Rabu, 28 Oktober 2015

18.20 -

Kesempurnaan Seorang Pria



Ciri pria sejati/sukses sebagai seorang pemimpin adalah seseorang pria yang berhasil membuat keputusan dan membuat mereka menaati keputusan itu, kemudian mengawasi mereka untuk melakukan hal itu dengan cara yang tegas dan lembut - harus ada keseimbangan.

Bila keputusan sudah dibuat dan hal itu terbukti salah atau cacat, akuilah, dan bertobatlah dan belajarlah dari hal itu, dan lakukanlah sesuatu dari pengalaman tersebut. Menangisi sesuatu yang telah terjadi, hidup dengan penyesalan, atau mengingat-ingat kesalahan masa lalu adalah tindakan salah.

Untuk menjadi pria sejati penting untuk melupakan masa lalu dengan bijaksana - tidak pernah lagi melakukan dosa tersebut terhadap orang lain.

Yesus adalah pribadi yang memiliki keseimbangan yang sempurna antara sikap tegas (mengusir semua orang yang berjual beli di halaman bait Allah dan membalikkan meja-meja penukar uang, menempelak orang-orang munafik) dan lembut (di dalam pesan-pesan-Nya, karya-Nya, di dalam kesembuhan dan penghiburan, dan melalui kematian-Nya di atas kayu salib).

Inti dari kedewasaan adalah inti dari kesempurnaan sebagai seorang pria sejati - tidak diukur oleh usia, tetapi oleh penerimaan dan tanggung jawab dalam semua aspek kehidupan.

Mengelak dari tanggung jawab merupakan bahasa sehari-hari dari orang yang hanya ingin membenarkan diri mereka sendiri

Pembenaran terhadap diri sendiri pertama kali dimulai di Taman Eden (Kej 3) dan berlangsung sampai sekarang, kaum pria masih juga bersembunyi/melarikan diri dari tanggung jawab - tindakan untuk menyembunyikan diri dari Allah dan melarikan diri dari kenyataan. 

Mereka melakukan itu dengan kata-kata filosofi, lari ke obat-obatan/alkohol/kesenangan yang sia-sia, dan banyak cara lainnya. 

Adam diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Sebelum Adam jatuh ke dalam dosa, ia merupakan contoh pria yang sempurna. Ketika kepriaan itu dirusak oleh dosa, Yesus Kristus datang memulihkan citra kaum pria sebagai Adam yang kedua. 

Kristus datang sebagai ‘pengungkap citra’ Allah, yang mengatakan kepada kita, bahwa kita harus terlebih dahulu ‘dilahirkan kembali’ dan menerima sifat-sifat Allah ke dalam roh kita. 

Kita harus mempunyai pikiran dan hati yang sudah diperbarui kembali - baru kehidupan kita diubahkan. Hanya bersama dengan Yesus hal itu bisa dilakukan – menjadi ciptaan yang baru dengan motivasi baru.

Allah menuntut keberanian dari setiap kaum pria, karena gereja, keluarga, dan bangsa akan menjadi kuat bila kaum prianya juga kuat. 

Kerohanian yang belum dewasa akan membawa masuk ke dalam dosa, pelanggaran susila, tingkah laku yang tercela, dan ke dalam banyak pencobaan – karena tidak pernah berakar di dalam firman yang sanggup membuat dia berhikmat dan bisa menolong di dalam memantapkan tingkah laku, perkataan, sikap hati, dan menjadi dasar bagi suara hatinya. Ketaatan pada firman Allah-lah yang sanggup melakukan semua itu.

Firman Allah hidup
lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun;
Ia menusuk amat dalam 
sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum;
Ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita
(Ibr 4:12)

Ketika seorang pria sudah lahir baru dan dosanya diampuni, daftar dosanya pun dihapuskan; harus mau membaca firman Allah, hidup akrab dengan Bapa melalui doa dan harus mau hidup di dalam Roh – firman Allah akan menjadi konselor bagi mereka. 

Hati yang baru seperti loh batu Musa, di mana Allah menuliskan perintah-Nya. Roh Kudus memahatkan firman Allah di dalam hati kita ketika kita belajar dan merenungkan firman-Nya.

Allah menetapkan kaum pria untuk bertanggung jawab menjadi imam (pemimpin dan pelayan) di dalam rumah tangga. Tugas seorang imam bukan hanya untuk melayani Tuhan, melainkan juga orang-orang yang dipercayakan ke dalam pemeliharaannya (istri dan anak-anaknya). Tetapi banyak sekali pria yang gagal memahami tanggung jawab ini.

Jika seorang pria diubahkan dan menjadi seorang pria seperti yang Allah inginkan, akan membawa suatu perubahan pula kepada istri dan anak-anaknya.

Hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu.
Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia,
yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang
(1 Ptr 3:7)

Pria adalah kepala rumah tangga, pengurus, imam, pelayan – konselor. Ia harus menjadi segala-galanya bagi rumah tangganya, sebagaimana Kristus bagi gereja. Karena itu kepriaan saudara perlu disempurnakan.

Sesungguhnya Allah itu mempunyai Tanah Perjanjian (Tanah Kanaan – tempat di mana Allah menginginkan kita hidup dengan iman – 1 Kor 10) dan Ia mempunyai berkat yang hendak Ia curahkan bagi umat-Nya. 

Tetapi bangsa Israel kehilangan kesempatan yang baik akibat lima dosa dasar yang mereka perbuat.

1. Berbuat jahat – bentuk kejahatan yang didasarkan pada pemuasan terhadap diri sendiri dengan mengorbankan Allah dan orang lain – pemuasan akan hasrat daging.

2. Menyembah berhala – suatu sistem penilaian yang layak kita ciptakan, dan di dalamnya kita menghargai sesuatu menjadi lebih layak, dan kita lebih taat padanya daripada setia kepada Allah – kekuasaan, martabat, pendidikan, uang, usaha, agama, populeritas, keakuan, pornografi.

3. Berbuat cabul/berzinah – orang yang bisa mengalahkan dosa percabulan adalah orang yang akan sanggup mencapai kekudusan.

4. Mencobai Tuhan - menuntut Allah untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak-Nya – melakukan kebohongan dan kecurangan di dalam bisnis, lalu meminta Allah untuk memberkati agar bisnis berhasil; pria/wanita berselingkuh, sekalipun mereka tahu bahwa hal itu salah; anak-anak menentang pengajaran yang saleh dari orang tua mereka; membangun gereja sebagai program sosial daripada menuruti firman Allah dan doa; orang-orang percaya yang hanya ingin menikmati manfaat keselamatan sementara pada waktu yang sama dapat bersenang-senang menikmati dosa.

5. Bersungut-sungut – mengeluh, mengkritik, cerewet, menggosip, pemfitnah (pengumpat/suka menyumpah dan mencaci-caci Tuhan).

Sering orang yang sudah berbuat dosa mengenal tindakannya sebagai suatu masalah saja, atau ia malah menyangkal dengan mengatakan bahwa dirinya sedang ditimpa kesialan. 

Semua masalah di dalam kehidupan ini didasarkan pada dosa. Karena itulah manusia membutuhkan Penebus Dosa sebagai jawaban atas masalah mereka. Allah mengetahui hal ini. Itulah sebabnya Yesus Kristus diutus datang ke dalam dunia ini dan mau mati demi dosa-dosa kita.

Semua orang telah berbuat dosa 
dan telah kehilangan kemuliaan Allah
Maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia
harus bertobat.
(Rm 3:23; Kis 17:30)

Bila seorang pria mau menaati Allah, maka ia sedang memaksimalkan keberadaannya sebagai seorang pria – kepribadian, talenta, dan karakter seorang pria. 

Ketaatan pada perintah Allah akan memberikan kedamaian yang sangat menenangkan. Ketidaktaatan menimbulkan kekacaubalauan, rasa takut, dan penderitaan. Semua itu memusnahkan kedamaian. Bertobat dari dosa, dan dengan iman yang tertuju kepada Allah merupakan kunci damai sejahtera.

Bila saudara tidak memaafkan 
dosa yang sudah diperbuat oleh seseorang,
sesungguhnya saudara sedang menanggung dosa tersebut; 
menahannya.
Akibatnya 
saudara akan membuat kesalahan-kesalahan yang sama 
terhadap orang lain.

Terlalu sering pria penyerahkan pengaruh rohaninya kepada istrinya. Karena mengikuti peraturan, sang istri pun bertanggung jawab. Ini merupakan masalah bagi pria, tetapi ia sendiri tidak tahu. 

Karena ia menolak tanggung jawab yang diberikan Allah untuk menjadi pemimpin rohani di dalam keluarganya, ia berada di bawah penghakiman Allah, sementara ia bertanya-tanya mengapa Allah tidak memberkatinya.

Abraham memberikan warisan kepada anak-anaknya dalam bentuk iman dan keuangan. Adalah tanggung jawab anak-anak untuk menjaga pemberian itu dan mengembangkannya, bukan untuk menghabiskannya. 

Jika Allah tidak ingin anak laki-laki mewarisi pelayanan ayahnya, maka tidak akan dikenal sebagai Allah Abraham, Ishak dan Yakup. 

Anak-anak bisa mewarisi pelayanan-pelayanan, tetapi mereka tidak bisa mewarisi pengurapan. Mereka harus menerima pengurapan dari Allah sendiri. Hal ini pun sama dalam bisnis. Seorang anak hanya bisa diberi kepemimpinan setelah ia mampu membuktikan kemampuannya, kalau tidak maka kepemimpinannya tidak akan diterima.

(Warta KPI TL No. 33/I/2007; Kesempurnaan Seorang Pria, Edwin Louis Cole)