Kamis, 21 Januari 2016

20.02 -

Menderita Sakit Secara Batin

Hampir empat tahun kami tidak memakai pembantu karena kami di rumah tinggal hanya bertiga. Setelah tidak ada pembantu, semua pekerjaan saya lakukan sendiri. 



Pada awalnya keadaan ini biasa-biasa saja, namun dengan berjalannya waktu timbullah rasa jenuh dan bosan. Tanpa sadar saya bersungut-sungut karena merasa diperlakukan seperti pembantu. Hal inilah yang membuat suasana di dalam keluarga sangat tidak nyaman.


Suatu hari jam empat pagi saya mendengar renungan seorang ustad: “Apapun yang kamu lakukan, harus dikerjakan dengan ikhlas.” Ketika mendengar kata ustad itu, hati saya tersentak. 

Meskipun pagi itu saya malas mengikuti Misa Pagi, tetapi saya katakan pada jiwa saya: “Kamu harus berangkat Misa.” 

Saat homili pagi Rm Wid bercerita: “Ketika saya pergi ziarah ke suatu tempat, di pintu masuk tempat itu tertulis: “Kalau kamu terus menghakimi orang, kapan kamu berusaha untuk mengasihinya?” 

Hari Minggu saya mendengar homili romo Yoseph, bahwa dosa melawan Roh Kudus adalah orang yang tegar tengkuk, keras kepala

Homili ini menyadarkan apa yang saya lakukan, yaitu memelihara perasaan marah yang terus-menerus adalah melawan Roh Kudus.

Pada waktu pertemuan doa syafaat, kami merenungkan Markus 5:21-43. Pada saat lectio Devina, saya terkesan dengan ayat tentang “seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib ... namun tiada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk.” 

Melalui peristiwa perempuan pendarahan ini saya disadarkan bahwa saya juga menderita sakit, bukan secara fisik tetapi secara batin

Meskipun saya sudah berusaha berobat melalui Misa Harian, PDKK, KPI TL, Ekomene dll. tetapi semuanya itu rasanya hanya menghabiskan waktu dan tenaga saja.

Saya sungguh bersyukur hidup dalam suatu komunitas dan selalu merenungkan Kitab Suci. Karena melalui komunitas dan sabda-Nya saya disadarkan oleh Roh Kudus melalui renungan ustad di mesjid yang berada di belakang rumah saya, melalui homili romo di Gereja maupun melalui Lectio Devina.

Sejak saat itu sebelum memulai aktifitas, saya selalu mohon kepada Tuhan untuk menaruh “roh keikhlasan” dan roh untuk mengasihi” agar saya dimampukan segala sesuatu hanya untuk kemuliaan nama-Nya.

(Sumber: Warta KPI TL No.129/I /2016).

Kasih adalah ukuran dari iman.
(Paus Fransiskus)