Selasa, 04 Oktober 2016

21.57 -

Keluarga dalam rencana Allah

Raja di atas segala Raja, kelahiran dan perkembangan-Nya berada di pangkuan keluarga Yosef dan Maria. Walaupun Dia putra Allah, secara manusiawi Dia bergantung sepenuhnya kepada orang tuaNya. 

Berdasarkan tradisi, selama tiga puluh tahun Yesus menghayati suatu kehidupan yang serba biasa dalam keluarga-Nya. Misalnya: berusia delapan hari disunat; menyingkir ke Mesir karena pada saat itu semua anak yang berusia dua tahun ke bawah harus dibunuh; kembali dari Mesir ke Nazaret karena raja Herodes sudah mati; usia dua belas tahun diketemukan di Bait Allah; meneruskan pekerjaan orang tua-Nya sebagai tukang kayu, menghayati satu kesalehan dan ketaatan pada Allah melalui hukum Taurat. 

Tetapi ada kelompok lain yang berspekulasi bahwa selama tiga puluh tahun Yesus pergi ke India untuk belajar ... 


Maksud Injil ini dicatat supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya

Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat Yesus, tetapi jika semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu (Yoh 20:31; 21:25)

Ketika Tuhan mempersatukan seorang pria dan seorang wanita, mereka bersatu sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Persatuan ini oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen, jika perkawinan ini dilakukan antara orang-orang yang dibaptis. Tanda ini adalah perjanjian antara Kristus dan Gereja. Ia memberi rahmat kepada suami istri, agar saling mencintai dengan cinta, yang dengannya Kristus mencintai Gereja (KGK 1601, 1660). 

Keluarga Kristen adalah satu penampilan dan pelaksanaan khusus dari persekutuan Gereja. Karena itu, ia dapat dan harus dinamakan juga “Gereja rumah tangga (Ecclesia domestica - KGK 1656; 2204; FC 21; Bdk LG 11)

Keluarga adalah sekolah kehidupan Kristen yang pertama dan suatu pendidikan untuk memperkaya hubungan kita dengan Tuhan dan juga kemanusiaan

Di sini orang belajar ketabahan dan kegembiraan dalam pekerjaan, cinta saudara sekandung, pengampunan dengan jiwa besar, malahan berkali-kali dan terutama pengabdian kepada Allah dalam doa dan dalam penyerahan hidup (KGK 1657).

Marilah kita belajar dari murid-murid Yesus (Mrk 4:35-41):

Pada suatu hari Yesus berkata: “Marilah kita bertolak ke seberang.” Mereka bertolak dan membawa Yesus. 

Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. 

Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?” Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. 

» Seringkali kita pun seperti murid-murid Yesus, mengikuti pandangan dunia sehingga tanpa sadar kita mengandalkan kekuatan diri sendiri. 

Sebagai orang percaya, seharusnya kita tidak hanya membawa Yesus, tetapi menjadikan Dia nahkoda dalam kehidupan kita. Karena Bagi Dia, tidak ada masalah yang terlalu besar sehingga Dia tidak sanggup melakukan-Nya. 

Demikian pula tidak ada masalah yang terlalu kecil, seolah-olah Dia tidak mau melakukan-Nya.

Marilah kita mengasihi keluarga dan sesama kita, bukan karena mereka itu baik kepada kita. Tetapi kita mau menerima mereka apa adanya, menanggung kelemahan-kelemahannya sebagai tanda kasih

Dan kita mengabdi kepada Allah dalam doa dan penyerahan hidup sehingga rencana Allah yang indah untuk kehidupan keluarga kita terlaksana

Jika Allah di pihak kita, siapakah yang dapat melawan kita? Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus?Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita (Rm 8:31-39)

(Sumber: (Sumber: Warta KPI TL No. 69/I/2010 » Renungan KPI TL tgl 7 Januari 2010, Bpk Effendy).