Minggu, 26 Juni 2016

21.22 -

Salam, ya Ratu


Pada suatu pagi, seorang rahib membuka pintu biara pada waktu subuh. Ia melihat ke luar dan gembira atas hari yang baru. Lalu matanya melihat sebuah bantalan kecil. Ketika ia mengambilnya, ada suara keluar dari bantalan tersebut. “Apakah ini seorang bayi?” sang rahib berpikir. Ketika ia membuka tutupnya, ia melihat bahwa itu adalah benar-benar seorang bayi. Cepat-cepat dibawanya masuk ke dalam rumah.

Dalam lubuk hatinya dia merasa kasihan pada sang ibu yang terpaksa harus meninggalkan bayinya sedemikian rupa. Diam-diam ia berdoa bagi sang ibu tersebut.

Ketika selimut dan pakaiannya dibuka dari sang bayi, rahib itu melihat bayi ini seorang laki-laki, bayi laki-laki yang lumpuh.
Rahib memanggil teman-temannya yang lain dan sebuah keputusan mendadak diputuskan untuk menjaga anak itu sampai ada seseorang yang mencarinya nanti. Tapi itu tidak pernah terjadi. Tidak pernah ada orang yang datang untuk mencari sang bayi. Para rahib memberi nama anak itu Herman dan lambat laun ia dikenal sebagai Herman si lumpuh.

Tahun-tahun berlalu dan ia menjadi besar di biara. Dan para rahib mengajar dia dengan baik. Ia dididik untuk menjadi seorang guru matematika dan ternyata ia sangat pandai. Ia tidak pernah minder atau malu karena lumpuh yang dideritanya, tapi ini merupakan sumber rasa sakit yang luar biasa pada tulang belakangnya sepanjang hidupnya. Ia selalu gembira dan pandai bergaul. Ia suka bekerja keras. Hidupnya penuh dan produktif. Semua rahib di biara sangat mengaguminya.

Demikian tingginya pandangan para rahib sehingga pada saat menjelang kematiannya, mereka membicarakan hidup spiritualitasnya yang tinggi dan bertanya padanya apa rahasia yang digunakan dalam menjalankan hidup spiritualitasnya seperti itu. Jawabnya ialah dengan mengambil pena dan kertas, lalu menulisnya:

“Salam Ya Ratu, Bunda Yang Rahim, hidup, penghiburan dan pengharapan kami. Kami anak Hawa berseru kepadamu. Kepadamu kami memohon di lembah kedukaan ini. Maka tunjukkanlah kepada kami, hai pembicara kami, wajahmu yang manis. Dan setelah pembuangan ini, tunjukkanlah kepada kami Yesus, Buah Tubuhmu yang terpuji. Ya Maria, Perawan yang murah hati, penuh kasih sayang dan manis.”

Itulah legenda tentang Herman si lumpuh dan asal usul doa yang indah ini. Tak heran mengapa doa ini dipilih sebagai penutup doa rosario.

Ini mengandung semua permohonan, penghiburan, ucapan syukur dan harapan yang Herman alami melalui Maria.

Ia telah memulai hidupnya tanpa keluarga dan tanpa rumah serta kesehatan yang buruk. Tetapi ia mempunyai iman untuk memohon pertolongan kepada Maria. Ketika Maria memberinya tanpa batas, ia bersyukur sekali dan hidupnya menggambarkan rasa syukurnya itu.

Devosinya yang besar pada Bunda Maria dibalas, ketika ia menghembuskan nafasnya yang terakhir dan pembuangannya di dunia ini berakhir.

(Sumber: Warta KPI TL No. 55/XI/2008 » Vacare Deo Edisi Tahun ke-5 Maret 2003).