Rabu, 27 Mei 2020

17.17 -

Berdoa dan bersilih bagi bangsa dan dunia



Dalam Kitab Kejadian ada kisah menarik tentang doa syafaat Abraham untuk Sodom. Saat itu Tuhan hendak menghukum dan melenyapkan penduduk kota Sodom karena dosa-dosa mereka (Kej 18:20-33). 

Abraham memberanikan diri berdiri di hadapan Tuhan dan berkata: “Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik? Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu? Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?” 

Tuhan berfirman: “Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka.” Dialog ini kemudian berlanjut dan berlanjut. Akhirnya, jika ada sepuluh orang benar saja di kota Sodom, Tuhan tidak akan memunahkan kota ini. 

Dari perikop Kitab Suci di atas, kita bisa melihat bahwa dosa penduduk kota Sodom mendatangkan bencana yang merupakan hukuman Tuhan. Jika kita refleksikan, di jaman kita ... juga di negeri kita ... ada banyak bencana dan ada banyak dosa dan kejahatan. Namun, sayang, tidak banyak orang yang menghubungkan keduanya. 

Umumnya, orang memandang bencana hanya sebagai gejala alam atau peristiwa biasa dan sama sekali tidak dapat terdengar pesan ilahi dibaliknya yang mengajak untuk bertobat. Padahal, tidak ada satu pun “kebetulan” di mata Tuhan. Bahkan, tak satu helai rambut pun jatuh karena “kebetulan” bagi Dia. Tuhan sendiri menghendaki agar kita membaca tanda-tanda jaman (Mat 16:3). 

Seperti Abraham, kita juga dipanggil untuk berdoa bagi dunia, bagi bangsa dan negara, bagi keselamatan jiwa-jiwa. Pedulikah kita ... dalam sehari berapa kali kita berusaha berdoa atau bersilih untuk itu? Kepedulian akan keselamatan jiwa-jiwa merupakan salah satu kepribadian kristiani yang dewasa

Sebenarnya dasar kepedulian kita bukanlah hanya kasih kita kepada mereka, tetapi terlebih lagi kasih kita pada Kristus. Orang yang mengasihi Kristus akan mengasihi apa yang dikasihi-Nya. Orang yang mengasihi Kristus akan mengasihi sesamanya. Kasih itu peduli, kasih itu melibatkan diri (walaupun tidak secara konkrit, tetapi bisa melalui doa, dll). 

Kita bisa berdoa bagi keselamatan jiwa-jiwa, tidak hanya secara khusus saat kita duduk manis dalam gereja, tetapi juga dengan mempersembahkan semua yang kita lakukan (entah itu doa, puasa, penyangkalan diri, ataupun aktivitas-aktivitas kita lainnya kepada Yesus untuk keselamatan jiwa-jiwa). 

Contoh konkritnya: jika kita sedang berjalan, kita bisa katakan kepada Yesus dalam hati: “Untuk-Mu, Yesus setiap langkah-ku, untuk keselamatan jiwa-jiwa.” Atau, sebelum memulai suatu pekerjaan, kita bisa berdoa kecil: “Tuhan, kupersembahkan untuk-Mu pekerjaan ini, untuk pertobatan para pendosa, pertobatanku, pertobatan keluargaku, ...” Masih banyak contoh lainnya. 

Jika dipersembahkan kepada Yesus, maka semua yang kita lakukan itu (asal bukan dosa) mempunyai nilai (membawa rahmat) bagi keselamatan jiwa-jiwa. Sayang khan jika hanya karena kita lupa mempersembahkan aktivitas kita kepada Yesus, maka satu jiwa tak tertolong dan tercebur ke dalam api neraka? 

(Sumber: Hidup dalam Roh September-Oktober 2009 Tahun XIII, Sr Maria Andrea, P.Karm).