Selasa, 07 Agustus 2018

19.59 -

Mat 16:13-19

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


1. Puncak kebahagiaan iman

Jumat, 29 Juni 2018: Hari Raya Petrus dan Paulus, Rasul
Tahun B/II (Merah)
Bacaan:
Kis 12:1-11
Mzm 34:2-3, 4-5, 6-7, 8-9
2 Tim 4:6-8, 17-18
Mat 16:13-19

Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi."

Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!"

Kata Yesus kepadanya: (*) "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.

Renungan:

Hari ini kita merayakan Hari Raya Santo Petrus dan Paulus, dua orang Rasul besar dalam sejarah Gereja. Santo Petrus yang menjadi Batu Karang bagi Gereja dan Santo Paulus yang menjadi Rasul Para Bangsa.

Kiprah kedua Rasul besar ini tentu tak bisa disangkal bagi perkembangan Gereja. Keduanya menjadi istimewa karena mereka telah mencapai puncak kebahagiaan iman mereka baik semasa hidup di dunia dan hidup di akhirat.

Berbicara tentang puncak kebahagiaan iman, Santo Thomas Aquinas dalam konsepnya tentang Eudaimonisme atau Kebahagiaan membedakan dua hal ini yaitu antara kenikmatan dan kebahagiaan. 

Kenikmatan dilihat oleh Santo Thomas Aquinas sebagai sebuah kesementaraan dan kebahagiaan dilihatnya sebagai sebuah keabadian. Kesementaraan karena dalam hitungan detik kenikmatan atau kesenangan itu akan lenyap sedangkan kebahagiaan itu tetap melekat dan menghantar pada sebuah keabadiaan.

Selanjutnya Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa puncak dari kebahagiaan adalah Visio Beatifica, memandang wajah Allah dari wajah ke wajah dan berbicara dengan Allah dari hati ke hati.

(*) Simon dikatakan berbahagia karena melalui keakraban, melalui relasinya dengan Yesus, ia mengetahui siapa itu Yesus bagi dirinya. Pengenalan akan Yesus oleh Simon ini dibangun dari sebuah keakraban, dari sebuah keintiman bersama Yesus.

Pada titik ini Simon mencapai titik visio beatificanya karena ia bukan saja membangun sebuah keakraban tetapi ia mampu untuk melihat dengan mata imannya, siapa sosok yang ada di hadapannya. Bukan saja sosok yang ia kenal dalam perjumpaan di Galilea, bukan saja sosok yang mengangkat dia dari keterpurukan tetapi lebih dari itu Sosok yang ada di hadapannya adalah Mesias Putera Allah yang Maha Tinggi, sosok Putera Allah yang menjelma menjadi manusia.

Pertanyaan refleksi untuk kita, sejauh mana kita membangun keakraban bersama Yesus? Sejauh mana pengenalan kita akan sosok Yesus bagi diri kita?

Santo Petrus dan Santo Paulus berhasil untuk membaharui diri mereka karena keakraban mereka bersama Yesus. Mereka mencapai visio beatifica karena bagi mereka Yesus adalah segalanya. Mari kita pun pertajam mata iman kita dengan membangun keakraban bersama Yesus sahabat setia kita.

Tuhan Yesus memberkati.