Jumat, 27 Mei 2016

Janji Tuhan ya dan amin

Pada tanggal 14 Maret 2015 saya mengalami kecelakaan. Keluarga saya membawa saya ke sangkal putung. Namun saya tidak mengalami kesembuhan. Akhirnya saya dibawa ke dokter dan kaki kiri saya yang patah tulangnya dipen dan ditambah jaringan lunak dari tulang sapi.


Kawan seperjalanan saya, ibu Magiati merasa saya memanggil namanya sebanyak dua kali (satu kali ketika berada di rumah saya dan satu kali ketika dia berada di rumahnya), padahal saya sama sekali tidak memanggilnya.

Mengalami kejadian ini, dia berdoa memohon hikmat dari Tuhan. Hikmat-Nya: “Sahabatmu telah menolak Aku.” 

Ketika mendengar itu, saya juga diberi-Nya hikmat bahwa saya telah salah jalan, tidak berobat sesuai dengan iman yang saya akui. Selain itu saya tidak mau menerima Komuni di rumah, pikir saya: “Kasihan AI-nya repot menghadapi Paskah” 

Saya menyadari kesalahan saya, maka saya langsung menghubungi AI agar saya bisa menyambut Komuni di rumah. Selain itu saya juga memohon ampun pada Tuhan karena telah mendukakan hati-Nya. 

Sungguh luar biasa, setelah selesai menyambut Komuni Kudus, sukacita saya kembali lagi seperti dulu, perasaan hampa disingkirkannya dalam hidup saya.

Sebagai kurban, Ekaristi itu dipersembahkan juga
untuk pengampunan dosa orang-orang hidup dan mati
dan untuk memperoleh karunia rohani dan jasmani dari Tuhan.
(KGK 1414)

Malam pertama setelah saya kecelakaan, saya mendengar doa suami saya: “Tuhan, mengapa musibah ini menimpa istriku? Selama ini istriku lebih melayani-Mu daripada melayaniku dan anak-anakku.”

Mendengar doanya hati saya sedih sekali, sambil berurai air mata saya berkata dalam hati: “Tuhan, ampunilah suamiku, dia tidak tahu apa yang dikatakannya. Aku tidak pernah melalaikan kewajibanku sebagai istri maupun sebagai ibu.”

Ketika bangun tidur suami saya berkata: “Ma, dalam perkawinan kita harus ingat janji perkawinan. Masakan aku hanya mau menerimamu dalam keadaan sehat saja?

Tadi malam tiba-tiba aku teringat cerita tentang tukang bangunan dan mandornya. Mandornya berada di lantai lima ingin mengingatkan bahwa ada bahaya yang mengancamnya.

Sang mandor berkali-kali berteriak memanggil, si tukang tidak dapat mendengar karena fokus pada pekerjaannya dan bisingnya alat bangunan.

Sang mandor terus berusaha agar si tukang mau menoleh ke atas, dilemparnya uang seribu rupiah yang jatuh tepat di sebelah si tukang. Si tukang mengambil uang itu dan melanjutkan pekerjaannya.

Sang mandor akhirnya melemparkan uang seratus ribu dan berharap si pekerja mau menoleh "sebentar saja" ke atas. Akan tetapi si tukang hanya melompat kegirangan karena menemukan uang seratus ribu dan kembali asyik bekerja.

Pada akhirnya sang mandor melemparkan batu kecil yang tepat mengenai kepala si tukang tersebut. Merasa kesakitan akhirnya si tukang tersebut baru mau menoleh ke atas dan dapat berkomunikasi dengan sang mandor.”

Mendengar cerita itu saya sungguh bersyukur, karena Tuhan telah berpekara dengan suami saya dan memberi hikmat padanya. Tuhan sungguh telah menyelamatkan saya.

Setetes air matamu Dia perhitungkan,
sepatah katamu Dia dengarkan,
sekecil-kecilnya masalahmu Dia pedulikan,
Dia-lah Tuhan yang mengerti akan hidupmu.

Sungguh luar biasa penyertaan-Nya, pada waktu kecelakaan saya tidak sadarkan diri selama satu jam. Tetapi tidak ada satupun barang saya yang hilang, baik dompet, Ipad, Tab Samsung, rekaman Sony maupun sepeda motor.

Meskipun operasi pemasangan pen di kaki kiri saya memakai fasilitas BPJS, semuanya berjalan dengan lancar tanpa hambatan apapun.

Sungguh indah berjalan bersama-Nya, perlindungan-Nya sungguh telah terbukti dalam hidup saya.

Betapa baiknya Tuhan kita
Tanpa kita sadari Dia selalu memimpin langkah kita.

Selama saya sakit, saya melihat kasih Tuhan yang luar biasa dalam hidup saya. Keluarga saya, suami dan kedua anak saya begitu peduli pada saya. Segala sesuatu yang saya butuhkan mereka sediakan, tanpa bersungut-sungut mereka melayani saya dengan kasih.

Saudara, tetangga maupun teman di komunitas juga begitu peduli pada saya. Saudara saya setiap pagi mengirimi saya makanan. Ada seorang tetangga saya yang setiap hari mengunjungi saya untuk mengompres kaki yang sakit dengan es batu. Ada banyak yang datang mengunjungi saya dengan membawa makanan jadi maupun setengah jadi, mereka takut keluarga saya kelaparan.

Baik keluarga maupun teman-teman saya begitu mencemaskan keadaan saya, mereka takut saya berputus asa. Kecemasan mereka memang beralasan, karena saya biasa melakukan segala sesuatu atau ke mana saja seorang diri, sekarang tidak bisa lagi melakukannya atau pergi seorang diri.

Selama tiga bulan, saya benar-benar tidak berdaya, kerja saya hanya tidur di ranjang saja. Meskipun demikian saya tetap setia membuat renungan “Sarapan Pagi” setiap hari. 

Di saat saya sakit, tidak bisa mengerjakan apapun, saya berkenalan dengan facebook. Saya mengunduh gambar-gambar yang menarik hati saya dan membaca artikel-artikel Kristen.

Berkat Paskah, kebangkitan Kristus, saya pun bangkit setelah saya diingatkan dengan janji saya untuk membuat blog. Semangatku berkobar-kobar untuk segera melaksanakan Amanat Agung-Nya.

Tanggal 14 Agustus 2015, suami saya mengalami kecelakaan sehingga tulang belikat kirinya keluar dari mangkoknya. Suami saya merasa sedih sekali karena saya belum sembuh kakinya, dia sakit tangannya.

Sebagai orang beriman, saya belajar untuk tidak bersungut-sungut. Karena masalah ini berasal dari kesalahan sendiri (jalan gelap, ngebut sehingga tidak melihat polisi tidur dan pasir).

Kawan seperjalanan saya, ibu Magiati bertanya kepada Tuhan: "Tuhan, kenapa sahabatku kok mengalami musibah berturut-turut?"

Jawab-Nya: "Ucapkan selamat pada sahabatmu. Pekara besar bisa dia lalui, ini hanya pekara kecil."

Dengan perasaan takut, disampaikannya pesan Tuhan ini. Ketika mendengar pesan ini, saya justru merasakan penghiburan dari Tuhan.

Selain itu Tuhan menyadarkan suami saya bahwa sebagai manusia tidak boleh sombong. Hikmat-Nya: "Lihatlah, kamu mau bergeser lima senti saja tidak mampu".

Puji Tuhan, berkat imannya suami saya dapat bekerja lagi dan menyetir mobil setelah dua minggu beristirahat.

Jadi, kami berdua kerjanya hanya tidur di ranjang. Disaat inilah kami berdua berbincang-bincang tentang kebersamaan dalam menjalani kehidupan ini. Kami disadarkan lebih dan lebih lagi bahwa Tuhan selalu menyertai kehidupan kami. Di dalam kesesakan Dia tidak pernah terlambat menolong kami.

Ketika keponakan saya datang dari Jakarta, saya bertanya tentang seluk beluk membuat blog. Saya mengerjakan blog dalam kondisi belum sehat, tubuh mudah terasa capek. Jadi, kalau sudah hilang capeknya kerja lagi.

Tanggal 21 Januari 2016, bapak Mikael Jatmiko membawakan renungan tantang "[2 Raj:1-14] Teman yang memberkati". Dengan renungan ini saya sungguh-sungguh terberkati karena merasakan berkat Tuhan mengalir melalui keluarga maupun sahabat-sahabat Yesus.

Ketika beliau mengatakan bahwa "Naaman turun membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Jordan, sesuai dengan perkataan Abdi Allah itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir."

Tiba-tiba saya menangis ketika mendengar janji Tuhan bahwa saya pun akan mengalami penyembuhan ketika blog saya selesai.

Sebulan kemudian, pikiran saya dibuka-Nya sehingga blog sudah bisa dibaca dengan mudah, meskipun saat ini masih banyak yang belum sesuai harapan.

Ketika sedang membuat blog, tiba-tiba saya mendapat hikmat Tuhan tentang ikan kecil dan air.

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang-bincang di tepi sungai. Sang Ayah berkata kepada anaknya, “Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati.”

Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengar percakapan itu dari bawah permukaan air, ikan kecil itu mendadak gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini.

Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya: “Hai tahukah kamu di mana tempat air berada? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati.”

Ternyata semua ikan yang telah ditanya tidak mengetahui dimana air itu, si ikan kecil itu semakin kebingungan, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman, kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal yang sama, “Di manakah air?”

Ikan sepuh itu menjawab dengan bijak: “Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita semua akan mati.”

Dalam kehidupan, seringkali kita seperti ikan kecil ini. Kita sudah mendapatkan pengajaran tentang kebenaran, tetapi masih mencari kebenaran dengan jajan ke tempat lain. Akhirnya tanpa sadar kita tersesat.

Sebagai seorang Katolik seharusnya kita bersyukur karena telah berada di tempat yang benar. Karena begitu ada "ajaran sesat" yang mengguncangkan iman, Gereja mengadakan "Konsili". 

Konsili menghasilkan "Magisterium (Wewenang Mengajar) Gereja". Melalui Magisterium kita bisa mengunduh ajaran-ajaran Gereja tanpa harus membuat definisi sendiri.

Dua minggu sebelum saya operasi melepas pen yang ada di kaki kiri saya, saya cegukan. Akibat dari cegukan ini, dada saya terasa sakit sekali, selain itu leher saya terasa ada yang mencekik. Mengalami hal ini saya tidak berani menceritakan pada keluarga saya karena saya tidak mau mereka kuatir.

Ketika mengalami kejadian di atas, terjadilah pergumulan di dalam batin saya: "Apakah ajalku hampir tiba? Tapi janji Tuhan begitu jelas aku dengar bahwa Dia akan menyembuhkanku." Di sinilah iman benar-benar diuji. Selama operasi saya selalu memanggil-manggil nama Yesus.

Puji Tuhan, tanggal 2 Mei 2016 Tuhan sungguh-sungguh telah menggenapi janji-Nya meskipun saya belum menyelesaikan misi-Nya secara tuntas.

Ketika telinga saya mendengar suara pen beradu dengan tempatnya, saya langsung merasakan kelegaan yang luar biasa, dada yang terasa sakit, leher yang terasa dicekik, dan sakit yang luar biasa selama satu tahun benar-benar diangkat-Nya.

Melalui peristiwa ini, saya sungguh bersyukur mempunyai Allah yang selalu memberikan penghiburan, penyembuhan dan penyelamatan.

Manusia 
tidak dapat menyelami segala pekerjaan Allah.
(Pkh 8:17)

(Sumber: Warta KPI TL No.133/V/2016).