Minggu, 15 November 2015

21.17 -

Rumah Seribu Cermin



Sebuah kisah menceritakan tentang seekor anak anjing yang begitu tertarik memasuki rumah berukuran sedang yang terletak di pinggir sebuah danau. Rumah itu dikenal dengan nama ‘Rumah Seribu Cermin’. 



Dengan lincah anak anjing bertubuh gempal itu menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu depan yang terbuka lebar. Begitu senang dan cerianya anak anjing itu dan sambil mengibas-ngibaskan ekornya, ia memandang sekelilingnya. 


Bukan main indahnya pemandangan yang dilihatnya saat itu! Ternyata di rumah itu ia melihat seribu anak anjing yang persis seperti dirinya, ceria dan menunjukkan persahabatan dengan mengibas-ngibaskan ekor mereka

Merasa dirinya mendapatkan sambutan hangat dan bersahabat, anak anjing itu berusaha mendekatkan wajahnya ke arah salah seekor anak anjing di depannya. Ia mencium dan menjilat-jilat dan anjing-anjing itupun melakukan hal yang sama terhadapnya. Mereka saling mencium dan menjilat. “Oh menyenangkan sekali,” gumam anak anjing itu sembari meninggalkan ‘Rumah Seribu Cermin’ dengan hati riang gembira. 

“Tempat ini begitu menyenangkan, banyak teman yang mengambutku dengan hangat. Aku pasti akan kembali lagi ke sini,” katanya.

Tak berapa lama, seekor anak anjing lain mendatangi ‘Rumah Seribu Cermin’. Anak anjing itu galak dan tidak bersahabat. Ia menaiki tangga sambil mengeram dan menyalak. Waktu memasuki pintu, telinga dan ekornya terangkat, bulu-bulunya berdiri bak bulu landak dan ia menyalak keras. Ia melihat sekelilingnya dan betapa terkejutnya ia karena di rumah itu ia melihat seribu anak anjing yang persis sepertinya dengan telinga, ekor dan bulu mereka berdiri dan semua menyalak tak bersahabat

Anak anjing itu pun segera melompat meninggalkan rumah itu sambil bergumam: “Rumah ini sama sekali tidak menyenangkan, semuanya galak dan tidak bersahabat. Aku tidak akan pernah kembali lagi ke sini.”

Seringkali kita menyalahkan orang lain atau lingkungan di sekitar kita yang kelihatannya tidak bersahabat dan tidak berlaku seperti yang tidak kita harapkan. Lalu kita menyalahkan orang-orang sekitar kita dengan seribu satu alasan – ‘mereka tidak peduli padaku; mereka sombong; mereka begitu egois dan tidak bersahabat’. Kita pun terus mencari dan mencari tempat yang ‘nyaman’ di mana kita berharap akan mendapatkan orang-orang yang baik, ramah dan penuh perhatian. 

Kadang kita lupa bahwa sikap orang-orang di sekeliling kita seringkali merupakan reaksi dari sikap kita sendiri

Dalam hal ini, hukum tabur tuai berlaku. Jika kita menabur kebaikan, maka kebaikan pula yang akan kita tuai. Bila kita menabur kebencian atau kemarahan, maka kebencian dan kemarahan pula yang akan kita tuai.


Siapa menabur kebenaran mendapat pahala yang tetap; Menabur angin maka akan menuai puting beliung (Ams 11:18; Hos 8:7) 

(Sumber: Warta KPI TL No. 46/II/2008; Rumah Seribu Cermin, Mansor Juni 20067 No. 99 Tahun IX).