02.55 -
*Allah Putra*
Allah yang tersembunyi
“Kekasih, di manakah Engkau tersembunyi? Inilah ungkapan hati setiap jiwa yang merindukan Sang Kekasih yang tak lain adalah Allah. Allah yang dirindukan oleh jiwa yang haus dan lapar, namun Allah tidak ditemukannya. Ia seolah-olah menghilang dan bersembunyi, maka jiwa itu pun berusaha mencari-Nya, berlari untuk mendapatkan-Nya, namun ia tertinggal jauh. Jiwa pun terluka dan merintih. Yang dikejarnya hilang tak berbekas, yang dipanggilnya diam tak mendengarkan suara. Jiwa mengeluh, merana karena rindu akan kekasihnya, Allah yang tersembunyi.
Ketersembunyian-Nya mengundang ketertarikan jiwa kita untuk lebih mengenal Dia. Jiwa kita sebetulnya memang telah mengenal-Nya karena Allah telah menyatakan diri-Nya dalam diri Yesus Kristus, namun Dia tetaplah suatu misteri dan rahasia.
Ketersembunyian-Nya itu justru semakin menarik jiwa kepada-Nya. Kita mengenal Dia, bergaul akrab dengan Dia yang tersembunyi tanpa harus memahami seluruh rahasia pribadi-Nya yang unik.
Hal tersembunyi ini dapat diandaikan juga seperti pergaulan kita dengan orang lain. Dua sahabat kental yang sudah saling mengenal lama dan saling mengerti masing-masing pribadi, tetap saja tak akan dapat menyelami kedalaman hati sahabatnya yang tersembunyi.
Ada suatu rahasia pribadi yang tak dapat dimengerti oleh orang lain. Bahkan hal ini juga berlaku pada dua orang saudara kembar.
Sekalipun berasal dari sel telur yang sama, dua orang ini adalah 2 pribadi yang berbeda yang masing-masing mempunyai ketersembunyiannya.
Masing-masing menyimpan rahasia dalam kedalaman hatinya. Namun demikian, ketersembunyiaan, rahasia, dan misteri yang ada dalam pribadi yang satu tidaklah menjadi suatu halangan bagi pribadi yang lain untuk mencintainya, untuk mengenalnya lebih dalam. Ketersembunyian itu justru semakin memikat dan semakin membuat hati rindu untuk lebih dekat lagi.
Ketersembunyian Allah ini merupakan suatu misteri yang indah. Walaupun dikatakan pada saat kematian nanti kita akan berhadapan muka dengan Allah, namun tetaplah Allah adalah yang tersembunyi.
Kita tidak mungkin akan dapat menyelami seluruh isi hati Allah, seluruh pikiran dan keberadaan-Nya, itu tetaplah merupakan suatu misteri dan rahasia Allah.
Yang terpenting adalah bahwa Allah bukanlah sengaja menyembunyikan diri dari kita. Allah bukanlah seperti manusia yang tak jarang sengaja menyembunyikan diri dari orang lain.
Kita sengaja tidak ingin dikenal karena adanya suatu kekurangan dalam diri kita yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Kita sengaja bersembunyi karena takut topeng-topeng kita yang indah akan ketahuan buruknya dan membuat orang lain kaget akan kenyataan diri kita yang buruk itu.
Kita takut orang akan mengejek kita, menghina kita jika mereka mengetahui diri kita yang sebenarnya. Karena itulah tak jarang kita bersembunyi, bukan tersembunyi. Namun bagaimanapun kita bersembunyi, Allah tetap mengenal kita sedalam-dalamnya karena kita adalah ciptaan-Nya.
Oleh karena itu kita tidak perlu bersembunyi. Ketersembunyian kita memang ada dan tidak dapat diketahui oleh orang lain, tetapi kita yang bersembunyi lambat laun akan diketahui dan diketemukan.
Allah yang tersembunyi menghargai juga ketersembunyian kita atau sisi rahasia kepribadian kita. Masing-masing, Allah dan kita memiliki ketersembunyian yang unik.
Allah menciptakan kita secitra dengan rupa dan gambar Allah, namun toh kita mempunyai keunikan yang berbeda dengan Allah. Walaupun kita secitra dengan Allah, namun kita akan selalu berbeda dengan Allah. Allah tidak menarik manusia untuk menyatu dengan Dia sehingga manusia menjadi hilang lenyap.
Manusia ditarik kepada persatuan dengan Allah, namun tidak menjadi Allah. Persatuan kita dengan Allah tidak menjadikan kita sebagai Allah yang mengetahui segala sesuatu. Allah tetap Allah karena Ia yang mencipta, Ia yang mengasihi.
Manusia tetap manusia karena ia yang diciptakan, ia yang dikasihi Allah. Ketersembunyian masing-masing pihak tetap ada. Allah yang tersembunyi, tetap menjadi Allah yang tersembunyi yang penuh misteri yang indah. Allah tetaplah yang dirindukan oleh jiwa manusia.
Persatuan dengan Allah akan membuat jiwa semakin mengenal Allah, namun tetap tak akan dapat mengungkap rahasia-Nya yang tersembunyi itu.
Kita akan menemukan Allah yang tersembunyi dalam iman. Dengan iman kita percaya akan Allah, dengan iman kita mampu melihat Allah yang tersembunyi. Dengan iman kita akan selalu mencari Allah dan berani menempuh segala jalan untuk mencapai tujuan persatuan itu.
Walaupun jiwa tak jarang terluka dalam pencarian itu, jiwa mengalami berbagai tantangan dan hambatan, semak belukar dan diri menusuk-nusuk, namun dalam iman jiwa itu akan terus merindukan Allah, jiwa akan terus mencari Allah tanpa lelah. Allah yang tersembunyi itu akan selalu memikat jiwa.
Kerinduan akan Allah tak akan membuat jiwa kita berhenti dalam usaha pencarian dan pengenalan akan Dia. Jiwa akan terus mencari tanpa menghiraukan apa pun di sekelilingnya.
Allah yang tersembunyi selalu akan membuat jiwa manusia rindu untuk menemukan-Nya. Dalam peristiwa Natal secara istimewa, Allah hadir ke dunia tersembunyi dalam sosok Bayi mungil dan menawan di palungan.
Allah yang mencintai setiap ciptaan-Nya telah menyatakan Diri dalam kesederhanaan, ketersembunyian yang penuh makna. Ia tidak hadir dalam sosok Raja yang bergelimang harta dan kemewahan, namun Allah hadir dalam kemiskinan dan kepapaan.
Allah tak akan dapat ditemui oleh mereka yang mencari kekayaan, kemewahan, kehormatan, dan segala hal duniawi lainnya. Allah yang tersembunyi akan ditemukan oleh setiap jiwa yang sederhana, jiwa yang murni dan dipenuhi kasih, jiwa yang sungguh-sungguh rindu dan haus akan Dia.
Dalam ketersembunyian inilah Allah akan semakin menyatakan Diri-Nya yang terus menerus memanggil setiap jiwa untuk diselamatkan. Allah rindu agar jiwa kita bersatu dengan-Nya, mengalami kebahagiaan dan keselamatan kekal.
Palungan sederhana di sudut kota Betlehem telah menjadi suatu saksi akan kehadiran Allah yang tersembunyi, kehadiran Allah yang mencintai setiap manusia.
(Sumber: Warta KPI TL No.128/XII/2014 » Allah yang Tersembunyi, Vacare Deo Edisi VI/XII/2010).