Selasa, 10 November 2015

03.33 -

Kuasa Ucapan



Suasana rumah (anak-anak/rumah tangga/keluarga) adalah hasil dari ucapan kita. Kita bisa rajin pergi ke gereja/mengikuti kegiatan yang bersifat rohani, tetapi kalau di rumah kita kehilangan kesabaran menghadapi anak-anak, gampang mengeluarkan kutuk, maksudnya baik tapi caranya salah ucap, maka hasilnya jelek ~ suatu saat kita akan kehilangan anak-anak kita.

Ucapan dapat menyembuhkan atau membinasakan (membuat orang mati karakternya/sakit jiwanya/luka batin). 


Maka dari itu jangan ngomong sembarangan ketika kita berargumentasi/marah. Karena setan masuk dan memaksa kita dengan cara yang halus mengeluarkan kata-kata kutukan buat orang lain ~ hal itu akan terjadi pada orang itu. 

Contoh: Kenapa Sarai tidak hamil-hamil? Karena Abram mengaku Sarai sebagai saudaranya, bukan istrinya. Sarai baru bisa hamil, ketika Abram menyadari kesalahannya.

Ada seorang ibu muda yang sudah menikah tujuh tahun, tetapi belum dikaruniai anak. Dia dan suaminya secara medis normal, tidak ada masalah apa pun

Ketika konseling dia disuruh hening dan merefleksikan, mungkin ada sesuatu yang terjadi dengan ucapan orang tuanya beberapa tahun yang lalu ketika dia masih muda. 

Pada saat hening mereflesikan, dia teringat pertengkaran secara hebat dengan ibunya, dan ibunya berkata: “Kamu juga akan mengalami hal yang sama dengan mama, betapa sakitnya kalau diberontak oleh anak yang dikandungnya sendiri.” 

Karena dia emosi, dia membalas dengan kata-kata: “Saya tidak mau punya anak, biar tidak susah seperti mama!” Lalu mamanya membalas: “Benar, mudah-mudahan kamu tidak mempunyai anak!”

Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkan pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum (Mat 12:36-37) ~ ucapan dapat membinasakan/membuat bersemangat, bahagia dan sehat.

Dalam ucapan ada kuasa, bisa mendatangkan berkat/kutuk.

Lidah lembut adalah pohon kehidupan tetapi lidah curang melukai hati (Ams 15:4).

Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran (Ams 21:23).

Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya akan memakan buahnya (Ams 18:21).

Allah menginginkan kita memiliki ucapan yang baik/positif (mengandung berkat) ~ ucapan yang membangkitkan iman bagi orang yang mendengarkannya. 

Hal ini tidak gampang, maka Yesus mengingatkan agar kita sadar dan berjaga-jaga, karena lawan kita si Iblis berkeliling ... lawanlah dia dengan iman yang teguh (1 PtR 5:8-9).

Sebagian besar orang Kristen mengira akan menerima baptisan Roh Kudus/jawaban doa/kesembuhan asal mereka memiliki iman saja. Iman selalu dinyatakan/dikeluarkan melalui mulut/dalam ucapan yang benar.

Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu ... Karena dengan hati orang percaya dibenarkan dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan (Rm 10:8-10).

Ucapan yang kita keluarkan:

1. Menunjukkan identitas kita (intelek/tidak, emosional/tidak, pelit/murah hati, bersikap hati-hati/sembrono).

Ucapan keluar dari mulut, asalnya dari hatinaik ke kepala (pikiran merancangkan) – baru keluar ke mulut; penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi, dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu (Mat 7:1-2).

2. Menentukan batas kehidupan kita.

Ketika seseorang semakin dalam bergaul dengan Allah, ketika mendengar orang mengeluarkan kata-kata yang porno/kelemahan orang lain sebagai guyonan – hatinya terusik, bukan karena sok suci tetapi ada hal-hal yang tidak pantas diomongkan.

3. Sangat mempengaruhi roh kita (manusia batin).

Kita tidak akan pernah mencapai sesuatu di luar ucapan kita. Asal tidak bimbang hatinya (percaya), apa yang dikatakannya itu akan terjadi, baik berkat/kutuk (Mrk 11:22-24) ~ ucapan ini sangat benar-benar dimengerti oleh dunia roh.

Kalau kita salah ucap, ucapan yang pertama dihapuskan oleh ucapan yang ke dua; sebagai pengakuan ganda, maka kita akan menerima yang terakhir; mengeluh menghapuskan keyakinan.

Ketika kita mengalami sakit, didoakan ketika ditanya: “Bagaimana sakitnya?” Jika dijawab: “Aduh ... masih sakit .”

Ketika kita dalam masalah, masih dalam anugerah rohani dapat berkata “Tuhan adalah gembalaku, tak akan kekurangan aku. Allahku akan memenuhi segala keperluanku menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus (Mzm 23:1; Flp 4:19). Yes... yes... yes! Tetapi sampai di rumah bertemu dengan orang lain dan ditanya: “Bagaimana masalahmu, apakah sudah selesai?” Jika dijawab: “Ya ... berat nih masalahnya.”

Kenapa anak-anak Tuhan begitu rapuh hidupnya, tak memiliki jiwa yang kuat pada saat masuk dalam penderitaan

Karena mereka mengerti Yesus berdasarkan ilmu pengetahuan yang tidak punya kuasa untuk mengubah setiap kehidupan kita. 

Kebenaran itu harus dihidupi/dialami setiap orang percaya karena yang namanya firman itu tidak bisa berdiri sendiri. Firman itu harus bisa bekerja di dalam kehidupan kita, menjadi realita – harus ada persekutuan secara pribadi dengan Allah. 

Kalau kita tahu kebenaran berdasarkan pengetahuan pikiran, bukan karena pengalaman kehidupan berjalan bersama Tuhan (Yoh 8:30-36); maka kita akan selalu salah presepsi, sehingga sulit menangkap bahasa Tuhan di dalam kehidupan kita.

Bahasa Tuhan (bahasa iman) >< bahasa manusia.

Kasih >< penghukuman/penghakiman.
Jangan kuatir >< kuatir
Kerendahan hati >< kesombongan
Penyangkalan diri >< egoisme
Beri maka kamu akan diberi >< hemat pangkal kaya
Kalau mau jadi yang terbesar/terkemuka jadi pelayan >< jadi bos

Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap firman-Ku (Yoh 8:43).

Manusia selalu salah presepsi dengan Firman Tuhan.

Contoh: pada waktu Tuhan memberikan Hawa pada Adam, bukannya mengucap syukur tetapi berkomentar “Inilah tulang dari tulangku, daging dari dagingku.” ~ artinya tanpa bertanya pada Tuhan/perempuan itu, menganggap perempuan itu berasal dari dirinya (ada karakter kesombongan); tetapi ketika mengalami kegagalan menyalahkan Tuhan – “Gara-gara perempuan yang Engkau berikan padaku...” (inilah karakter manusia).

Masalah yang sering timbul adalah manusia takut mengetahui kebenaran, karena takut menderita atau mereka hanya baru sampai pada tahap ingin tahu saja. Kalau kita takut penderitaan, maka akan sulit tiba di garis akhir.

Firman Allah hidup ... memisahkan roh dan jiwa Sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita (Ibr 4:12).

(Sumber: Warta KPI TL No. 43/XI/2007; Renungan KPI TL Tgl 4 Oktober 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).