Selasa, 03 November 2015

08.16 -

Iman yang Besar



Iman yang besar adalah fondasi yang kuat buat setiap kehidupan Kristen, bukan untuk menyombongkan diri tetapi iman untuk mengerti anugerah

Misalnya: Yakup – Tuhan kirim Laban yang tukang tipu di dalam kehidupannya, untuk mendidik dia menjadi Israel. Reaksinya tidak marah/menghakimi apapun gara-garanya.



Bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut (reaksi hati), itulah yang menajiskan orang (Mat 15:11).

Untuk bereaksi yang benar, ada harga yang dibayar, yaitu: penyangkalan diri dan pikul salib.

Iman adalah sesuatu yang harus kita punya sampai garis terakhir.

Untuk bisa memiliki iman yang besar kita harus mau berjalan/bergerak sesuai dengan kehendak Tuhan, bersama Roh Kudus

Sehingga pada waktu diproses oleh Tuhan, imannya bangkit dan terbentuk menjadi semakin kuat dan dapat berkata seperti rasul Paulus: ‘Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan’ (Flp 1:21).

Seringkali manusia tidak tertarik untuk masuk proses itu karena takut penderitaan. Sehingga tanpa sadar hidupnya digerakan oleh kebutuhan bukan oleh Roh Allah. Orang yang hidupnya selalu digerakan oleh kebutuhan akan berakhir dengan kegagalan/kehancuran

Misalnya: 
Mencuri – butuh makan/narkoba.
Membunuh – butuh balas dendam.
Menyontek – butuh nilai yang bagus.
Pelayanan – butuh kemuliaan dirinya sendiri, kita akan kehilangan keseimbangan.

Ketika masalah datang seringkali tidak memiliki iman/gampang sekali kecewa/menyerah pada keadaan - yang ujung-ujungnya akan hancur. 

... akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi? (Luk 18:7-8).

Level kerohanian (hirarki kehidupan):
Anak – doa dikasih/kemurahan kita dapat.
Pelayan – sebagian haknya hilang karena terpaksa.
Hamba – banyak yang harus dilepaskan.
Budak – tidak punya hak apa-apa (100% hidupnya tergantung tuannya).

Marilah kita belajar mempunyai iman yang besar seperti reaksi perempuan Kanaan yang tahan uji sehingga dipuji Tuhan (Mat 15:21-28).

Lalu Yesus pergi dari situ dan menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita."

Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: "Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak."

» Iman yang mengalahkan kebisuan/penolakan/ketidak adilan, akan terbukti pada saat jawaban tertahan 

Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: "Tuhan, tolonglah aku."

» ditolak, karena orang Kanaan dianggap orang kafir oleh bangsa Israel. Reaksi perempuan itu sungguh luar biasa.

Tetapi Yesus menjawab: "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." Kata perempuan itu: "Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya."

Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh.

» Iman yang mampu merubah penolakan/ketidak adilan menjadi pengampunan dan kemanisan

Penolakan/ketidakadilan merupakan bagian dari proses Allah di dalam kehidupan, kalau reaksi kita marah/kepahitan/putus asa, kita tidak akan pernah menjadi permata asli. Karena di mana ada penolakan semakin kuat, di situ Tuhan akan menganugerahkan kuasa pengampunan dan kemanisan.

Hanya orang yang mempunyai iman besar dan kemanisan dalam jiwanya yang mampu bersyukur untuk penolakan/ketidakadilan yang terjadi di dalam kehidupannya, sehingga menjadi permata yang indah dan ajaib. Lihatlah reaksi perempuan ini, ketika Yesus menolak dan menghina, tidak menjadikan ia lari dari Tuhan.

Ketika penghinaan/direndahkan memiliki jalan keluar ~ harus mempunyai hati hamba. 

Yesus tahu proses itu sangat penting untuk menjadikan kita permata. Lihatlah reaksi perempuan ini, merubah penolakan/penghinaan menjadi anugerah bagi dia. Sehebat apa pun juga tanpa anugerah, kita tidak bisa melakukan apa-apa.

(Sumber: Warta KPI TL No. 39/VII/2007 » Renungan KPI TL Tgl 7 Juni 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).