Jumat, 11 Desember 2015

Sakramen-sakramen





Agama Kristiani adalah salah satu agama wahyu, artinya agama yang berdasarkan wahyu/Kitab Suci.



Walaupun demikian agama Kristiani bukan suatuagama kitab’, di mana kita hanya membaca tentang karya-karya Allah di masa lampau; sebab melalui sakramen-sakramen (tanda-tanda iman) dan liturgi (perayaan ibadat, pewartaan injil-injil cintakasihKGK 1070) Allah terus-menerus menghadirkan rahmat-Nya yang menyelamatkan.


Liturgi dan sakramen adalah pintu masuk kita ke dalam sejarah keselamatan.


Ibadat bukanlah doa pribadi/perorangan, melainkan sebagai doa Gereja sebagai umat Allah; merupakan doa dari, bagi dan bersama Gereja yang ada di seluruh dunia, dan mempunyai pengaruh yang sangat dalam bagi hidup manusia. Inilah perbedaan yang nyata dengan doa-doa lingkungan yang tidak bersama seluruh Gereja.

Liturgi bukan satu-satunya kegiatan Gereja. Sebab sebelum manusia dapat mengikuti Liturgi, ia perlu dipanggil untuk beriman dan bertobat.

Oleh karena itu Gereja mewartakan berita keselamatan kepada kaum tak beriman, supaya semua orang mengenal satu-satu-Nya Allah yang sejati dan Yesus Kristus yang diutus-Nya, lalu bertobat dari jalan hidup mereka seraya menjalankan ulah tapa (Yoh 17:3; Luk 24:27; Kis 2:38).

Umat beriman pun wajib mewartakan iman dan pertobatan; selain itu harus menyiapkan mereka untuk menerima sakramen-sakramen, mengajar mereka mengamalkan segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Kristus (Mat 28:20) (SC 9).




Dalam peradaban-peradaban kuno, perjanjian adalah suatu persetujuan yang diadakan dengan khidmat, yang menciptakan suatu hubungan keluarga (perkawinan, adopsi seorang anak).

Bila suatu keluarga menyambut seorang anggota baru, kedua pihak akan meresmikan perjanjian itu dengan mengucapkan sumpah, dengan mengadakan perjamuan bersama dan dengan mempersembahkan suatu kurban. 

Secara berkala kedua pihak dapat mengulangi sumpah itu, bersamaan dengan perjamuan serta kurban, untuk membarui ikatan perjanjian.

Dengan cara itulah, Allah mengadakan perjanjian-Nya dengan Musa, suatu perjanjian yang diperbarui setiap tahun dalam perjamuan Paskah (seder).

Aturan ini tidak berakhir dengan penebusan kita oleh Yesus Kristus, karena para rasul-Nya disuruh membarui perjanjian dengan Allah dengan cara yang sama (Perbuatlah ini ... menjadi peringatan akan Aku – 1 Kor 11:25).

Sejak dahulu kala umat Kristiani biasanya menyebut perbuatan ini dengan istilah Latin ‘sacramentum’ (sumpah).

Kedua Perjanjian yang termuat dalam Kitab Suci merupakan satu kesatuan; dan keseluruhan Kitab Suci bersatu tak terpisahkan dengan detail-detail kecil kehidupan Gereja dewasa ini.

Jadi, dalam kesaksian Gereja awal dan dalam praktik paroki-paroki kita dewasa ini – kita melihat sumpah-sumpah dari Perjanjian Lama terungkap dan terpenuhi dalam sacramentum Perjanjian Baru, dengan tuntunan Roh Kudus, telah mengantar kita kepada saat-saat khusus rahmat sakramental ini.

Banyak orang Katolik tidak mempunyai pengertian yang mendalam tentang apa arti sakramen-sakramen itu, sehingga memandang sakramen-sakramen itu sebagai upacara-upacara Gereja belaka/sebagai ritualisme primitif.

Sakramen-sakramen adalah tanda-tanda (kata-kata dan tindakanyang dapat ditangkap oleh pancaindera, yang terjangkau untuk kodrat manusia. Berkat karya Kristus dan kuasa Roh Kudus, mereka menghasilkan rahmat yang mereka tandakan (KGK 1084). 

Dengan pencurahan Roh Kudus menampilkan satu era baru dalam ‘penyampaian misteri’, di mana Kristus menghadirkan dan menyampaikan karya keselamatan-Nya melalui liturgi Gereja-Nya.

Dalam era Gereja ini, Kristus hidup dan bertindak dalam dan bersama Gereja-Nya melalui Sakramen-sakramen.

Sakramen tidak dilaksanakan oleh kesucian manusia yang memberi atau menerima (Sakramen), tetapi oleh kekuasaan Allah (Tomas Aqu, s.th, 3, 68, 8). Pada saat Sakramen dirayakan sesuai dengan maksud Gereja, bekerjalah di dalam dia dan oleh dia kekuasaan Kristus dan Roh-Nya, tidak bergantung pada kekudusan pribadi pemberibuah-buah Sakramen juga bergantung pada sikap hati orang yang menerimanya (KGK 1128).

Dengan kekuatan-Nya Ia hadir dalam Sakramen-sakramen, sehingga bila ada orang yang membaptisKristus sendirilah yang membaptisIa hadir dalam Sabda-Nyasebab Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan dalam Gereja (KGK 1088).

Apa yang terjadi jika sakramen-sakramen yang mengalir dari Kitab Suci terpotong? Maka pengertian dan penghargaan yang lebih dalam terhadap misteri-misteri sakramen-sakramen akan mengering, seperti air di sungai yang terputus dari sumbernya.

Ada perbedaan amat besar antara PL dan PB, antara bayangan dan kenyataan (Ibr 10:1), antara tanda dan sakramen.

Sakramen-sakramen itu begitu berkuasa dan selalu efektif, karena sakramen-sakramen telah didirikan dan dikuasakan oleh Yesus (KGK 1127). Karena Allah menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (1 Tim 2:4).

Sakramen-sakramen dalam konteks sejarah keselamatan, masing-masing terdiri dari tiga bagian pokok:

1. Memakai Kitab Suci sebagai lensa untuk melihat bagaimana misteri sakramen dihadirkan dalam situasi nyata kehidupan sehari-hari kita.

Liturgi tidak hanya mengingatkan kita peristiwa-peristiwa yang menyelamatkan, tetapi menghadirkannya juga. Di dalam setiap perayaan terjadi curahan Roh Kudus yang membuat misteri yang terjadi hanya satu kali itu, menyata dalam waktu sekarang (KGK 1104).

Roh Kudus memungkinkan kemenangan Allah di masa lalu tersedia bagi kita pada saat ini.

“Oleh kekuasaan-Nya untuk mengubah, Roh Kudus menghadirkan misteri Kristus di sini dan kini (KGK 1092).

2. Menempatkan sakramen dalam konteks PL, sebabdalam ekonomi sakramental Roh Kudus memenuhi apa yang sudah dilambangkan dalam PL’ (KGK 1093).

3. Memandang sakramen-sakramen dalam terang hidup dan kematian Yesus. ‘Dengan membaca ulang ini dalam Roh Kebenaran, maka mulai dengan Kristus, arti pralambang-pralambang itu dibuka (KGK 1094) – seharusnya kita mampu melihat hubungan antara PL dan PB.

Oleh karena itu, seperti Kristus diutus oleh Bapa, begitu pula Ia mengutus para Rasul yang dipenuhi Roh Kudus ... untuk mewujudkan karya keselamatan yang mereka wartakan itu melalui Korban dan sakramen-sakramen, sebagai pusat seluruh hidup liturgis. 

Untuk melaksanakan karya sebesar itu, Kristus mendampingi Gereja-Nya, terutama dalam kegiatan-kegiatan liturgi (SC 6, 7).

Dalam Liturgi di dunia ini kita ikut mencicipi Liturgi Sorgawi, yang dirayakan di kota suci Yerusalem, tujuan peziarahan kita. Di sana Kristus duduk di sisi kanan Allah, sebagai pelayan tempat tersuci dan kemah yang sejati (Why 21:2; Kol 3:1; Ibr 8:2) (SC 8).

Sakramen adalah tanda-tanda tampak dari hal-hal yang tidak tampak yang menguduskan manusia (St. Thomas Aquino).



1. Sakramen Baptis: pintu gerbang sakramen-sakramen, yang perlu untuk keselamatan, entah diterima secara nyata atau setidak-tidaknya dalam kerinduan, dengan mana manusia dibebaskan dari dosa, dilahirkan kembali sebagai anak-anak Allah serta digabungkan dengan Gereja setelah dijadikan serupa dengan Kristus oleh meterai yang tak terhapuskan, hanya dapat diterimakan secara sah dengan pembasuhan air bersama rumus kata-kata yang diwajibkan (Kan 849).

Air sebagai lambang seperti pedang bermata dua: di satu pihak air memberi hidup dan kesuburan; di pihak lain air merupakan kekuatan yang merusakkan, yang dapat menenggelamkan seluruh kehidupan.

Arti air pembaptisan 
Melambangkan kematian, perbuatan daging dan segala dosa. Segi Pembaptisan ini dilambangkan dalam PL oleh kekuatan untuk merusakkan yang dilihat dalam air bah dan dalam air Laut Merah. Pembaptisan menghanyutkan dosa-dosa kita seperti Laut Merah telah menghanyutkan tentara Firaun. 

Melambangkan hidup baru. Seperti Roh hadir dalam penciptaan dunia serta dalam pembaptisan Yesus, demikian pula, pada saat Pembaptisan kita, Roh Kudus datang atas diri kita, sehingga kita menjadi ciptaan baru; mengambil bagian dalam kodrat ilahi; karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus (2 Kor 5:17; 2 Ptr 1:4; 1 Kor 6:19; KGK 1262, 1265). 

Baptisan ... untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus (1 Ptr 3:21)



2. Sakramen Penguatan: yang memberikan meterai dan dengan mana orang-orang yang telah dibaptis melanjutkan perjalanan inisiasi kristiani dan diperkaya dengan anugerah Roh Kudus serta dipersatukan lebih sempurna dengan Gereja, menguatkan dan semakin mewajibkan mereka untuk dengan kata dan perbuatan menjadi saksi-saksi Kristus, menyebarkan dan membela iman (Kan 879).

Tanda sakramen ini adalah pengurapan dengan minyak suci, yang bernama krisma. Pengurapan ini menjelaskan nama ‘Kristen’ yang berartiterurapi’ dan disimpulkan dari Kristus sendiri, yang ‘Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa’ (Kis 10:38; KGK 1289).

Tanpa rahmat Allah kita tidak mampu mengikuti Yesus serta meneladan perbuatan-Nya. Yesus Kristus diurapi oleh Bapa dengan Roh Kudus dan dijadikanimam, nabi, dan raja’.

Seluruh umat mengambil bagian dalam ketiga jabatan Kristus ini, dan bertanggung jawab untuk perutusan dan pelayanan yang keluar darinya (KGK 783).

Oleh penerimaan Krisma dengan rahmat-rahmatnya kita seharusnya mendapat keberanian untuk memberi kesaksian tentang Yesus di depan semua orang, dengan membagi-bagi iman kita sebagai suatu tindakan kasih bagi orang lain dan juga sebagai tindakan kasih bagi Allah.


Hal ini berarti bahwa Bapa telah mempercayakan kepada kita suatu misi di mana kita meneladan Putra oleh kekuatan Roh (KGK 1294).




3. Sakramen Ekaristi: sakramen yang terluhur, di mana Kristus Tuhan sendiri dihadirkan, dikurbankan dan disantap, dan dengan mana Gereja selalu hidup berkembang.

Kurban Ekaristi, kenangan wafat serta kebangkitan Tuhan Yesus, di mana Kurban salib diabadikan sepanjang masa, adalah puncak seluruh ibadat dan kehidupan kristiani serta sumber yang menandakan dan menghasilkan kesatuan umat Allah serta menyempurnakan pembangunan tubuh Kristus.

Sedangkan sakramen-sakramen lainnya dan segala karya kerasulan gerejawi berhubungan erat dengan Ekaristi Mahakudus serta diarahkan kepadanya).

Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri dan Gereja, di mana Kristus Tuhan, dengan pelayanan iman, mempersembahkan Diri-Nya yang hadir nyata dalam warna roti dan anggur kepada Allah Bapa, serta memberikan Diri sebagai rejeki rohani kepada umat beriman yang diikut sertakan dalam persembahan-Nya. Dalam Perjamuan Ekaristi umat Allah dihimpun menjadi satu (Kan 897 - 899).


Komuni Kudus harus kita terima dengan hormat dan kasih yang besar (1 Kor 11:27-28). Itulah salah satu alasan bagi Gereja untuk mengajak kita sering memanfaatkan Sakramen Rekonsiliasi/tobat.
4. Sakramen Tobat - dalam Sakramen tobat umat beriman mengakukan dosa-dosanya kepada pelayan yang legitim (tertahbis dan tidak ada dalam halangan), menyesal atas dosa-dosa itu serta berniat untuk memperbaiki diri, memperoleh ampun dari Allah atas dosa-dosa yang telah dilakukannya sesudah dibaptis lewat absolusi yang diberikan oleh pelayan sakramen itu, sekaligus mereka diperdamaikan kembali dengan gereja yang dilukai dengan perbuatan dosa mereka (Kan 959).

Dosa adalah terutama pelanggaran terhadap Allah, pemutusan persekutuan dengan Dia (KGK 1440).

Dosa mengeraskan hati kita, memperbudak kita dan membuat kita terpisah dan terpotong dari apa yang sebenarnya diinginkan hati kita, ialah Allah sendiri.

Seluruh pelayanan Yesus dipusatkan pada pengampunan dosa. Nama-Nya sendiri sudah menyatakan-Nya sebagai Dia ‘yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka (Mat 1:21).

Terdorong oleh belaskasihan-Nya, Allah telah memberikan Sakramen Renkonsiliasi/tobat kepada Gereja untuk memulihkan persatuan kita dengan-Nya dan untuk menyembuhkan kita dari dosa.

Panggilan bertobat ini pertama-tama merupakan panggilan untuk mengubah hati (metanoia) serta bertobat dalam batin.

Tobat batin ialah mengarahkan seluruh hidup kita secara radikal kembali kepada Allah, berpaling kepada Allah dengan segenap hati, mengakhiri dosa, membelakangi kejahatan, dengan keengganan terhadap perbuatan dosa yang telah kita lakukan (KGK 1431).



5. Sakramen Pengurapan Orang sakit - dengan mana menyerahkan umat beriman yang sakit berbahaya kepada Tuhan yang menderita serta dimuliakan, agar Ia meringankan dan menyelamatkan mereka, diberikan dengan mengurapi mereka dengan minyak serta mengucapkan kata-kata yang ditetapkan dalam buku-buku liturgi (Kan 998).

Dengan membebaskan orang-orang tertentu dari kemalangan dunia berupa kelaparan, ketidakadilan, penyakit dan kematian, Yesus melakukan tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Dialah Mesias.

Walaupun demikian, Ia tidak datang untuk menghapuskan segala kemalangan di dunia ini, tetapi untuk membebaskan manusia dari perbudakan yang paling berat, dosa, yang menghalangi dalam panggilannya sebagai anak-anak Allah dan menyebabkan berbagai macam bentuk perbudakan manusia (KGK 549).

Sakramen Pengurapan Orang Sakit mendapatkan rahmat, yang membawa penyembuhan serta penguatan jasmani dan rohani. Namun kadang-kadang Tuhan memanggil kita untuk mengambil bagian dalam sengsara-Nya yang lebih penuh.

Oleh penderitaan dan wafat-Nya di salib, Kristus telah memberi makna baru kepada penderitaan: selanjutnya penderitaan dapat membuat kita lebih serupa dengan-Nya dan mempersatukan kita dengan sengsara-Nya yang menyelamatkan (KGK 1505).


6. Sakramen Imamat - dengan sakramen imamat (meliputi episkopat, presbiterat dan diakonat) menurut ketetapan ilahi beberapa orang beriman diangkat menjadi pelayan-pelayan rohani, dengan ditandai oleh meterai yang tak terhapus, yakni dikuduskan dan ditugaskan untuk selaku pribadi Kristus Sang Kepala, menurut tingkatan masing-masing, menggembalakan umat Allah dengan melaksanakan tugas-tugas mengajar, menguduskan dan memimpin (Kan 1008-1009).

Ada 3 tingkat tahbisan
1. Episkopat (Uskup). 
2. Presbiterat (Imam). 
3. Diakonat (Diakon). 

Selama sejarah keselamatan, umat Allah selalu mempunyai imam-imam sebagai pengantara Allah dan manusia. Para imam mempersembahkan kurban-kurban untuk pemulihan-pemulihan dosa umat dan memimpin ibadat.

Imamat jabatan atau hierarkis para Uskup dan imam dan imamat bersama semua orang beriman ‘atas caranya yang khas mengambil bagian dalam imamat Kristus dan ‘diarahkan satu kepada yang lain’, walaupun berbeda dalam kodratnya (LG 10; KGK 1547). 

Imamat bersama umat beriman terlaksana dalam pengembangan rahmat Pembaptisan; dalam penghayatan iman, harapan dan cinta; dalam hidup sesuai dengan Roh Kudus. 

Imamat jabatan itu ada untuk melayani imamat bersama ini. Ia adalah salah satu sarana, yang olehnya Kristus secara berkesinambungan membangun dan membimbing Gereja-Nya. Oleh karena itu, ia diterimakan oleh suatu Sakramen Tahbisan.



7. Sakramen Perkawinan - dengan perjanjian perkawinan pria dan wanita membentuk antara mereka kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami-istri serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat Sakramen (Kan 1055).

Bagi mereka yang terpanggil untuk menerima Sakramen Perkawinan, seharusnya memperbarui dedikasinya, untuk menghayati panggilannya dalam perkawinan itu dengan sepenuh-penuhnya.

Perjanjian antara dua mempelai dipadukan dengan perjanjian Allah dengan manusia: ‘Cinta kasih sejati suami istri ditampung dalam cinta ilahi (KGK 1639).

Setiap perkawinan seharusnya menjadi gambaran konkret dari hubungan kasih Kristus dengan mempelai-Nya, Gereja (Bdk Ef 5:32).

Oleh karena itu, kasih Kristus bagi Gereja dan kasih Gereja bagi Kristus merupakan contoh bagi pasangan suami istri.

Perkawinan menyediakan pelajaran-pelajaran dalam hal kasih-mengasihi yang perlu kita renungkan untuk memperdalam keinginan serta kemampuan kita untuk mengasihi Allah.

Kalau kita gagal mencintai pasangan hidup kita, ini merupakan tanda bahwa kita juga gagal mencintai Allah.

Pengajaran Kitab Suci yang kaya tentang perkawinan tidak melulu ditujukan bagi mereka yang terpanggil untuk hidup sebagai suami istri.

Semua orang Kristiani, baik secara perseorangan maupun sebagai warga Gereja, terpanggil untuk menjadi mempelai wanita bagi Kristus (KGK 1617).

Aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus (2 Kor 11:2)

(Sumber: Warta KPI TL No. 42/X/2007 » Sakramen dalam Kitab Suci kehadiran sejarah keselamatan, Tim Gray; Dokumen Konsili Vatikan II; KGK; Kitab Hukum Kanonik).