Selasa, 17 Desember 2019

Kau telah memilihku



Waktu saya kelas tiga SD, ada seorang teman ibu saya (X) yang tinggal di Pucang Jajar, mau menitipkan pianonya karena dia merasa sayang jika piano tersebut rusak akibat dari banjir selutut, katanya: "Jika ada yang berminat membeli piano tersebut, piano tersebut saya jual." 

Karena ibu saya tidak berjiwa pedagang, maka piano tersebut tetap berada di rumah saya. Pada suatu hari tiba-tiba saya tertarik untuk membuka piano tersebut dan tanpa sadar jari-jemari tangan saya menekan tuts piano. 

Melihat ulah saya, ibu saya bertanya: "Grace, apakah kamu mau mama belikan piano itu?" Saya langsung meng-iya-kan. Setelah itu ibu saya berunding dengan ayah saya, mereka memutuskan membeli piano tersebut, bahkan saya dileskan. Jadi, saya les piano sejak kelas tiga SD. Ketika SMA saya mulai memberi les piano. 

Saya mempunyai adik yang menderita sakit asma. Suatu hari asmanya kumat hingga coma (tidak sadar dalam waktu panjang yang disebabkan oleh penyakit atau cedera). Oleh karena itu kami sekeluarga berencana menjual rumah di Pucang Adi dan pindah ke daerah yang sirkulasi udaranya lebih baik. Harapan kami, sepulang dari Rumah Sakit adik saya bisa bernafas lebih lega. 

Namun rencana manusia berbeda dengan rencana Tuhan. Ternyata adik saya meninggal setelah coma lima bulan, bahkan ayah saya juga meninggal sebelum adik saya meninggal. Rumah sudah terjual, mau tidak mau saya dan ibu saya harus pindah ke rumah baru di Rungkut Asri. 

Proses yang kami alami sungguh berat, namun kami beroleh kekuatan yang luar biasa karena Tuhan mengutus malaikat-malaikat-Nya, baik yang bersayap maupun yang tidak bersayap sehingga kami bisa melewati masa yang pahit itu. 

Di Gereja Gembala Yang Baik saya berjumpa dengan teman kuliah saya, dia bertanya kenapa saya ke gereja ini. Lalu saya menceritakan bahwa saya baru saja pindah rumah ke Rungkut. Katanya: "Kalau gitu, tiap Minggu pagi datang ke rumahku ya ..." Ternyata setiap Minggu pagi ada pertemuan sel KTM (suatu kelompok kecil yang mempunyai jalinan yang erat di antara anggotanya saling menguatkan melalui puji-pujian, doa, pengajaran dan sharing. Tak hanya itu, persaudaraan dalam kelompok sel pun makin dirasakan melalui saling mendoakan kebutuhan satu sama lain). 

Pertama kali ketika mendengar sharing teman-teman sel, saya merasa aneh karena hal-hal yang biasa saja kok disharingkan, misalnya: saya bersyukur, tadi pagi bisa melihat matahari bersinar, mendengar suara burung berkicau dan merasakan hembusan angin yang sejuk. Pada waktu itu saya berpikir "sharing" harus yang spektakuler. 

Atas permintaan teman-teman maka saya mulai belajar mengiringi lagu-lagu dengan keyboard kecil saat pertemuan sel. 

Di tempat kuliah saya bertemu dengan seorang teman yang juga mengajak bergabung dengan komunitasnya, yaitu PD Nasaret, waktu itu pembimbingnya Ibu Sugiato dan Bapak Donny Vincent. Di Persekutuan Doa ini saya disuruh melatih anak muda cara bermain musik drum dan keyboard. Awal mulanya mereka tidak tahu musik sehingga suaranya gaduh karena asal main saja. 

Karena saya sudah mahir bermain piano, maka saya melamar menjadi pianis jam-jaman di hotel-hotel berbintang lima. Namun, lamaran saya ditolak. Lalu saya bertanya pada Tuhan dalam doa: "Tuhan, untuk apa semua ilmu ini?" Dengan berjalannya waktu saya mengetahui bahwa Tuhan tidak memanggil saya dalam dunia sekuler namun ilmu saya untuk melayani-Nya di persekutuan-persekutuan doa hingga saat ini. 

Selesai kuliah saya bekerja di pabrik sesuai dengan studi saya, teknik kimia. Suatu saat, tiba-tiba terpikir untuk mengajukan resign (berhenti bekerja) karena saya tidak mau menghabiskan waktu saya sampai usia lima puluh kima tahun baru, pensiun dan baru mengerjakan sesuatu yang saya sukai. 

Lalu saya berdoa: "Tuhan, kalau Engkau mengizinkan aku berhenti bekerja dari pabrik ini, berilah aku tempat untuk mengajar musik." Sungguh luar biasa penyertaan Tuhan, saya diterima mengajar di sekolah musik Purwacaraka. 

Suatu saat saya bertemu dengan teman SMA, setelah selesai kuliah saya bekerja di Surabaya, dia bekerja di luar pulau. Kami berpacaran jarak jauh melalui telpon (interlokal, belum ada video call waktu itu). Karena mahal diongkos, kami memutuskan untuk segera menikah. 

Beberapa bulan sebelum menikah dia pindah kerja di Surabaya. Ketika mengetahui bahwa hampir setiap hari saya pelayanan musik dari PD ke PD, dia protes, katanya: "Apakah setelah menikah, aku setiap hari ditinggal seorang diri di rumah?" Jawab saya: " Ya tidak. Waktunya akan kuatur sehingga kita bisa tetap bersama-sama." 

Setelah menikah, saya tidak boleh melakukan apapun yang bersifat rohani. Saya benar-benar berada di persimpangan jalan, di satu sisi jiwa saya rindu bersekutu dengan Tuhan yang tidak kelihatan, di sisi yang lain setiap hari saya melihat suami saya yang marah jika saya datang ke persekutuan. 

Setiap hari Senin, saat ada pertemuan sel pasutri HSM, saya selalu diajak jalan-jalan ke mall. Pada awal mulanya saya senang, namun lama-kelamaan jiwa saya terasa kering. Mengalami hal ini saya tidak berputus asa, saya terus berdoa dan mohon dukungan doa juga dari teman-teman di sel. 

Kadangkala saya tidak kuat memendam kerinduan ini, saya tetap datang ke sel meskipun harus menghadapi kemarahan suami saya. Di dalam pertemuan saya duduk sambil menangis, semua teman tidak ada yang bertanya karena mereka sudah tahu persoalan yang saya hadapi. 

Suatu hari pekerjaan suami saya jatuh sampai minus, waktu itu saya masih kerja. Saya berkata: “Tuhan jawaban doanya kok seperti ini? Suami saya sebagai tulang punggung, jika tidak ada kerjaan, saya juga ikut susah." Jawab-Nya: "Itulah jalan satu-satunya untuk memprosesnya." 

Akhirnya saya mengerti rancangan-Nya, maka saya memohon kekuatan-Nya dan bimbingan-Nya agar dapat mengajak suami saya datang ke sel pasutri. Puji Tuhan, dia akhirnya mau datang ke sel. Saya langsung menghubungi teman-teman di sel, saya katakan: "Suamiku mau datang ke sel, jangan sambut dia dengan heboh, sambutlah biasa saja agar dia tidak malu." 

Setelah beberapa kali mengikuti pertemuan sel, saya bertanya bagaimana perasaannya. Katanya: "Yang punya masalah bukan kita saja, ternyata semua orang punya masalah." 

Saya menjawab: "Ya. Komunitas kaum beriman adalah tempat pertemuan para sahabat Yesus, memperdalam iman melalui pengajaran-pengajaran Gereja, saling berbagi kegembiraan dan penderitaan dan memberi kesaksian sehingga jiwa kita dikuatkan dalam menjalani kehidupan yang berat ini sampai akhir. Jadi, itulah yang membedakan orang yang mempunyai Tuhan. Kalau kita punya Tuhan Yesus, kita punya pengharapan. Meskipun masalah berat, Tuhan akan memberikan kekuatan pada kita." 

Suatu hari suami saya mengajak ke doa lingkungan. Karena sering datang ke doa lingkungan, akhirnya suatu hari dia dipilih menjadi ketua lingkungan. Saya mendukungnya. Karena di Gereja Roh Kudus ada KEP, sebagai ketua lingkungan mau tidak mau ya harus mau ikut KEP. 

Sejak mengikuti KEP, setiap bangun tidur dia langsung berdoa, membaca Kitab Suci dan merenungkannya serta mencatat sharing kehidupannya di buku. Dengan berjalannya waktu, imannya mulai bertumbuh. 

Jika ada masalah, sekarang dia tidak hidup dalam ketakutan lagi, karena dia tahu bahwa Allah memberikan kepadanya bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (2 Tim 1:7). Sekarang dia percaya bahwa Tuhan lebih besar dari pada masalah yang dihadapinya. 

Ketika Tuhan memberikan sebuah misi, Dia selalu memasukkan kita ke dalam sebuah proses, sebuah proses pemurnian, sebuah proses kebijakan, sebuah proses ketaatan, sebuah proses doa (Paus Fransiskus). 

Rumah ibu saya sering dipakai sebagai tempat persekutuan doa atau doa lingkungan. Sesudah selesai pertemuan tersebut, seringkali pembantu ibu saya (M) bercerita tentang kebaikan Tuhan yang dia dengar ketika menyajikan makanan atau minuman ke para tamu. 

Kalau ada suatu masalah, M bercerita bahwa dia selalu berdoa kepada Tuhan Yesus. Suatu hari saya bertanya padanya: "Kamu bukan beragama Katolik, mengapa berdoa pada Tuhan Yesus?" Jawabnya: "Non, saya sudah mendengar sharing dalam persekutuan doa bahwa Tuhan Yesus selalu menolong pada setiap orang yang percaya pada-Nya. Karena saya buta huruf tidak bisa membaca Alkitab, maka saya mendengar dari kotbah-kotbah di radio ketika memasak. Dari situ saya tahu bahwa Tuhan Yesus sungguh amat baik, Dia selalu memberi jalan keluar secara ajaib, pertolongan-Nya tidak pernah terlambat." 

Setiap gajian M hanya mengambil sebagian kecil saja, sisanya dititipkan pada saya. Meskipun saya sebagai tuannya, saya rela membuat pembukuan. Ketika tubuh M sudah tidak kuat bekerja lagi, maka saya menyarankannya untuk pulang ke desanya dan saya berjanji untuk memberi uang pensiunan padanya karena M sudah empat puluh tahun lebih telah bekerja pada ibu saya, dia bekerja sejak saya berumur dua tahun. 

Ketika saya pulangkan, sisa uang yang ada pada saya tidak diambilnya, katanya: "Non, sisa uang gajian saya tolong disimpankan. Jika saya membutuhkan, saya akan menghubungi Non." 

Suatu hari M menelpon saya dan mengatakan bahwa sakit jantungnya semakin parah dan dia ingin segera dibaptis secara Katolik. Begitu mendengar kabar itu, saya langsung mencari alamat Gereja di Cepu lewat internet untuk menanyakan nomer telpon ketua lingkungan di mana M tinggal. 

Kata ketua lingkungannya: "Saya tidak keberatan sama sekali untuk melayani pembaptisan M. Tetapi mohon ditanyakan keluarganya, apakah keluarganya bersedia diadakan upacara secara Katolik saat M meninggal?” 

Lalu saya menelpon M. Ternyata adik M dan anaknya tidak menyetujui M dibaptis secara Katolik. Saya katakan: “Jangan sedih M, berkatalah pada Tuhan Yesus, ‘Tuhan Yesus, aku mau mengikuti-Mu, namun aku tidak boleh dibaptis oleh keluargaku. Tolong Tuhan Yesus kalau saatku tiba tolong jemputlah aku bersama Bunda Maria’. Tuhan Yesus itu mengerti kalau kamu rindu mau mengikuti-Nya.” 

Tgl 25 desember 2018 saya menelpon M untuk mengucapkan selamat Natal. Setelah selesai menelpon, saya berdoa agar Tuhan Yesus beserta Bunda Maria menjemput M. Keesokan harinya adik M melaporkan bahwa pagi ini M sarapan pagi dan minum teh, sekarang tidur nyenyak. Setelah diperiksa dokter ternyata sudah meninggal. Mendengar kabar itu saya berdoa: “Tuhan terima kasih, Engkau dan Bunda Maria telah menjemput M dalam keadaan damai.” 

Dari dua peristiwa di atas, saya merefleksikan beberapa hal: 

Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu (Yoh 15:16). Tuhan memanggil kita dengan berbagai macam cara, ada yang dipanggil sejak bayi, mendapatkan warisan iman dari orang tuanya; ada yang bersekolah di sekolah Katolik, lalu tertarik dengan ajaran Katolik dan minta dibaptis secara Katolik; ada yang awal mulanya dari pada tidak ada kegiatan di kost lalu mengikuti temannya ke gereja atau ke persekutuan, setelah menerima benih firman yang ditaburkan, hatinya tertarik untuk dibaptis secara Katolik dll. 

Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. ... Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya. Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah (Ibr 12:6-8, 11-12). 

Didikan yang keras adalah bagi orang yang meninggalkan jalan yang benar, dan siapa benci kepada teguran akan mati (Ams 15:10). 

Bergembiralah ketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu - yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api -- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya (1 Ptr 1:6-7). 

Jadi, ketika kita sudah dipilih Tuhan, kita dimurnikan supaya kita layak dipakai oleh-Nya. Kita dipersiapkan untuk maju perang setiap hari di batin kita melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara (Ef 6:12). 

Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya (Ams 16:9). Tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik (2 Tim 3:17). Ia yang memulai pekerjaan yang baik, akan meneruskannya sampai pada akhirnya (Flp 1:6). 

Orang tua saya tidak pernah berpikir untuk membelikan piano buat saya. Gara-gara piano tersebut dititipkan ... akhirnya dibeli. Kalau sudah waktunya diutus, Allah sendiri menuntun di mana harus berkarya. Buktinya: saya bekerja di pabrik sesuai dengan ijasah saya, namun tanpa sadar saya dituntunnya bekerja sesuai dengan panggilan saya, yaitu sebagai guru musik dan melayani-Nya di bidang pujian penyembahan. Kalau semua itu bukan karena rencana Tuhan, maka semuanya itu tidak akan terjadi. 

Penderitaan akan merobek jiwa, jika kita tetap bertahan sampai pada kesudahannya akan diselamatkan (Ams 27:9; Mat 24:13). Oleh sebab kita memerlukan ketekunan, supaya sesudah kita melakukan kehendak Allah, kita memperoleh apa yang dijanjikan itu (Ibr 10:36). Berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia (1 Kor 15:58). 

Tuhan tidak ingin anak-anak yang dipilih-Nya mundur dari melayani-Nya. Berkat penyertaan-Nya, sekarang saya ke "sel" berdua dengan suami saya. Jika saya berhalangan datang, dia datang sendiri karena sudah ada kesadaran untuk hidup dalam komunitas. 

Firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya (Yes 55:11). Siapa memperhatikan firman akan mendapat kebaikan, dan berbahagialah orang yang percaya kepada Tuhan (Ams 16:20) 

(Sumber: Warta KPI TL No. 176/XII/2019 » Renungan KPI TL Tgl 14 November 2019, Ibu Gracia Halim).