18.28 -
SP Lukas
Luk 5:1-11
Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya
Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)
Penanggalan liturgi
Kamis, 6 September 2018: Hari Biasa XXII - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: 1 Kor 3:18-23; Mzm 24:1-2, 3-4ab, 5-6; Luk 5:1-11
Bacaan: Yes 6:1-2a, 3-8; Mzm 138:1-2a, 2bc-3, 4-5, 7c-8; 1 Kor 15:1-11; Luk 5:1-11
Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya.
Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu.
Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." Simon menjawab: (1) "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi (2A) karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga."
Dan (2B) setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.
Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa."
Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap; demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, mereka pun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.
Renungan
1. Hidup yang berkualitas dan penuh makna
(1, 2AB) Pengakuan diri dengan rendah hati sebagai pribadi yang lemah, rapuh dan jauh dari sempurna adalah awal yang baik. Unsur mendasar ini bertujuan untuk menuju pribadi yang berkualitas dan mendalam.
Orang yang mau belajar dan mau dibentuk adalah pribadi yang sanggup merefleksikan setiap pengalaman hidupnya sebagai jalan menuju kedewasaan dan kematangan hidup. Inilah hidup yang berkualitas dan penuh makna.
Ketika kita sudah sampai pada kesadaran ini, maka kita akan mampu memandang hidup dan dunia ini secara kontemplatif, yaitu melihat semua pengalaman hidup dengan kaca mata iman dan menyadari peranan Tuhan dalam setiap derap langkah pendewasaan dan penyempurnaan hidup.
Marilah kita mengikuti Yesus dengan lebih berani meninggalkan segala paham, ide-ide, fanatisme dan konsep-konsep tertentu yang terlalu melekat dalam diri kita, yang selama ini membuat diri kita terjerat pada kedangkalan hidup.
2. Menjadi “penjala manusia”
(1) Simon dan teman-temannya adalah nelayan profesional yang semalaman menjala ikan tetapi tidak mendapatkan hasil. Hidup mereka sangat tergantung dari hasil tangkapan ikan.
(2AB) Meskipun mereka sudah berpengalaman tetapi tetap terbuka akan perintah Yesus. Mereka bersikap rendah hati dengan membuka hati dan budi mereka sehingga rahmat Allah mempunyai ruang dan bisa berkarya dalam diri mereka, memampukan mereka untuk menjadi “penjala manusia”.
Marilah kita bersikap rendah hati dengan membuka hati dan budi kita, membiarkan Tuhan merajai diri kita sehingga memampukan kita menjadi utusan-utusan-Nya, menghadirkan Kerajaan Allah, menghadirkan terang-Nya sehingga semakin banyak orang merasakan kehadiran Tuhan.