05.07 -
SP Matius
Mat 2:13-18
Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya
Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)
Penanggalan liturgi
Jumat, 28 Desember 2018: Pesta Kanak-kanak Suci, Martir - Tahun C/I (Merah)
Bacaan: 1 Yoh 1:5 - 2:2; Mzm 124:2-3, 4-5, 7b-8; Mat 2:13-18
Bacaan: 1 Yoh 1:5 - 2:2; Mzm 124:2-3, 4-5, 7b-8; Mat 2:13-18
Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada (1A) Yusuf dalam mimpi dan berkata: "Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia."
Maka (1B) Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana hingga Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku."
Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, (2A) ia sangat marah. Lalu (2B) ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu.
Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: "Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi."
Renungan
1. Mengambil keputusan
(1AB) Kata "mimpi" yang ada di dalam Injil tidak berarti St. Yusuf berada di dalam mimpi yang tidak sadar, tetapi hendak menunjukkan situasi batin yang tenang dan damai. Dalam situasi batin ini, St. Yusuf mampu mendengarkan suara dan kehendak Tuhan bagi dirinya sehingga dia dapat menyelamatkan Yesus dari keputusan emosional Herodes.
Ketika mengambil keputusan apa pun, janganlah sedang berada dalam emosi yang berlebihan, baik emosi positif (Mrk 6:22-26 》 sangat bahagia) maupun emosi negatif (2AB 》 sangat marah).
Sebab keputusan tersebut tidak berasal dari pertimbangan yang rasional, bijaksana, namun berasal dari emosi sehingga dapat dipastikan bahwa hasil dari keputusan itu pun tidak akan memuaskan.
St. Yusuf mengajarkan bahwa jika hendak mengambil keputusan, haruslah berada dalam situasi batin yang tenang agar kehendak Tuhan semakin terdengar.
2. Mimpi yang menyelamatkan
Mimpi bukanlah sekedar bunga tidur saja karena melalui mimpilah Allah berkomunikasi dengan Yusuf. Mimpi sebagai sarana bagi Allah untuk menyelamatkan Yesus yang hendak dibunuh oleh Herodes yang menjadi raja pada waktu itu.
Yusuf menanggapi mimpi itu dengan serius sehingga ia tidak banyak bicara atau bertanya lagi tetapi ia langsung bertindak demi keselamatan Yesus. Situasi ini tentu tidak mudah bagi keluarga kecil ini karena mereka harus menyingkir malam itu juga.
Tindakan berani Yusuf ini karena ia yakin dan percaya pada penyelenggaraan Tuhan. Ia percaya bahwa Allah akan menjaga, melindungi dan menuntun mereka.
Situasi ini benar-benar menampilkan sosok Yusuf yang rendah hati, bertanggung jawab dan sabar. Lebih dari itu, situasi ini mau menunjukkan bahwa Yusuf adalah seorang yang beriman dan takut akan Tuhan. Sikap yang ditunjukkan Yusuf ini haruslah ada di dalam diri kita terutama dalam keluarga kita.
Yusuf ingin menunjukkan pada kita bahwa apa pun persoalan yang kita hadapi, tetaplah tenang dan sabar. Bertanggung jawab terhadap hidup kita dan juga keselamatan kita dan orang lain terutama bertanggung jawab atas keluarga yang telah Tuhan titipkan kepada kita,
Yusuf juga mengajak kita untuk tetap rendah hati dalam mendengarkan suara Tuhan di dalam hidup kita. Ia mengajak kita untuk percaya sepenuhnya kepada Tuhan bahwa Ia akan selalu menjaga dan melindungi hidup kita.
3. Akibat dari kemarahan buta
(2A) Perintah Herodes tentu saja dipicu oleh arogansi akan kekuasaan, ego, penyalahgunaan wewenang dan pola pikir superioritasnya.
Herodes adalah simbol dari kekejaman pihak-pihak berkuasa yang memanfaatkan orang lain demi keuntungan mereka sendiri. Anak-anak kecil adalah simbol dari orang-orang yang tak berdaya, mereka yang tak mampu bersuara dan tak mampu membela diri. Mereka yang menjadi korban kekejaman pihak yang berkuasa.
Apakah Herodes menderita karena tindakannya yang tercela itu? Tentu saja! Dia menderita dalam kesepian dan tidak memiliki kedamaian dalam hati dan pikirannya selama sisa hidup. Kita pun bisa mengalami hal yang sama jika kita membiarkan diri kita dikuasai oleh ego, perasaan superior dan kemarahan buta.