Senin, 30 Januari 2017

Spiritualitas pembebasan



Yesus hadir dan menghembuskan angin segar "reformasi sejati" dengan komunitas-Nya yang terbuka. Komunitas Yesus membongkar tembok-tembok pemisah dan sekat-sekat pemecah belah, serta membuka pintu lebar-lebar untuk menyambut siapa saja yang datang kepada-Nya; terutama mereka yang tersingkir, sakit, menderita dan miskin. 

Komunitas kasih yang terbuka bagi siapa saja yang dibangun oleh Yesus Kristus dengan spiritual pembebasan-Nya itu secara nyata dapat kita baca dalam karakter para murid yang dipanggil secara khusus.


Simon Petrus


Seorang yang keras karena dia putra teroris, dia pernah menghunuskan pedangnya dan menetakkannya ke telinga kanan Malkhus (Yoh 18:10). 

Simon orang Zelot

Kata Zelot adalah nama kelompok nasionalis yang menganjurkan cara kekerasan untuk merebut kemerdekaan Palestina dari penjajahan Romawi. Gerakan Zelotisme merupakan salah satu gerakan radikal baik dalam azas hukum maupun keagamaan Yahudi. Mereka selalu bergerilya dan melancarkan "teror" politik untuk menuntut hak kemerdekaan penuh, sehingga beban-beban pajak yang mencekik leher rakyat dapat dihapuskan.

Yudas Iskariot

Kata Iskariot amat dekat dengan kelompok teror lain, yakni kelompok Sicarius. Kelompok ini melancarkan teror politik dengan pembunuh-pembunuhan yang mereka lakukan. Itulah sebabnya, dia kemudian kecewa terhadap Yesus yang gerakan-Nya tidak bersifat politis, melainkan gerakan religius. Wujud dari kekecewaannya adalah sikap tidak segan-segan menyerahkan Yesus untuk "dibunuh" oleh penguasa!

Matius si pemungut cukai

Pemungut cukai adalah orang yang bekerjasama dengan kelompok penjajah dalam menindas rakyat, khususnya dalam bidang pembayaran pajak yang sangat mencekik kehidupan orang kecil.

Bagi Yesus, apa pun nama kelompok itu, dan bagaimana pun latar belakang kelompok itu, tidaklah menjadi soal. Asal orang terbuka dan berkehendak baik untuk bergabung dengan komunitas kasih yang dirintis-Nya, semua diterima dengan baik dan dengan tangan terbuka. Jadi, kelompok Yesus adalah kelompok yang terbuka, merangkul dan mempersatukan.

Ciri komunitas Kristiani: bertekun dalam pengajaran para rasul (Kis 2:42); beroleh persekutuan seorang dengan yang lain karena hidup di dalam terang (1 Yoh 1:7); mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas (1 Ptr 1:22); mengusahakan yang baik, tidak membalas jahat dengan jahat (1 Tes 5:15); ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni (Ef 4:32); saling menyapa satu sama lain dalam kerendahan hati (1Ptr 5:5); memberi tumpangan dengan tidak bersungut-sungut (1 Ptr 4:9); sabar dan mengampuni (Kol 3:13); selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar (Ef 4:2); merendahkan diri seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus (Ef 5:21); saling mengaku dosa dan saling mendoakan (Yak 5:16) dll.

Komunitas kasih adalah komunitas yang anggota-anggotanya satu dengan yang lain saling berbagi kasih seturut terang Injil

Para anggotanya mampu membawa segala permasalahan yang ada ke dalam hidup doa dan penyerahan kepada Allah sehingga memungkinkan manusia mengalami tindakan yang menyelamatkan dan mendamaikan kehidupan (sukacita di tengah penindasan, kebahagiaan dalam kekerasan, kemuliaan dalam keprihatinan dan penderitaan dalam kesepian). 

Doa menumbuhkan semangat hidup yang semakin terarah kepada Allah. Semangat hidup yang terarah kepada Allah memancarkan penghayatan iman, harapan dan kasih yang memerdekakan

Dalam perspektif iman, tidak ada yang mustahil bagi Allah dan bagi kita yang percaya. Doa yang mendasari setiap spiritualitas hidup kita membawa kita pada suatu jalan penuh misteri, yaitu misteri kemanusiaan dan misteri ke-Allah-an. Proses penghayatan hidup semacam inilah yang menjadi tuntutan kita dalam situasi kehidupan yang serba dilematis itu.

Setiap orang yang menghayati spiritual pembebasan akan mampu mendekati kaum miskin dan tertindas, bukan sebagai obyek kasih, melainkan sebagai subyek kasih.

Gereja mencoba mewarisi ciri dan semangat dasar yang ada dalam sikap Yesus, terutama dalam konteks penebusan dan keselamatan. 

Gereja mengembangkan keterbukaan pula bagi kelompok-kelompok lain yang berkehendak baik untuk membangun suatu komunitas yang memancarkan kasih di dalam kehidupan ini. 

Bahkan Gereja mengatakan "Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin, dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. 

Tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka. Sebab persekutuan mereka terdiri dari orang-orang, yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka persekutuan mereka itu mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya (GS 1).

Mengenal dan mengalami kasih Allah, menerima anugerah belas kasihNya adalah sumber terdalam dari sukacita dan kegembiraan pribadi-pribadi yang hidup berkat Sabda Allah, berkat pewartaan Injil. 

Pewartaan Injil merupakan pewartaan pengalaman akan Allah, suatu pengalaman yang hidup akan kasih Allah. Kasih itu mengubah kehidupan manusia, membuat manusia lebih sepenuhnya manusiawi, sebagai suatu komunitas yang hidup dan berdayaguna. 

Hanya dalam komunitas yang hidup dan berdayaguna berkat kasih itulah, iman dapat dihidupi dalam kasih, dirayakan dan diperdalam

Komunitas kasih yang kokoh menciptakan solidaritas antarmanusia dan menjadi tanda pembebasan di dalam Kristus.

Spiritualitas Kristiani adalah spiritual pembebasan, yang berakar dalam pengalaman akan Yesus Kristus (menjadi miskin dan demi kaum miskin) berkat daya kekuatan Roh Kudus untuk mengarahkan hidup kepada Bapa.

Sekalipun Ia kaya,Yesus Kristus telah menjadi miskin karena manusia, supaya manusia menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya (2 Kor 8:9).

Lebih mudah seekor unta melewati lubang jarum dari pada seorang kaya masuk dalam Kerajaan Allah (Mrk 10:25).

Kebijaksanaan unta ini terjadi dengan "melepaskan" diri dari segala beban "harta" yang ada di punggungnya

Jadi, setiap orang yang mau mengikut Kristus harus mengingkari dan menolak segala bentuk manifestasi Mamon (uang, segala hal yang menjamin dan menjanjikan keamanan, keberhasilan, kekuasaan dan harga diri). Mamon adalah kekuatan halus yang bekerja dalam diri manusia, suatu naluri keserakahan yang menyebabkan manusia menjadi kaya yang bodoh (Luk 12:13-21).

Arah dan jalan menuju Allah hanya dapat ditempuh kalau mau "melepaskan" diri dari beban-beban harta-kekayaan (baik secara material-finansial, maupun secara spiritual). 

Perjuangan menjadi miskin bukan perkara yang gampang dilaksanakan. Untuk melaksanakannya, orang kerap kali harus mengalami krisis iman (Mat 26:39, 42). Jika kita menyerahkan segala perkara pada kehendak-Nya maka Dia akan mengutus malaikat-malaikat-Nya untuk memberi kekuatan pada kita (Luk 22:42).

Spiritualitas Kristiani sebagai perjuangan demi kaum miskin sesungguhnya berarti langkah bagi setiap orang yang kaya dalam menjawab panggilan untuk menjadi miskin demi kaum miskin, supaya tidak ada lagi si miskin. 

Ini tentu tidak berarti bahwa kita akan berame-rame menjadi kere, melainkan kita bersama-sama menumbuhkan semangat solidaritas, kepekaan, dan bela rasa, sehingga mereka yang berkekurangan (entah itu kekurangan secara material, psikologis, spiritual, maupun sosial-kultural) dapat terangkat martabatnya.

Semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan selalu ada dari mereka menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing (Kis 2:44-45)

Dengan mengikuti Yesus dan menempuh jalan menurut Roh Kudus, orang harus mengalami perjumpaan dengan Allah dalam kaum miskin (Mat 25:35-36). Tanpa perjumpaan dengan Allah, tidak akan terjadi perjumpaan yang benar dengan kaum miskin.

(Sumber: Warta KPI TL No.107/III/2013 » Spiritualitas Pembebasan Apaan Sih?, Aloys Budi Purnomo, Pr.)