Rabu, 18 November 2015

22.21 -

Hati yang baru



Kadangkala kita melihat Allah itu sepertinya tidak adil di dalam kehidupan kita.

Misalnya: 


Ada orang yang bekerja mulai pagi sampai sore dan ada orang yang hanya bekerja satu jam tapi upahnya sama, yaitu: 1 dinar. Yang bekerja mulai pagi sampai sore bersungut-sungut ... Iri hatikah engkau, karena Aku murah hati? (Mat 20:1-15).

Si bungsu hidupnya berfoya-foya, ketika dia menyadari kesalahannya dan balik pulang, bapanya mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. 

Sedangkan anak yang sulung melayani bapanya dan tidak pernah melanggar perintah ... marah melihat perlakuan bapanya terhadap si bungsu. Karena di dalam melayani bapanya si sulung tidak mempunyai gelora cinta dan hatinya dipenuhi motivasi yang tidak murni, menginginkan fasilitas (Luk 15:11-32).

Aku tahu segala pekerjaanmu; baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Engkau tetap sabar dan menderita karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah. Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula, sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh (Why 2:2-5).

Marilah kita mengenal hati Bapa melalui Lea, Yakub dan Rahel (Kej 29:31-35)

Yakub melarikan diri ke Haran, karena Esau menaruh dendam padanya. Di sana Yakub jatuh cinta pada Rahel. Tetapi setelah bekerja selama tujuh tahun sesuai kesepakatan, Rahel tidak didapatkannya. 

Tetapi pada malam pengantin Laban menukar Rahel dengan Lea. Hal itu baru disadarinya pada pagi harinya. Inilah harga yang harus dibayar untuk penebusan dosa - “penipu bertemu dengan penipu”. 

Dari kisah ini kita dapat belajar:

1. Hukum tabur tuai


Yakub pernah menipu ayahnya, pura-pura menjadi Esau (Kej 27:19) » hanya sebentar; sekarangpun dia tertipu oleh Laban (Kej 29:23) » dia bayar harga seumur hidup. 



Apa saja yang kita alami dalam kehidupan ini, marilah kita refleksikan. Apakah kita juga pernah melakukan hal itu pada orang lain (Ef 5:15).


2. Dosa jasmani lebih ringan daripada dosa rohani

Dosa jasmani Yakub – menipu ayahnya, membayarnya sementara.

Dosa rohani Esau – memandang ringan hak kesulungan, menjualnya dengan semangkok sop kacang merah karena tak tahan lapar, membayarnya sampai kekal.

Hak kesulungan kita adalah anugerah keselamatan yang sudah diberikan Yesus, yaitu: keselamatan yang sudah ditaruh di kayu salib. 

Sekali kita dibaptis, meterai kekal itu tetap ada, tidak dapat dibatalkan. Jadi kalau seseorang meninggalkan Yesus karena tidak tahan menderita, maka dia menanggung dosa rohani.

Sepanjang hidupnya Lea perang urat syaraf terhadap Rahel (adiknya) untuk memperebutkan Yakub. Yang dikejar Lea hanya cinta suaminya, bukan Tuhan tapi Tuhan diperalatnya. Dia lupa bahwa hanya Tuhan saja yang punya kuasa mengubah hati manusia. Dia berusaha dengan kekuatan sendiri sehingga kecewa, tidak mendapatkan apa-apa sampai mati. 

Dia tidak pernah mengerti bahwa cinta tidak pernah bisa diperebutkan. Karena begitu orang mendapatkan cinta sejati maka ia langsung menutup matanya rapat-rapat, dan tidak mau melihat yang lainnya. 

Untuk mendapatkan cinta sejati, orang pun rela mati, seperti Yesus yang sangat mencintai manusia sehingga Dia rela mati untuk kita di atas kayu salib. Cinta sejati adalah seperti cinta Allah.

Perkawinan yang tidak didasarkan cinta hanya membuat hidup ini hambar. Karena dalam cinta ada pengorbanan, bisa mengalahkan segala-galanya.

Di sinilah ada keadilan Allah (Kej 29:31): Lea tidak dicintai, dibuka-nyalah kandungannya, tetapi Rahel mandul

Lea sangat tahu apa artinya anak laki-laki; setiap kali Tuhan memberi anak, fokusnya selalu pada suaminya.

Ruben » sesungguhnya Tuhan telah memperhatikan kesengsaraanku; sekarang tentulah aku akan dicintai oleh suamiku.

Simeon » sesungguhnya, Tuhan telah mendengar, bahwa aku tidak dicintai, lalu diberikannya pula anak ini kepadaku.

Lewi » sekali ini suamiku akan lebih erat kepadaku, karena aku telah melahirkan tiga anak laki-laki baginya. Keyakinan pribadi tidak bisa merubah kenyataan.

Kesalahan terbesar yang dibuat Lea adalah sikap hatinya di hadapan Tuhan tidak benar sehingga kualitas yang dihasilkan tidak akan pernah baik, karena setiap Tuhan memberkati, dia tidak ingat Tuhan.

Yakub tidak pernah mau tinggal bermalam di kemah Lea, dia selalu bermalam di kemah Rahel karena:

1. Dia tidak pernah mencintai Lea, cintanya hanya pada Rahel.

2. Setiap kali melihat Lea, sakit hatinya timbul karena ingat bahwa ditipu oleh pamannya. Hukum tabur tuai berlaku dan dibayar sepanjang hidupnya.

Lea menukar buah dudidam yang didapatkan Ruben dengan upah Yakub tidur dengannya. Mengandung pulalah ia, lalu melahirkan seorang anak laki-laki yang dinamai Yehuda (= pujian/ucapan syukur), maka ia berkata: “Sekali ini aku akan bersyukur kepada Tuhan.” 

» pada waktu Lea menyadari kesalahannya dan mengucap syukur, hatinya berpaut pada Tuhan, kelahiran anak ke 4 ini diberkati secara luar biasa oleh Tuhan karena hatinya mengarah pada-Nya

Karena dari Yehudalah lahir raja besar yang bernama Daud ... akhirnya lahirlah Yesus yang dikatakan singa dari Yehuda 

» sikap hati yang berbeda menghasilkan hati yang berbeda.

Meskipun Yusuf lahir dari Rahel yang dicintai Yakub, tetapi Yesus lahir dari keturunan Lea – Tuhan selalu menghargai yang pertama.

Kalau kita terus mengharapkan perhatian manusia dengan tujuan tertentu, kita akan salah sasaran, karena sampai mati pun kita akan kecewa. 

Sebab semua berkat yang Tuhan anugerahkan buat hidup kita tujuannya hanya satu yaitu membawa hati kita lebih melekat kepada Allah.

Kalau fokus hati kita hanya berpikir pekara duniawi saja (orang/dunia/materi/anggapan orang) dan bercita-cita mendapat berkat yang berkelimpahan dari Tuhan. Kita salah besar. 

Karena sebenarnya kita berada pada titik yang berbahaya (serakah - 1 Kor 10:12); nanti statusnya bisa berubah menjadi penyembahan berhala di hadapan Tuhan (Kol 3:5) sehingga hidup kerohanian kita akan terus menurun dan semakin jauh dari Tuhan ... akhirnya jiwa kita akan terhilang.

Penderitaan apapun yang kita alami harus ada pengucapan syukur yang benar-benar ke luar dalam hati, maka cawan itu bukan lagi cawan kesengsaraan tetapi diubah menjadi cawan berkat.

Jika setiap kali anak Tuhan menerima berkat apa pun dari Tuhan dan dia bisa mengucapkan syukur, hatinya melekat pada Tuhan, maka sesuatu yang ilahi akan berlaku di dalam kehidupannya. 

Sikap hati yang benar itulah yang menentukan seberapa besar kita mendapatkan perkenanan dari Tuhan di dunia ini. Misalnya: Daud bukan orang kudus (berzinah, membunuh orang) tetapi hati Tuhan terpikat. 

Marilah kita juga belajar memikat hati Tuhan dengan menuruti saran Roh Kudus sehingga akan mengubah begitu banyak hal di dalam kehidupan kita. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 50/VI/2008 » Renungan KPI TL Tgl 8 Mei 2008, Dra Yovita Baskoro, MM).