Senin, 23 Maret 2020

Identitas kehidupan

 


Pembaptisan tidak hanya membersihkan dari semua dosa, tetapi serentak menjadikan orang yang baru dibaptis suatu "ciptaan baru" (2 Kor 5:17), seorang anak angkat Allah (Gal 4:5-7); ia "mengambil bagian dalam kodrat ilahi" (2 Ptr 1:4), adalah anggota Kristus (1 Kor 6:15; 12:27), "ahli waris" bersama Dia (Rm 8:17) dan kenisah Roh Kudus (1 Kor 6:19) (KGK 1265). 

Tritunggal Mahakudus menganugerahkan kepada yang dibaptis rahmat pengudusan, rahmat pembenaran, yang 

- menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan ilahi, supaya percaya kepada Allah, berharap kepada-Nya, dan mencintai-Nya

- menyanggupkan dia oleh anugerah-anugerah Roh Kudus, supaya hidup dan bekerja di bawah dorongan Roh Kudus

- menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan susila, supaya bertumbuh dalam kebaikan. Dengan demikian, berakarlah seluruh organisme kehidupan adikodrati seorang Kristen di dalam Pembaptisan kudus (KGK 1266). 

Orang yang dibaptis telah "dilahirkan kembali menjadi anak-anak Allah, mereka wajib mengakui di muka orang-orang iman, yang telah mereka terima dari Allah melalui Gereja" (LG 11) serta untuk mengambil bagian dalam kegiatan apostolik dan misioner umat Allah (Bdk. LG 17; AG 17; 23) (KGK 1270). 

Orang yang dibaptis menjadi serupa dengan Kristuskarena melalui Pembaptisan ia digabungkan bersama Kristus (KGK 1272; Rm 8:29).

Saya hampir mati ketika batok kepala saya terbuka. Berkat kebaikan-Nya, maka saya dibangunkan oleh-Nya. Tuhan itu Mahabaik, jika kita hidup menurut jalan-Nya (Yoh 14:6 » Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku; Yer 29:11 » Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan). 

Pengalaman dikasihi Allah, membuat saya bertobat dari pemberontakan saya (karena saya dikucilkan sebagai orang Katolik). Kehadiran Allah ini membuat saya tidak peduli lagi dengan kritikan. Misalnya: tampang saya brewokan, dianggap teroris. Bagi saya, yang lebih penting memperlihatkan identitas saya sebagai seorang Katolik (tanda kesaksian), yaitu: seluruh hidup saya sama seperti Dia yang kudus (1 Ptr 1:15-16). 

Sesudah ditahbiskan menjadi seorang imam, saya diutus oleh Jenderal ke Argentina. Namun, visa saya ditolak untuk pergi ke tanah misi tersebut. Oleh karena itu Jendral menyuruh saya membuat surat ke dua. 

Karena saya ingin mempunyai kepribadian seperti Yesus (Yoh 4:34; 5:19-24; 19:30 » melakukan kehendak-Nya dan menyelesaikan pekerjaan-Nya, maka saya sengaja berdoa (Tuhan, berilah tempat yang paling sulit bagi saya, agar saya berani menjadi saksi-Mu. Berilah tempat orang yang paling membenci saya, agar saya bisa menghargai setiap doa yang dipanjatkan lewat diri saya) dan memilih dua tempat yang sulit yaitu: Amazon dan Filipina Utara. 

Syukur kepada Allah, akhirnya saya ditempatkan di Filipina Utara. Tempat ini benar-benar sangat sulit secara geografis maupun finansial. Justru di tempat yang sulit inilah saya belajar menghayati kehidupan sebagai pengikut Kristus yang sejati, yaitu: menyangkal diri dan memikul salib setiap hari dan mengikuti-Nya (Luk 9:23), belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan (Flp 4:11; Luk 3:8, 14) karena uang sakunya hanya diberi dua belas juta setahun. 

Karena saya tahu identitas saya sebagai seorang imam, maka jika ada seseorang yang datang menghadap saya, ia pasti membutuhkan sarana imamat saya, maka saya selalu siap dengan stola dan minyak urapan. Meskipun tidak ada seorang pun yang menghargai pelayanan saya, saya belajar untuk tidak marah. 

Bagi saya, yang penting saya melayani sesuai dengan kehendak-Nya, saya percaya bahwa Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil saya dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan saya, sesudah saya menderita seketika lamanya (1 Ptr 5:10). 

Jadi, kekristenan bukanlah sekedar liturgi keagamaan, melainkan suatu hubungan karib dengan Tuhan, pengalaman hidup pribadi seseorang bersama Tuhan hari lepas hari. Hal inilah yang ditegaskan Tuhan kepada Nikedemus: “Sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” Tanpa kelahiran baru, pekara rohani apapun yang kita kerjakan takkan lebih dari sekedar kegiatan agamawi atau rutinitas. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 179/III/2020 » Renungan KPI TL Tgl 7 Novermber 2019 Romo Heru Kurniawan, SVD).