Minggu, 29 Januari 2017

17.19 -

Etika berbusana di Gereja

Di jaman modern ini nampaknya ada gejala yang cukup signifikan bahwa masyarakat kita sedang mengidap wabah ignorantia, artinya: ketidakmampuan membedakan dalam menempatkan diri pada suatu keadaan/ruang

Misalnya: tidak tahu membedakan antara ruang publik dan ruang privat, urusan bisnis dan pelayanan, urusan beribadah dan rekreasi, ekaristi dan hiburan, terhadap orang tua dan teman, terhadap Tuhan dan terhadap manusia dsb. 

Terhadap gejala tersebut ada orang yang berpendapat bahwa itu merupakan tanda (sinyal) memudarnya peran orang tua sebagai pembentuk kepribadian anak, ada yang berpendapat bahwa institusi pendidikan yang semakin pragmatis dan materialistis, ada juga yang berpendapat bahwa budaya sensualisme telah meresapi semua aspek kehidupan, atau telah terjadi merosotnya penanaman nilai dalam institusi keagamaan.

Adalah sungguh sangat baik kebiasaan di keluarga untuk mempersiapkan anak-anak sebelum berangkat pergi ke Misa dengan sikap lahir dan batin secara benar. 

Sejak anak-anak dijelaskan bahwa ke gereja adalah berkunjung ke rumah Tuhan. Penampilan kita merupakan cermin bagaimana kita menempatkan Tuhan Yesus dalam diri kita.

Ingatlah! Gereja adalah bait kudus, yang dikhususkan untuk Tuhan. Maka tidak mengherankan di tempat-tempat suci seperti Bali menyediakan peminjaman kain penutup/scraf bagi pengunjung yang memakai celana pendek, rok mini atau tank-top. Ini adalah masalah kelayakan dan sikap penghormatan terhadap martabat tertentu. 

(Sumber: Warta KPI TL No.105/I/2013 » Etika Berbusana di Gereja, P. A.G. Tri Budi Utomo).



Mengingat keagungan Sakramen Ekaristi,

di dalam sikap (gerak-gerik, pakaian)

akan terungkap penghormatan, kekhidmatan, dan kegembiraan

yang sesuai dengan saat di mana Kristus menjadi tamu kita.



(KGK 1387)