Kamis, 06 Oktober 2016

Perjumpaan yang menyembuhkan

Saya ingin memberikan suatu kesaksian dimana kesaksian saya tidak mengajak bapak/ibu untuk turut bersedih mendengar kesaksian ini. Tetapi untuk melihat tangan Tuhan berkarya atas hidup saya, menyelamatkan iman saya dari keterpurukan.


Empat tahun yang lalu, anak perempuan saya yang berusia tiga puluh sembilan tahun meninggal di pelukan saya. Setiap kali berbicara mengenai kematiannya, saya menangis. Demikian pula ketika memasuki kamarnya, maupun ketika melihat fotonya - hidup ini terasa hampa karena peristiwa itu



Pada bulan ke lima setelah anak saya meninggal, fisik saya sangat lemah karena kesedihan yang terus-menerus ... akhirnya saya jatuh sakit selama sebulan. 

Saya benar-benar malas untuk berdoa maupun untuk berobat. Tetapi saya dipaksa oleh suami saya untuk pergi ke dokter. Pulang dari dokter, saya membawa setumpuk obat-obatan, tetapi obat-obatan tersebut hanya saya simpan di laci meja. 

Melihat keadaan saya yang patah semangat itu, suami saya panik dan menghubungi anak saya yang berada di Amerika dan yang berada di Gorontalo.

Anak saya yang berada di Gorontalo datang dan berkata: “ Mama, sudah masuk terlalu jauh dalam teritorial Tuhan. Mama sudah salah, tidak boleh begini. Hidup harus berjalan terus. Kalau ini memang sudah teritorialnya Tuhan, waktu Tuhan, kita manusia harus patuh.”

Pada bulan ke tujuh, sebenarnya saya ingin ke luar dari lingkaran setan ini. Tetapi saya selalu terkenang dengan buah hati saya.

Pada suatu hari saya bermimpi “saya dan suami saya berlayar naik kapal ke Timor Leste. Tiba-tiba saya melihat patung Yesus turun bermandikan cahaya yang luar biasa.” Padahal saya tidak pernah ke sana, tetapi hal itu sangat jelas dalam mimpi saya.

Seminggu kemudian, saya merasakan Allah benar-benar berkarya dalam hidup saya. Dia memulihkan hidup saya dengan cara mengenalkan saya dengan Ibu Yovita. 

Beliau mengajak saya untuk ikut bergabung dalam kelompok ini. Di sinilah saya mengadari bahwa dalam menjalani kehidupan ini kita tidak boleh patah semangat. 

Dalam persekutuan, kita akan memperoleh kekuatan melalui sharing iman, pujian-penyembahan dan firman-firman-Nya. Saya benar-benar merasakan bahwa Tuhan menyelamatkan hidup saya dari keterpurukan iman ini.

Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman (Rm 1:16-17)

(Sumber: Wrta KPI TL No. 71/III/2010).













Tanpa terasa sudah delapan tahun saya mengikuti pencerahan di KPI TL. Setiap sharing dan pengajarannya selalu saya tanamkan di hati. 

Dalam kelompok ini, setiap Paskah ada tradisi mengambil ayat-ayat Kitab Suci yang dapat memberikan kekuatan bagi setiap orang yang mendapatkannya. Pada Paskah tahun ini saya mendapatkan kartu “Doa ketika dalam kesedihan”. Pada saat mendapatkan doa tersebut saya bertanya-tanya dalam hati ‘Kesedihan apa yang akan terjadi pada saya? Wong Bapak, suami dan anak-anak saya sehat semua. Apakah doa saya kurang?’



Di bulan November 2009, pesan iman ini baru jelas.

Ketika mendampingi Bapak menerima sakramen pengurapan orang sakit, hati saya hancur. Sebab, sebagai anak tunggal saya merasa bakal ditinggalkan Bapak. Selain itu saya merasa sendirian karena tidak mempunyai saudara seiman di daerah tempat tinggal Bapak saya. Meskipun demikian, ternyata mereka begitu peduli terhadap saya. Merekalah yang menolong saya, mulai dari Bapak sakit sampai meninggalnya, bahkan sampai empat puluh harinya.

Ketika mendampingi Bapak saya yang dalam keadaan kristis, saya hanya bisa melakukan pujian penyembahan. Di sinilah saya merasakan penghiburan yang luar biasa. Meskipun dalam kesedihan, saya bisa enjoy. Dan yang lebih aneh lagi, ketika saya melakukan pujian penyembahan di Klaten, saya benar-benar merasakan kehadiran Ibu Yovita dan tim doa hari Selasa ikut serta bersama saya melakukan pujian dan penyembahan. Dan saya juga teringat sharing-sharing serta pengajaran yang diberikan di KPI TL. Itulah penghiburan yang Tuhan berikan kepada saya, sehingga saya tidak merasa sendirian lagi.



Inilah “Doa ketika dalam kesedihan” yang setiap hari saya baca mulai bulan April sampai November 2009, sesuai anjuran Ibu Emmy.

“Tuhan, Engkau adalah penolong bagi setiap orang yang berseru kepadaMu. Saat ini aku datang kepadaMu dalam kesedihan yang mendalam menghadapi kesulitan dan kesesakan hidup ini. Dunia sekelilingku nampak suram, gelap dan hati ini terasa pilu. Setiap malam air mataku mengalir membasahi tempat tidurku. Tiada lagi rasa malu untuk menangis, karena ketika berada di dunia, Yesus pun menangis. Tuhan, aku tidak memohon agar Engkau menghapuskan penderitaan ini, karena Yesus menjadi sempurna dalam penderitaanNya. Namun, sertailah aku senantiasa. Engkaulah Bapa bagiku dan hiburlah aku. Kasihanilah aku Tuhan, dan bentuklah aku lewat pengalamman pahit ini. Bangkitkanlah sukacita mengatasi kesedihan ini. Terima kasih Tuhanku. Dalam nama Yesus aku berdoa. Amin.



Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera ,

sebab kepada-Mulah ia percaya.

(Yes 26:3)



(Sumber: Warta KPI TL No. 69/I/2010 »