Allah, melebihi perasaan dan pemahaman kita. 

Penyerahan diri ini menjadi mungkin, karena Putera tercinta telah membuka jalan bagi kita menuju Bapa. Putera dapat menuntut dari kita untuk "mencari" dan "mengetuk", karena Ia sendiri adalah pintu dan jalan (Mat 7:7-11, 13-14) (KGK 2608-2609).

Doa iman tidak hanya berarti orang mengatakan "Tuhan, Tuhan", tetapi orang mempersiapkan hatinya untuk melakukan kehendak Bapa (Mat 7:21) (KGK 2611).

Doa adalah hubungan yang hidup antara anak-anak Allah dengan Bapanya yang tak terhingga baiknyabersama Putera-Nya Yesus Kristus dan dengan Roh Kudus

Kehidupan doa berarti bahwa kita selalu berada dalam hadirat Allah. Jika hati itu jauh dari Allah, doa pun tidak mempunyai arti. (KGK 2565, 2562)

Hidup doa harus diiringi dengan kebajikan, orang yang kehidupan doanya mendalam, ia akan lebih rendah hati, lemahlembut, sabar dan penuh kasih.

Mereka yang masuk dalam hidup doa harus waspada akan daya tarik hal-hal yang mendangkal yang akan selalu ada disekeliling mereka.

Tanda-tanda kemunduran: kehilangan damai dalam doa, skrupel (melihat dosa ada dimana sebenarnya tidak ada), berlebihan dalam makan dan pakaian, obrolan yang mendangkal dan tak berguna, menghabiskan waktu untuk menikmati hiburan.

Pelaksanaan dari kegiatan religius seringkali menggoda umat untuk suatu ibadah yang hanya bersifat lahiriah. (KGK 2581)

St. Teresa Avila adalah guru doa, katanya: "Saya akan menyebutkan hal-hal yang perlu bagi mereka yang ingin mengikuti jalan doa, ini begitu penting sehingga kendatipun orang-orang ini tidak begitu kontemplatif, mereka bisa jauh lebih maju dalam mengabdi Tuhan bila memiliki hal-hal ini

Dan bila mereka tidak memilikinya, tidak mungkin bagi mereka untuk menjadi kontemplatif karena sangat penting sekali bagi kita untuk menyadari bahwa mempraktekkan ketiga hal ini membantu kita agar memiliki secara lahiriah maupun batiniah kedamaian yang begitu dianjurkan Tuhan kepada kita. 

Yang pertama adalah saling mengasihi, yang kedua adalah kelepasan dari segala ciptaan, dan yang ketiga adalah kerendahan hati sejati, yang walaupun saya sebutkan sebagai bagian yang terakhir, namun adalah yang terutama dan mencakup semua yang lainnya."

Kerendahan hati adalah dasar doa, karena "kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa" (Rm 8:26). Supaya mendapat anugerah doa, kita harus bersikap rendah hati: di depan Allah, manusia adalah seorang pengemis (KGK 2559).

Orang yang rendah hati mereka yang mensyukuri rahmat Allah yang diterimanya dan ingin membagikan kepada sesama.

Bagi St. Teresa Avila doa yang sejati bukan saja tidak dapat dipisahkan dari komitmen, tetapi justru dijalankan dengan mempraktekkan cinta kasih

Dia mengalami bahwa seseorang dapat menjadi kontemplatif yang besar sekaligus merasul. Dia menemukan bahwa Martha dan Maria dapat berjalan bersama. Dalam hidupnya ia sungguh sangat sibuk tetapi dia juga bersatu dengan Tuhan. Ia selalu menyisihkan waktu untuk Tuhan dan sungguh-sungguh bersama Tuhan (lih. Dasar-dasar doa menurut St Teresa Avila).

(Sumber: Warta KPI TL No. 125/IX/2014 » Rekoleksi KPI TL 30-31 Agustus 2014, Rm Agung, O Carm).