Minggu, 26 Februari 2017

21.52 -

Keluarga sarana menuju kesucian



Dalam keluarga perlu ada tata susunan relasi. Ada yang menjadi kepala dan ada yang menjadi tubuh. Meskipun ada perbedaan itu, pusat perhatian masing-masing keluarga, khususnya, bukanlah menunjukkan otoritasnya, melainkan merendahkan diri, melihat kepentingan orang lain lebih dari kepentingan sendiri. 

Jadi, kerendahan hati sangat penting dalam membangun keluarga Kristiani yang harmonis dan sesuai dengan kehendak Tuhan.

Iri hati merupakan satu dari bentuk gundah gulana, satu penolakan cinta kasihIri hari seringkali muncul dari kesombonganYang dibaptis harus berjuang melawannya dengan kebaikan hati, berusaha hidup dengan rendah hati (KGK 2540).

Marilah kita belajar dari Ef 5:21-6:3

[5:21] Rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus

» merendahkan diri tidak sama dengan menjadi rendah diri, melainkan rendah hati (takluk atau tunduk secara sukarela, menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri (Ef 2:3), terdorong oleh rasa hormat, kagum, dan cinta kepada Kristus).

[22-24] Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat, Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu 

» Nasehat Paulus agar istri tunduk kepada suami sepertinya tidak relevan bahkan bertentangan dengan gagasan yang didengung-dengungkan dewasa ini (Gal 3:28). 

Gagasan kesamaan dan tunduk perlu dilihat dalam terang relasi yang terdapat dalam pribadi Allah Tritunggal, khususnya antara Bapa (Allah) dan Putra (Kristus). 

Kepala dari tiap-tiap laki-laki adalah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan kepala dari Kristus ialah Allah (1 Kor 11:3). 

Gambaran kepala di sini jelas menunjukkan tunduk-Nya Kristus pada Allah (1 Kor 15:28 – sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah Dia). 

Tunduknya Kristus pada Allah hanyalah untuk menunjukkan perbedaan relasi di antara mereka, sedangkan masing-masing pribadi itu memiliki kodrat yang sama. 

Perbedaan, bahwa takluk-Nya Putra kepada Bapa, sama sekali tidak meniadakan kesamaan fundamental mereka. 

Oleh karena itu, persekutuan Allah Tritunggal patut menjadi model persekutuan semua anggota Gereja, khususnya persekutuan antara suami-istri dalam perkawinan. Suami dan istri tetap sama dan sederajat, meskipun suami adalah kepala istri

Ketertundukan di sini tidak menyangkal atau mengambil kebebasan yang sepenuhnya menjadi milik perempuan karena keluhurannya sebagai pribadi manusiawiistri juga tidak terikat untuk menaati setiap permintaan suaminya jika hal itu tidak sesuai dengan alasan yang benar atau keluhurannya sebagai istri … (Paus Pius XI, Casti connubii, 27). 

Bagaimana sesuatu yang transenden (hubungan Kristus dan jemaat) bisa dibandingkan dengan sesuatu yang manusiawi (relasi suami-isteri)? 

Sebuah analogi atau perbandingan selalu mengandung kesamaan, tetapi sekaligus juga perbedaan. 

Kesamaan: tunduknya jemaat Kepada Kristus dalam Gereja merupakan model untuk tunduknya istri kepada suami dalam keluarga besar. 

Perbedaan: Yesus dalam relasinya dengan jemaat lebih besar daripada peran suami terhadap istri. Yesus bukan saja menjadi kepala, melainkan juga penyelamat. 

[25] Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk (1) menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia (2) menempatkan jemaat di hadapan diriNya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi (3) supaya jemaat kudus dan tidak bercela 

» Model pertama: Kasih Kristus terhadap Gereja yang diungkapkan dengan pengorbanan Diri-Nya.

Mengasihi bukan soal cinta yang romantis (cinta yang berlandaskan keinginan yang muncul secara alami dan diungkapkan dengan hubungan suami-istri), melainkan agape (cinta yang lahir dari pilihan kehendak dan tidak tergantung pada layak tidaknya seseorang ataupun jawaban orang yang dicintainya). 

Meskipun lahir dari kehendak, agape melibatkan seluruh keberadaan manusia termasuk emosinya. 

Jadi, perintah “kasihilah istrimu” berarti hormati, hargai, peliharalah dia, bersikap mesralah terhadapnya dan carilah kebaikan-kebaikannya. Suami diminta menyangkal diri seperti ia meminta istri menyangkal dirinya dengan menundukkan diri di bawah suaminya. 

Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru sering membandingkan hubungan Tuhan dengan umat-Nya (Israel atau Gereja) seperti hubungan perkawinan (Yes 54:5; Hos 2:18). 

Dalam hubungan ini mempelai laki-laki sorgawi mengurbankan diri-Nya untuk tiga tujuan yang saling berkaitan

1. Menguduskan berarti memisahkan seseorang atau sesuatu apa yang profan dan mengkualifikasi orang atau obyek itu untuk Allah.

Cara yang dipakai ialah melalui baptisan (Kis 22:16; Tit 3:5-6; 1 Kor 6:11: Ibr 10:22), firman (Yoh 15:3; 17:7; Ef 1:13) dan pengakuan iman (Rm 10:9-10). 

2. Menurut kebiasaan kuno, upacara perkawinan dibuat dalam dua tahap

- pertunangan Pada saat itu kontrak ditandatangani dan sejak itu laki-laki dan perempuan sah secara hukum sebagai suami-istri. 

- Ada upacara memandikan mempelai perempuan dengan minyak wangi agar ia bersih sebersih mungkin dan cantik secantik mungkin (Yeh 16:8-14). 

Setelah itu mempelai perempuan dibawa ke rumah mempelai laki-laki dan diserahkan kepadanya. Sejak itu mereka mulai hidup bersama sebagai suami-istri. Setelah upacara persiapan ini, barulah perayaan pokoknya dimulai. 

Paulus membandingkan upacara memandikan yang mempersiapkan mempelai perempuan bersatu dengan mempelai laki-laki itu dengan upacara pembersihan umat Allah melalui baptis dan firman

Namun, ada yang istimewa di sini. Yang memandikan mempelai perempuan bukanlah pelayannya atau keluarganya seperti lazim itu, melainkan mempelai laki-laki itu sendiri

Dengan perbuatannya itu, mempelai laki-laki, yakni Kristus menempatkan diri-Nya di posisi yang lebih rendah (Bdk. Flp 2:6-8). 

Yesus membersihkan mempelai-Nya (jemaat) sehingga mereka bisa hadir di hadapan-Nya sebagai yang mulia, yang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu sehingga ia menjadi kudus dan tak bercela. 

Menurut Gereja, perayaan inti perkawinan setelah persiapan di atas akan terjadi di masa yang akan datang, ketika Kristus kembali untuk menyatakan mempelai-Nya sebagai milik-Nya (Why 19:9 – hari perkawinan Anak Domba).

[28-30] Demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatnya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota-anggota tubuh-Nya 

» Model kedua: mengasihi istri sama seperti tubuh sendiri. Orang normal tidak akan membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatnya. 

Jadi, suami harus merawat istrinya seperti Kristus mengasuhnya dan merawatnya dengan sakramen-sakramen dan karunia Roh.

[31] Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat 

» Perkawinan disempurnakan dalam hubungan seksual, menyatukan suami-istri menjadi satu daging, satu tubuh (lih. [Ef 5:22-33; Tob 8:4-8] Teologi tubuh). Meskipun mereka tetap dua pribadi yang berbeda, keduanya kini berbagi satu hidup, membentuk satu keluarga. Allah mempersatukan mereka (Mrk 10:9). Karena itu sudah sepantasnya suami mencintai istri “seperti tubuhnya sendiri”.

[33] Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri dan istri hendaklah menghormati suaminya

» perintah ini menggemakan perintah Yesus untuk mencintai sesama seperti diri sendiri (Mrk 12:31). Kata menghormati secara harafiah berarti “takut” namun takut dalam arti hormat dan mengagumi orang yang berada di atas kita. 

[6:1-3] Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu, ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi 

» Menaati di dalam Tuhan, sebagai ungkapan relasi dengan Yesus Kristus, merupakan bentuk takluk yang mencakup baik mendengarkan pengajaran maupun mengikuti perintah yang sesuai dengan kehendak Tuhan.

Barangsiapa menghormati bapanya

1. memulihkan dosa.
2. ia sendiri akan mendapat kesukaan pada anak-anaknya pula. 
3. apabila bersembahyang niscaya doanya dikabulkan. 
4. baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, supaya berkat dari padanya turun atas dirimu. 
5. kemuliaan seseorang terletak dalam menghormati bapanya. Orang yang taat kepada Tuhan menenangkan ibunya serta melayani orang tuanya sebagai majikannya. 

Jadi, tolonglah bapamu pada masa tuanya

1. jangan menyakiti hatinya di masa hidupnya. 
2. kalau akalnya sudah berkurang hendaklah kaumaafkan. 
3 jangan menistakannya sewaktu engkau masih berdaya. 

Barangsiapa memuliakan ibunya serupa dengan orang yang mengumpulkan harta. Barangsiapa memuliakan bapanya akan panjang umurnya (Sir 3:1-16).

(Sumber: Warta KPI TL No.114/X/2013 » Renungan KPI TL tgl 26 September 2013, Dra Yovita Baskoro, MM)