Kamis, 26 Januari 2017

Jalan-jalan kecil St. Theresia Lisieux



Sejak dibaptis, kita menerima rahmat pengudus. Oleh rahmat ini kita dijadikan anak-anak Allah yang sejati dan dibebaskan dari dosa asal dan segala dosa pribadi kita (dosa sebelum dibaptis), yang membuat kita setia bahkan sampai pada kematian. Inilah sesungguhnya permulaan hidup kekal (1Yoh 5:13; Yoh 17:3) yang membuat hidup kita menjadi berkenan kepada Allah.


Dalam hidup Theresia tidak ada yang istimewa. Yang luar biasa dalam jiwa ini adalah kesederhanaannya yang luar biasa. Dia mencapai kesucian yang amat tinggi dengan menghayati panggilan yang luhur sebagai anak Allah, menghayati rahmat permandiannya secara sederhana namun dengan sempurna (Paus Pius X)



Marilah kita belajar dari kehidupan St. Theresia Lisieux dan ungkapan kebenaran-kebenaran besar dalam kata-kata yang sederhana


Theresia adalah anak kesembilan dari pasutri Louis Martin dan Zelie Guerin. Keluarga ini sungguh-sungguh sebuah keluarga katolik yang saleh (lih. Beato Louis Martin dan Beata Marie-Azelie Guerin). 

Sejak dari kecil anak-anak mendapat pendidikan kristiani yang mendalam melalui doa-doa, sakramen-sakramen yang diterimanya dan kesetiaan dalam pekara-pekara kecil, bahkan mereka sudah dibiasakan untuk belajar berkurban mempersembahkan kurban-kurban kecil kepada Allah

Pada usia 3 tahun, Theresia pun ikut ambil bagian dalam kurban-kurban, setiap kali melakukan kurban sebagai disiplin, dia memasukkan sejenis biji rosario ke dalam kantungnya seperti kebiasaan pada zaman itu. Orang dapat melihatnya dalam sehari ia memasukkan tangannya yang kecil ke dalam kantungnya hingga 100 x. Di dalam keluarganya, ada juga kebiasaan membaca buku "Mengikuti Yesus" (Thomas A. Kempis).

Ketika usia 4 tahun, Theresia mengalami goncangan batin saat ibunya meninggal, dia menjadi sangat peka, over sensitif, tidak dapat bergaul dengan orang di luar keluarganya sendiri dan menderita pelbagai ketegangan jiwa.

Sejak usia 7 tahun, Theresia sudah tertarik kepada hidup para pertapa sehingga seringkali bermain-main dengan memerankan para pertapa, katanya: "Pada waktu itu aku menerima pikiran-pikiran yang mendalam tanpa aku ketahui apa itu doa batin ... Namun jiwaku tenggelam dalam doa batin yang sejati"

Ketika usia 10 tahun, Theresia kehilangan Pauline (kakaknya/ibunya yang kedua) karena masuk biara Karmel di Lisieux. Hal inilah yang menyebabkan dia sakit parah.

Meskipun sudah satu bulan Theresia sakit, tak satu pun dokter yang dapat menemukan penyakitnya. Ayah Theresia dan keempat saudarinya berdoa memohon bantuan Tuhan. Hingga, suatu hari patung Bunda Maria di kamar Theresia tersenyum padanya dan ia sembuh sama sekali dari penyakitnya!

Pada usia 11 tahun, Theresia meyambut komuni pertama, katanya: "O, betapa manisnya kecupan Yesus yang pertama kepada jiwaku. Itu merupakan kecupan cinta kasih. Aku merasa diriku dicintai dan aku juga berkata, 'Aku mencintai Engkau dan aku menyerahkan diriku kepada-Mu untuk selama-lamanya.'

Sejak lama Yesus dan Theresia saling memandang dan saling mengerti. Pada hari itu perjumpaan yang khusus ini bukan sekedar pandangan sederhana saja, melainkan suatu peleburan, sehingga kami tidak lagi dua, tetapi satu, Sebab Theresia telah hilang seperti setetes air yang lenyap di dalam samudra." 

Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia (Gal 2:20; 1 Kor 6:17)

Sesudah komuni yang pertama, Theresia kembali memasuki retret untuk mempersiapkan diri untuk menerima sakramen krisma. Dia mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh untuk kunjungan Roh Kudus (= Roh Cinta Kasih), katanya: "Aku tidak dapat mengerti mengapa orang tidak mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh untuk menerima sakramen cinta kasih ini?"

Berkat kerinduannya terhadap kunjungan Roh Kudus, maka segala sesuatu menjadi terang benderang ... kesempurnaan kelihatan jadi mudah (lih. Karunia Roh Kudus dalam hidup St. Theresia Lisieux).

Theresia mengalami suatu gangguan berupa perasaan skrupel, pikirannya diganggu bermacam-macam hal yang buruk (dosa dan kesalahan).

Akibatnya, pada usia 13 tahun dia terpaksa ditarik keluar dari asrama sekolahnya. Setelah tiga tahun lamanya mengalami tekanan itu, akhirnya dia dibebaskan dari rasa skrupel yang sangat mengganggu berkat doa-doa dari saudara-saudaranya yang sudah meninggal lebih dahulu.

Pada suatu hari Minggu, ketika mengikuti Misa Kudus (biasanya dia membawa buku Misa dengan gambar dibagian depannya Yesus disalibkan), karena penyelenggaraan Ilahi, gambar itu ke luar dari bukunya sehingga hanya kelihatan gambar tangan-Nya saja disalib mengucurkan darah.

Ketika Theresia melihat gambar itu, dia mendapatkan rahmat untuk menyadari, bahwa betapa darah Yesus terjatuh dengan sia-sia. Kemudian dia merasa terpanggil untuk menampung darah itu dan membagikannya kepada para pendosa.

Dan Theresia merasa selalu mendengar suara Tuhan yang selalu menggema di dalam hatinya, "Aku haus, haus akan jiwa-jiwa."

Sejak saat itu rahmat yang khusus telah diberikan Tuhan kepadanya sehingga cinta kasih menguasai hatinya dan jiwanya selalu berkobar-kobar untuk keselamatan jiwa-jiwa.

Theresia berkata: "Aku telah memiliki suatu prarasa tentang apa yang dikehendaki Allah bagi mereka yang mengasihi Dia. Dan aku melihat ganjaran abadi yang begitu besar yang sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan kurban-kurban kita yang kecil dalam hidup ini dan aku mau mencintai Yesus dengan segenap hatiku serta mengadakan seribu satu macam tanda-tanda kasih selama sisa hidupku ini." 

Kata Theresia: "Oh, seandainya para cendekiawan yang melewatkan waktunya di dalam studi mencoba menanyai aku, mereka pasti akan terheran-heran, bahwa seorang anak yang ber-usia 14 tahun mengerti rahasia kesempurnaan secara mendalam. Suatu rahasia yang tidak bisa dimengerti oleh para ilmuwan, betapapun terpelajarnya mereka itu, sebab untuk mengertinya dan untuk menerimanya orang harus mempunyai semangat kemiskinan. Inilah suatu kebenaran besar seperti yang dikatakan dalam Injil:

"Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-mu." (Luk 10:21).

Jadi untuk mengerti hal ini kita harus mempunyai semangat kemiskinan; semangat yang betul-betul lepas, serta kesadaran akan ketidakberdayaan diri dan menerima segala keterbatasan diri sendiri."

Theresia menyatakan keinginannya kepada ayahnya untuk masuk Karmel, ayahnya tidak menghalanginya. Ayahnya menemani Theresia pergi ke Uskup meminta izin masuk karmel pada usia 15tahun.

Sayangnya, Bapa Uskup tidak memberi jawaban dan hanya meminta Theresia untuk mentaati yang diperintahkan kepadanya.

Akhirnya ayahnya mengajak dia pergi ke Roma dalam suatu ziarah untuk memohon langsung kepada Paus. 

Kebiasaan audiensi pada saat itu berbeda dengan sekarang, para peziarah berlutut di depannya dan mencium tangannya lalu diberkati.

Ketika giliran Theresia, dia berlutut di depan Paus Leo XIII dan memberanikan diri mengutarakan tentang panggilannya dan minta diizinkan masuk biara dalam usia 15 tahun. Dan pada waktu itu Paus hanya mengatakan: "Baiklah ... , baiklah ..., engkau akan masuk bila itu memang kehendak Allah."

Apa yang dicarinya di Karmel? Dia datang di Karmel untuk mencari kesempurnaan cinta kasih yang tertinggi dan yang paling sempurna (mengurbankan diri bagi pendosa, terlebih bagi para imam).

Dia menimba kekayaan yang tertanam dalam semangat dan cara hidup yang telah diwariskan oleh Sang Reformatris, Santa Teresa Avila dan dari Sang Doktor Mistikus dan Pujangga Gereja, Santo Yohanes Salib.

Meskipun Theresia tidak begitu tertarik dengan tulisan-tulisan Teresa Avila, namun menolongnya dan mempengaruhi semangat apostoliknya. Betapapun besar dan dalamnya pengaruh ajaran Yohanes Salib, tetapi ungkapan spiritualitas Theresia berbeda. Hidup Theresia diwarnai dan ditandai secara mendalam oleh spiritualitasnya, yaitu Jalan Kecil. 

Di dalam tubuh mistik Kristus, Tuhan memperhitungkan seluruh kodrat manusia. Dia memperhitungkan usia, tempramen, kebiasaan-kebiasaan yang dahulu, rahmat yang diterimanya serta panggilan masing-masing dalam rencana-Nya. 

Rahmat menyempurnakan kodrat.

Rahmat tidak mengubah kodrat manusia, tetapi menyempurnakannya. Hal ini menyebabkan orang kudus yang satu sangat berbeda dengan orang kudus yang lain (Santo Thomas Aquinas)

Sejak masuk dalam Karmel, hidup Theresia telah dipupuk dengan bacaan Kitab Suci dalam Ibadat Harian dan Buku Misa

Pada zaman itu orang Katolik tidak boleh begitu saja membaca Kitab Suci. 

Sesudah retret pada bulan Oktober 1891, dia secara mutlak berpaling kepada Injil, dia menemukan makanan bagi hidup rohaninya dengan cara terus-menerus mendalami, menyelidiki, membaca, dan merenungkan Injil untuk mengenal hati Allah.

Dia mengutip ayat-ayat yang menyentuh hatinya dan juga membandingkan Injil satu dengan Injil yang lainnya, semacam perbandingan pararel, sehingga pengetahuannya tentang Kitab Suci semakin bertambah.

Kata Theresia: "Kadang-kadang bila aku membaca buku-buku tertentu yang menguraikan secara panjang lebar tentang hidup rohani dan kesempurnaan melalui seribu satu macam hambatan, rohku yang malang ini dengan segera menjadi lelah. Aku tutup buku itu karena kepalaku menjadi pusing dan hatiku menjadi kering.

Bila rohku ada dalam kekeringan besar dan aku tidak bisa berpikir apa pun lagi, aku mengulangi doa Bapa Kami atau doa Salam Maria secara perlahan-lahan. Doa-doa ini sungguh menarik jiwaku. Jiwaku menimba makanan dari doa-doa ini."

Jiwa Theresia terangkat kepada Allah tanpa metode dan suatu bentuk doa tertentu. Doanya adalah suatu dorongan hati, suatu pandangan yang diarahkan ke sorga, suatu seruan terima kasih dan cinta kasih, baik ditengah-tengah segala kesukaran dan pencobaan maupun di tengah-tengah kegembiraan.

Melalui kesederhanaan Injil, sebenarnya dalam doa Bapa Kami adalah doa yang paling luhur. Dalam doa ini sudah tercakup seluruh ungkapan isi hati manusia, segala kerinduan cinta kasih yang sejati diungkapkan dalam doa yang diajarkan oleh Tuhan sendiri.

Jadi, jalan yang singkat menuju pada kesucian dan sarana yang paling cepat untuk sampai ketujuan itu adalah "Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu, di bumi seperti di dalam surga." 

Siang dan malam Theresia hidup secara intensif dari Sabda Tuhan sehingga Sabda Tuhan masuk dalam jiwanya. Dia terus mencari suatu sarana untuk sampai ke sorga dan sampai kepada kesucian yang besar melalui suatu jalan yang lurus, pendek dan baru.

Dia berdoa mohon terang dan mencari terang itu dalam Kitab Suci sendiri. Akhirnya dia menemukan sabda Yesus yang memberikan pemecahan akan jalan yang dicarinya sejak lama, yaitu: "Jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk kedalam Kerajaan Sorga (Mat 18:3).

Kata Theresia: "Aku minta kepada Kitab Suci untuk menunjukkan lift yang menjadi kerinduanku untuk bisa membawaku kepada puncak kesempurnaan. Aku membaca kata-kata ini yang keluar dari mulut Kebijaksanaan Abadi: "Bila seorang itu sangat kecil, biarlah dia datang kepadaku" (Ams 9:4).

Karena mau tahu apa yang dilakukan Tuhan kepada orang yang sangat kecil, Theresia melakukan penyelidikan. Inilah yang ditemukannya: "Sebagaimana seorang ibu membelai-belai anaknya, demikian pula Aku akan menghiburmu, Aku akan menggendongmu dan akan membelaimu." (Yes 66:12-13). 

Kata Theresia: "Oh, tidak pernah ada kata-kata yang lebih penuh kasih, yang lebih merdu, yang membuatku bersukacita dan memenuhi jiwaku dengan sukacita. Lift yang kucari, yang membawaku ke sorga adalah tangan-Mu, ya Yesus. Oleh karena itu, aku tidak usah menjadi besar, sebaliknya aku harus tetap menjadi kecil dan bahkan menjadi semakin kecil."

Maka untuk sampai kepada kesucian orang tidak perlu bersusah payah menggunakan kekuatan sendiri mendaki tangga kesempurnaan yang curam itu, tetapi cukuplah membiarkan diri digendong oleh Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya seperti seorang anak yang kecil.

Apabila orang berpikir terus tentang Allah, maka pada saat yang dibutuhkan dan harus melakukan sesuatu, Roh Kudus akan mengingatkannya.

Kata Theresia sebelum meninggal, "Dari sorga aku akan berbuat kebaikan bagi dunia." Dan ia menepati janjinya! Ia melimpahi kita dengan bunga-bunga mawar dari surga sehingga banyak mujizat yang terjadi berkat bantuan doanya (lih. Sekuntum mawar bagi Yesus). 

Setelah wafat, Theresia menjadi terkenal karena buku yang ditulisnya "Kisah Suatu Jiwa," yang diterbitkan satu tahun setelah wafatnya (di Indonesia diterjemahkan dengan judul: 'Aku Percaya akan Cinta Kasih Allah'). 

Theresia dikanonisasi pada tahun 1925 oleh Paus Pius X. Ia dikenal dengan sebutan Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus atau Santa Theresia si Bunga Kecil.

St. Theresia bersama-sama dengan St. Jeanne d'Arc diberi gelar Pelindung Perancis. Selain itu St. Theresia Santa Theresia dijadikan Pelindung Misi sejajar dengan misionaris besar, Santo Fransiskus Xaverius karena banyak sekali misionaris yang mengalami bantuannya dalam karya dan kerasulan mereka.

 Dan pada tahun 1997, pada hari misi sedunia, Gereja menyatakan Theresia sebagai Doktor Mistikus, Doktor Cinta Kasih, Pujangga Gereja. Pestanya dirayakan setiap tanggal 1 Oktober.

Berkat rahmat pengudus, seharusnya kita menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak dan rencana-Nya agar ada keselarasan hidup yang indah dengan sesama.

Dengan menghayati sabda Tuhan dalam kenyataan hidup sehari-hari, hidup kita dapat menjadi kudus dan sempurna di hadapan Tuhan seperti Santa Pelindung Kelompok ini.

Marilah kita menjadi garam dan terang dunia dengan cara mengajarkan kebenaran ini kepada anak, cucu dan orang-orang yang berada di sekitar kita sehingga semua umat di bumi dapat merasakan damai.

Kesucian dapat dicapai oleh siapa saja, betapa pun rendah, hina dan biasa-biasa saja orang itu. Caranya adalah dengan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kecil dan tugas sehari-hari dengan penuh cintakasih yang murni kepada Tuhan (Santa Theresia Lisaieux)

(Sumber: Warta KPI TL No.102/X/2012 » Renungan KPI TL tgl 9 Agustus 2012, Diakon Heru Kurniawan, SVD; Kasih, Kepercayaan dan Pasrah & Ketujuh Karunia Roh Kudus Dalam Hidup St. Theresia Lisieux, Yohanes Indrakusuma, O. Carm).