Selasa, 10 November 2015

05.43 -

Belas Kasihan

Ketika seseorang jatuh cinta dan matanya berpadu, maka jantungnya akan berdetak cepat sekali karena ada rasa sukacita yang ke luar dari hatinya, tanpa rasa terpaksa/wajib/beban.

Kita seharus juga demikian dalam mencintai Allah - merindukan Dia bukan karena terpaksa/wajib/beban/takut nggak diberkati.

Orang yang detak jantungnya tertuju kepada Tuhan, apa pun yang Tuhan perintahkan kepadanya, ia selalu berkata “Yes!” tanpa berpikir 1000 x, sebab ia tahu bahwa kekasihnya menginginkan sesuatu dalam kehidupannya.

Seorang yang berkenan di hati-Ku ... melakukan segala kehendak-Ku (Kis 13:22)

Di dalam kepribadian Tuhan yang utuh, ada saatnya Dia berbicara dari hati ke hati dengan kita, ada saatnya Ia ingin berbicara tentang penugasan.

Tetapi seringkali kita bekerja/melakukan sesuatu seperti robot (bekerja keras secara serius/formal sehingga sangat capai, tidak tahu detak jantung-Nya), akhirnya yang timbul dalam diri kita yaitu: ‘ego’. Melakukan apa yang Tuhan mau itu tidak cukup.

Marilah kita belajar tentang perumpamaan anak yang hilang (Luk 15:11-32):
Ada seorang mempunyai dua orang anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya: “Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku.” Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. Beberapa hari kemudian anak bungsu itu pergi ... memboroskan harta miliknya dengan berfoya-foya ... tergeraklah oleh belas kasihan ~ Bapa itu bisa marah-marah/tidak menganggap sebagai anaknya lagi (meminta warisan menganggap seolah-olah bapanya sudah mati). Tetapi Bapa yang berkuasa itu mau melakukan-Nya karena belas kasihan. Dia mau memberikan pelajaran besar dalam kehidupan anaknya, harta itu sebagai alat pembayaran untuk jalan pulang.

Belas kasihan oleh sebagian orang dianggap suatu kebodohan.
Bapa yang baik (gambaran Tuhan) yang begitu mengerti watak anaknya, meskipun tahu anaknya melakukan ... Dia tetap memberikan apa yang diminta anaknya itu.

Kita perlu hati kebapaan (laki-laki/perempuan) – hati yang selalu menerima anaknya kembali/mau merangkul/mau mencium anaknya ~ karena anaknya bertobat, maka semuanya akan happy.

Bapa Tuhan kita Yesus Kristus,
Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan,
yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami,
sehingga kami sanggup menghibur mereka
yang berada dalam bermacam-macam penderitaan
dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah
(2 Kor 1:3-4)

Kapan kita bisa menerima belas kasihan? Ketika Bapa belas kasihan itu mendidik kita di dalam penderitaan. Kalau kita dapat menyikapi penderitaan itu secara baik, maka kita akan mampu menjadi berkat bagi orang lain – akhirnya punya belas kasihan karena pernah mengalami (penderitaan yang punya makna); kalau tidak pernah mengalami penderitaan – biasa-biasa saja, hanya merasa kasihan saja tanpa tindakan/mudah mengeluarkan kata penghakiman (biarkan saja/kok repot/usaha dong) sehingga mukjizat tidak terjadi.

Semua orang yang Tuhan kirimkan pada kita, harus kita menangkan. Jika ada orang yang datang pada kita, kita tolak dengan seribu satu macam alasan, kita gagal dalam pelayanan.

Karena kejadian di dunia ini tidak ada yang kebetulan. Belas kasihan yang lahir dari manusia kita adalah belas kasihan munusiawi saja, tetapi belas kasihan Tuhan itu merupakan anugerah/pemberian Allah dalam kehidupan kita, artinya sesuatu yang dari luar diberikan dalam hidup kita sehingga kita mampu untuk melakukannya.

Sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan ... (Kol 3:12) ~ belas kasihan seperti pakaian yang kita kenakan. Belas kasihan tidak akan bisa muncul dari hati manusia sendiri, karena manusia mempunyai tabiat dosa/punya ego yang besar sekali. Kita harus mengerti bahwa dosa selalu membawa pada penderitaan sebagai akibatnya. Memang maut sudah ditebus, tetapi akibat dosa itu ada konsekuensinya. Pada waktu konsekuensi itu harus kita jalani, Tuhan akan datang dan menyatakan diri sebagai Bapa belas kasihan dan Dia akan menyalurkan belas kasihan pada kita, agar kita sanggup menanggungnya.

Alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah.
Tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya
dan tak terselami jalan-jalan-Nya.
(Rm 11:33)

Apakah kita mempunyai belas kasihan? Jika kita melihat sesuatu tetapi hati kita tidak tersentuh, karena jiwa kita beku/keras dan tertutup (misalnya: biar saja, saya juga masih mengalami kesusahan; banyak menyelesaikan masalah sendiri, harus survive) - masih ada luka di dalam hidup kita, maka kita tidak bisa menerima belas kasihan Tuhan. Itulah yang membuat kita mempunyai keterbatasan untuk mengenal Allah lebih dan lebih lagi di dalam kehidupan.

Belas kasihan tidak dapat hadir di hidup kita karena
1. Hidup kita belum beres di hadapan Tuhan.
2. Kita terlalu memikirkan kepentingan diri sendiri.

Marilah kita belajar dari Yesus.
Tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada ... (Mat 9:36; 14:14; 20:34; Mrk 1:41; 6:34; Luk 7:13, 10:33). Ketika belas kasihan Allah muncul, seakan-akan Yesus merasakan penderitaan orang itu. Dan setiap kali belas kasihan ke luar dari dalam diri-Nya ada kuasa yang mengalir (bdk Mrk 5:30).

Bagaimana sikap/reaksi kita pada pendosa. Apakah kita mau mengambil silih seperti Abraham dengan berdiri tetap tinggal di hadirat Allah dan melakukan tawar-menawar pengampunan (Kej 18:16-33) atau seperti Yunus melarikan diri (Yun 1:1-17)? Kalau kita masih bersikap seperti Yunus kita akan salah mengerti tentang Allah, karena tidak mengerti detak jantung-Nya.


(Sumber: Warta KPI TL No. 43/XI/2007; Renungan KPI TL Tgl 20 September 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).