Kamis, 06 Oktober 2016

Bertumbuh lewat masalah kehidupan



Ada seorang ibu rumah tangga yang mengalami kesulitan dalam ekonomi. Suaminya pergi entah ke mana, tidak bertanggung-jawab atas istri dan anak-anaknya. 

Karena merasa berat menanggung semua bebannya sendiri, ditambah persoalan dalam dirinya, ibu itu frustrasi dan menjadi gelap hati serta pikiran. Ia kemudian dengan sengaja membunuh anak-anaknya yang masih kecil dengan racun, lalu dia sendiri mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.


Ini adalah cuplikan peristiwa kehidupan manusia yang gagal dalam menghadapi masalah kehidupannya.



Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan berat, sehingga kami telah putus asa. Hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah (2 Kor 1:8-9)

Kita bagaikan batu permata yang berharga di hadapan Tuhan. Kita akan dibentuk dengan palu dan alat pemahat penderitaan. Jika sebuah palu tidak cukup kuat merontokkan bagian pinggir kita yang kasar, Allah akan memakai palu godam. 

Jika kita benar-benar keras kepala, Allah akan memakai palu pelobang beton. Allah akan memakai apa pun yang diperlukan untuk membentuk kita menjadi indah.

Pada umumnya masalah-masalah itu akan membawa kita kepada yang buruk atau banyak menyita perhatian kita. Seringkali setiap kali kita memecahkan satu masalah, masalah lain sudah siap menanti kita lagi. 

Semua masalah merupakan kesempatan untuk membentuk diri kita. Dalam kehidupan rohani, Allah memakai masalah-masalah kehidupan kita untuk menarik kita lebih dekat kepada-Nya (Mzm 34:19).

Pengalaman-pengalaman doa dan penyembahan kita yang paling hebat dan mendalam justru seringkali muncul pada saat-saat tergelap kita, yakni ketika kita patah hati, merasa ditinggalkan, mengalami penderitaan luar biasa, dan kemudian kita memilih datang kepada Allah sendiri. 

Kita mau menyerahkan kebuntuan hidup dan segala persoalan kepada Allah. Selama menjalani penderitaanlah kita belajar untuk menaikkan doa-doa kita yang paling murni, sepenuh hati, dan jujur kepada Allah.

Sikap bermanja-manja dan tidak mau menderita akan membuat kita tidak berkembang dalam kedewasaan rohani.

Bahkan semakin sulit masalahnya atau semakin besar penderitaan kita, semakin besar pula potensi untuk membangun otot-otot rohani dan serat-serat moral kita... hasilnya setiap orang ditarik-Nya lebih dekat dengan Allah dan bertumbuh dalam iman, harapan dan kasih kepada-Nya (Rm 5:3-5). 

Masalah itu bagaikan percikan api dari sebuah korek api. Jika kita tidak dapat mengolah masalah-masalah kecil dan sepele, maka masalah itu akan menjadi bertele-tele dan besar, bagaikan percikan api kecil yang dapat membakar seluruh hutan hingga rata menjadi tanah.

Ada beberapa sikap yang perlu untuk menjadikan permasalahan menjadi sarana pertumbuhan rohani:

* Jika kita sedang menghadapi masalah atau penderitaan, janganlah bertanya: “Mengapa aku mengalami semua ini?” Tetapi bertanyalah: “Apa yang Allah ingin aku pelajari dari masalah ini?”

* Penderitaan kita bersifat sementara dan akan berlalu, sedangkan buahnya kekal (2 Kor 4:17). Bersabarlah dan bertekunlah menghadapi penderitaan atau masalah (Yak 1:3-4).

* Mengucap syukurlah dalam segala hal (1 Tes 5:18).

* Percayalah bahwa rencana Allah itu baik! Allah mengetahui apa yang terbaik dan Ia memerhatikan keselamatan kita (Yer 29:11).

* Kita dipanggil serupa dengan Kristus. Jadi, teladanilah Dia dalam menanggung penderitaan. Sebab, jika kita memandang pada dunia, kita akan menderita. Jika kita memandang diri sendiri, kita akan tertekan. Sedangkan, jika kita memandang Kristus, kita akan tenang. 

Karena segala penderitaan yang kita alami merupakan cara atau jalan menuju kesempurnaan Kristiani, yaitu serupa dengan Kristus yang mengalami penderitaan-Nya demi cinta kepada Bapa dan manusia (Rm 8:29; Ibr 5:8-9). 

Inilah teladan seorang Kristiani sejati, yang dapat memanfaatkan permasalahan kehidupan menjadi berkat iman, sehingga ia semakin dikuatkan dalam menaruh kepercayaannya kepada Allah.

Allah bisa saja mencegah Yusuf, si tukang mimpi, dijual oleh saudara-saudaranya (Kej 37:12-36). 

Allah sebenarnya mampu mencegah nabi Yunus dilemparkan ke dalam laut dan berada di perut ikan tiga hari (Yun 1:1-17). 

Allah bisa saja mencegah agar Ayub tidak dicobai oleh Iblis (Ayb 1:1–2:13). 

Allah tidak mencegah supaya Paulus tidak menderita penyiksaan dan mengalami karam kapal tiga kali (2 Kor 11:23-25).

(Sumber: Warta KPI TL No. 72/IV/2010 » HDR Maret-April 2010 Tahun XIV).