Minggu, 08 November 2015

19.53 -

Mutu Kehidupan

Hidup adalah anugerah Allah yang harus disyukuri dan dimaknai sebagai panggilan untuk meneruskan kebaikan dan kasih Allah kepada sesama.

Kesadaran akan kasih Allah:

- Membuat orang tegar dan tabah menghadapi tantangan hidup.

- Membuat orang selalu memuji dan bersyukur kepada Allah; dan berusaha meneruskan kebaikan dan kasih Allah kepada sesama.

Hidup dengan tujuan mulia membuat hidup penuh makna dan dihayati dengan tegar, penuh semangat, gembira dan tahan uji.

“Sukses hidup” tidak sama dengan sukses studi, usaha, kedudukan dan sukses apapun. “Sukses hidupdiperoleh dengan mengutamakanmutu hidup”. Mutu hidup perlu dikembangkan sejak dini, terutama dalam keluarga, dan sepanjang hidup; dirintis dari hal-hal kecil/sederhana yang dilaksanakan dengan tekun; tidak dapat dicapai dengan jalan pintas.

Manusia bermutu:

- Menyadari dirinya diciptakan menurut citra Allah yang adalah kasih. Maka tangannya untuk memberi, hatinya untuk mencintai, mulutnya untuk menghibur dan bibirnya untuk menebar senyum perhatian dan kasih.

- Hidup seperti matahari yang memancarkan terang dan kehangatan kepada siapapun tanpa mengharapkan imbalan; berbuat baik kepada siapapun dengan tulus tanpa pamrih.

- Tumbuh dari iman akan kasih Allah dan menjadikan kehendak Allah sebagai pedoman hidupnya

- Berpikir, bersikap, berbicara dan bertindak berlandaskan kasih; hidup dengan perhatian, pengertian dan pengampunan.

- Mencintai kebenaran dan berpikir secara benar; mencintai kebaikan dan hidup sesuai dengan suara hati bukan sesuai selera; mencintai keindahan dan menjaga keserasian, kerapian, kebersihan, menciptakan dan menikmati keindahan. Bersikap prinsipiil, tidak oportunistis “asal selamat/menguntungkan”, berani berkorban demi mengikuti suara hati. Dalam hal yang prinsipiil harus ada persatuan; dalam hal yang masih terbuka ada kebebasan; dan dalam segala hal harus ada kasih.
- Memiliki kejernihan budi, kebersihan hati, kepekaan nurani. Berpikir, bersikap, berbicara dan berprilaku positif. Memikirkan apa yang terbaik, memilih apa yang terbaik, mengusahakan apa yang terbaik dan mengharapkan apa yang terbaik, tanpa terjebak menjadi perfeksionis.

Orang baik bukannya orang yang tanpa cacat cela dan tidak berbuat salah, melainkan orang yang selalu berusaha untuk menjadi baik; orang yang berani bangkit bila jatuh, karena percaya pada belas kasih dan kerahiman Allah.

Kegiatan baik sekecil/sesederhana apa pun tidak akan pernah sia-sia, pasti akan membuahkan sesuatu yang baik. Segala yang baik kita miliki adalah anugerah Allah yang harus kita syukuri dan kita manfaatkan untuk memuliakan Allah dan untuk kebaikan bersama.

- Melihat, mensyukuri dan mengembangkan kebaikan, keindahan yang ada dalam dirinya sendiri, sesama dan yang ada di sekitarnya.

- Memiliki wawasan ke depan yang luas, tidak berpikir “hitam putih” tanpa mempertimbangkan adanya banyak sudut pandang yang berbeda.

- Memiliki rasa tanggungjawab, jujur dapat dipercaya, adil, setia memenuhi janji sekecil apapun.

Jika dalam hidup lebih mengutamakan “sukses” yang bukan “sukses hidup” (materi/prestasi) maka akan mengakibatkan kemiskinan rohani dan kehampaan hidup yang ditandai dengan keserakahan, kepongahan, ketumpulan rohani, ketegangan, kekecewaan, kecemasan, kejenuhan dan kesepian.

“Sukses” yang bukan “sukses hidup” selayaknya diusahakan dan disyukuri sebagai sarana untuk menunjang “sukses hidup”.

Jadi, kita harus mensyukuri hidup dengan memelihara, mengembangkan dan menggunakan bakat, kemampuan, kesempatan dan waktu untuk memuliakan Tuhan dan untuk kesejahteraan/kebaikan sesama.

Bakat dapat berkembang bila ada ketekunan dan percaya diri. Dan akan layu bila ada keragu-raguan; tidak bisa menerima dirinya seperti apa adanya (percaya Allah mencintai dirinya, menerima dirinya seperti apa adanya; merupakan syarat untuk dapat menerima orang lain seperti apa adanya), selalu melihat dirinya serba negatif dan selalu risau akan penilaian orang terhadap dirinya (membuat orang kehilangan kedamaian hati, kebebasan batin dan kegembiraan hidup. 

Pujian/celaan orang adalah ucapan dari persepsi, suasana hati dari orang yang memuji/mencela, merupakan proyeksi diri). Ketakutan ini terungkap dalam kepicikan budi dan kekerdilan hati, egoisme, kesombongan dan puas diri.

Melaksanakan apapun perlu memperhatikan keseimbangan dan keserasian, kehati-hatian dan ketekunan. Mengerjakan banyak hal dengan melalaikan apa yang seharusnya dikerjakan bukannya kegiatan melainkan kesibukan, yang membawa kejenuhan/kebosanan dan kekecewaan.

(Warta KPI TL No. 91/XI/2011 » Mutu Hidup, F.X. Prajasuta MSF).



Sukses hidup perlu diukur, kadar pribadi perlu ditelusuri. Zaman kita ini diwarnai oleh kuantifikasi, artinya pengangkaan.

Mutu kehidupan seseorang diukur dengan angka. Misalnya: kadar kolestrol, tekanan darah, kepandaian dll. dihitung dengan angka.

Perlu diingat bahwa angka tidak dapat mewakili segala-galanya. Ada banyak hal yang tidak dapat diangkakan. Misalnya budi pekerti, tingkah laku, dan moral seseorang.

Seorang murid boleh berbangga memperoleh nilai rata-rata 9 dalam raportnya. Itu bukan berarti bahwa dia adalah murid yang seratus persen baik. Angka bisa diperoleh dengan pelbagai cara.

Orang yang ingin berhasil dalam hidup perlu menyadari bahwa sukses demikan mencakup banyak hal dan proses yang panjang.
Ada banyak murid yang dinilai gagal nilai raportnya, lebih sukses dalam hidup karena sikap dan peri hidupnya yang matang dan baik.

Marilah kita menjadi manusia yang utuh dan sukses!

(Sumber: Warta KPI TL No. 42/X/2007; Mutiara kehidupan, Albertus Herwanta, O Carm.)