Kamis, 05 Januari 2017

Penghayatan kebajikan kesedehanaan dalam mencapai kekudusan



Penilaian dunia sering menganggap seseorang memiliki kualitas hidup baik bila mengalami atau memiliki kesuksesan dan kehebatan dalam bidang tertentu, entah pendidikan, ekonomi, budaya, politik, dsb. Namun, ternyata hal ini sungguh berlawanan dengan penilaian Tuhan.

Kesederhanaan yang menurut penilaian dunia menunjukkan sesuatu yang kurang berharga, ternyata dalam penilaian Tuhan merupakan sesuatu hal yang luhur. Tuhan sungguh berkenan pada orang yang sederhana (Mzm 116:6). 

Jadi, apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah (1 Kor 1:27-29). 

Tuhan memerlukan dari kita
bukan perbuatan besar maupun pemikiran yang hebat,
kepintaran ataupun talenta-talenta.
Ia menyukai kesederhanaan.
(St Theresia Lisieux)

Kesederhanaan dapat diwujudkan bila seseorang memiliki kerinduan menyenangkan Tuhan dalam segala-galanya. Jika seseorang dikuasai oleh kerinduan ini maka ia akan mencintai Allah dan menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, Sang Cinta yang tak terbatas. 

Orang akan mampu melihat Allah dalam kehidupannya bila ia memiliki kekudusan dalam dirinya (Mat 5:8), tandanya adalah kesederhanaan dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan hatinya

Hal ini berarti bahwa kesederhanaan menunjukkan bahwa tidak ada sesuatupun yang menghalangi relasi kita dengan Tuhan sehingga seluruh keberadaan kita terarah sepenuhnya kepada Dia, dan kita semakin merendahkan diri di hadapan-Nya karena menyadari kebesaran Tuhan dan kekecilan kita.

Marilah kita belajar dari St. Theresia Lisiuex:

* Berdasarkan kerinduan yang tulus dan mendalam untuk mencintai dan menyenangkan Allah, maka halangan dan rintangan untuk menuju kekudusan dan kesempurnaan dihilangkannya.

Sifat formil, tidak ada sesuatu pun yang dicari-cari atau disusun terlebih dahulu, katanya: “Aku tidak merasakan bantuan lagi dari buku-buku; aku hanya membutuhkan Injil.”

Sifat artifisial (= dibuat-buat) merintangi jiwa-jiwa yang tulus, dan kesederhanaan dapat hilang karena metode-metode yang kaku, bentuk-bentuk yang teratur rapi, dan penelitian-penelitian, yang disusun bagaikan soal-soal hitungan. Walaupun menyadari hal tersebut, bukan berarti menolak metode-metode yang disusun dengan tujuan tertentu. Namun, Tuhan menarik Theresia dengan halus kepada suatu jalan yang lebih bebas dan lebih benar yaitu jalan Injili, ungkapannya: “Kadang-kadang, bila aku membaca uraian-uraian tertentu, yang melukiskan hidup takwa sebagai suatu jalan yang ditaburi seribu macam halangan, hatiku yang papa ini cepat menjadi jemu; kututup saja buku ilmiah yang membuat sakit kepala dan hatiku menjadi kering itu, lalu kubuka Kitab Suci. Maka semuanya menjadi cerah seperti siang hari! Kesempurnaan kelihatannya menjadi mudah.”

Sifat berlebihan 

* Kekudusan (= kesederhanaan) adalah sikap hati yang menyerahkan diri dengan rendah hati dan kecil ke dalam tangan Tuhan, dapat diwujudkan jika seseorang merasa cukup dengan segala sesuatu yang ada. Kesederhanaan dilawankan dengan kemewahan dan segala yang berlebihan

Senang memilih barang-barang yang paling jelek dan rela untuk kehilangan bukan hanya barang-barang yang menyenangkan, tetapi bahkan yang sangat diperlukan.

Menolak segala sesuatu yang berlebihan khususnya perbuatan yang berlebihan. Hal ini bukan berarti dalam kehidupannya ia hanya berdoa dan sedikit melakukan perbuatan atau pekerjaan. Namun sebaliknya memperbanyak kurban-kurban kecilnya, dengan hati-hati supaya jangan mengabaikan suatu kesempatan, namun demikian ia “tidak cemas tentang banyak hal.” 

Dalam pikirannya tidak ada banyak hal yang berlebihan, kegelisahan, dan pemborosan tenaga jiwa; sebab itu selalu ada kedamaian dan ketentraman, kebebasan dan sukacita.

Di dalam hidupnya, dia mengikuti kesederhanaan Perawan Maria. Kehidupan Perawan Maria tidak berbeda dan tidak mencolok dengan gadis-gadis lainnya, tetapi kesederhanaan hatinya ditunjukkan dengan kerinduannya hanya untuk menyenangkan Tuhan, yaitu taat kepada kehendak Tuhan (Luk 1:38 – Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu).

* Kesempurnaan adalah perbuatan-perbuatan sederhana yang dilakukan demi cintanya kepada Tuhan, semua dilakukannya dengan kasih.

Memungut jarum.

Memilih tempat yang paling panas yang dihindari oleh suster lain ketika mencuci pakaian.

Memakai selimut yang tidak cukup dapat menghangatkan tubuhnya sehingga mengakibatkan ia begitu kedinginan dan tidak bisa tidur (walaupun demikian ia tidak meminta tambahan selimut).

Setia menjalankan tugasnya dalam hidup sehari-hari, misalnya menyapu, membersihkamn alat-alat misa

Banyak orang menganggap kesempurnaan sebagai sesuatu yang rumit, yang bisa dicapai dengan melakukan banyak latihan rohani, silih dosa yang keras, dan serta telah mencapai tingkat yang tinggi dalam doa, dll.

Bagi Theresia kesempurnaan nampak mudah karena cukuplah baginya untuk menyadari kelemahan-kelemahannya dan menyerahkan diri seperti anak kecil yang meletakkan dirinya dalam pelukan Tuhan karena ia mempunyai kepercayaan kepada kebaikan Tuhan yang adalah Bapanya.

(Sumber: Warta KPI TL No. 90/X/2011 » Penghayatan Kebajikan Kesederhanaan Dalam Mencapai Kekudusan, HDR September-Oktober 2011).



Orang kudus

ialah orang-orang yang dikuduskan oleh Roh Kudus,

sehingga mereka tidak lagi dari dunia ini.



(Kamus Alkitab – Yoh 17:14-19)