Rabu, 16 Desember 2015

Santo Andreas



Pada awalnya, Andreas adalah murid Yohanes Pembaptis. Setelah mendengar perkataan Yohanes tentang “Anak domba Allah” ia lalu mengikuti Yesus

Perjumpaan dengan Yesus dan pengalaman bersama-Nya membuat Andreas tidak menyimpan kegembiraan ini untuk dirinya sendiri, namun ia segera membagikan pengalamannya kepada Simon, saudaranya, katanya: “Kami telah menemukan Mesias (artinya Kristus).” Lalu ia membawa Simon kepada Yesus (Yoh 1:35-44).

Andreas adalah saksi atas mujizat-mujizat yang dilakukan Yesus, salah satunya adalah penggandaan roti dan ikan (Yoh 6:11-13). Ia juga hadir saat perjamuan malam terakhir, saat Yesus menampakkan diri sesudah kebangkitan-Nya, saat Yesus naik ke Surga, dan saat Pentekosta.

Memenuhi amanat Sang Guru, para murid menyebar ke segala bangsa untuk mewartakan Injil. Rasul Andreas menyebarkan agama Kristen di Scythia, Epirus, Hellas, Kapadokia, Galatia, Bithynia, Byzantium, Thrace, Makedonia, Thessaly, dan Achaia. 

Menurut tradisi Gereja, dia memulai misinya di Provinsi Vithynia dan Pontus di bagian tepi selatan Laut Hitam. Kemudian menuju Kota Byzantium dan mendirikan gereja Kristen di sana, mentahbiskan uskup Byzantium yang pertama, Stachys.

Contoh kelembutan hati Andreas, kuasa doanya dan perbuatan baiknya (membawa seseorang mengenal Tuhan Yesus secara pribadi)

· Ada seorang tua yang datang kepadanya dan menceritakan bahwa telah puluhan tahun hidup dalam dosa. Andreas menangis ketika mendengar bahwa orang tua itu tidak mampu membebaskan dirinya dari kelemahan iniKatanya: “Aku tidak akan makan daging sebelum orang itu diselamatkan.” 

Setelah lima hari berpuasa, terdengar suatu suara: “Tuhan akan mengabulkan doamu, dengan kerjasama dari si orang tua itu, yang ikut berpuasa selama enam bulan.” Setelah berpuasa selama enam bulan, orang tua itu dibebaskan dari kelemahannya dan kembali merasakan damai Tuhan.

· Atas desakan para penyembah berhala, Aeges, prokonsul Roma memaksa orang-orang Kristen untuk menyembah berhala. 

Andreas menjelaskan kepada Aeges: “Hanya Tuhanlah yang patut disembah. Kristuslah putra Allah yang telah datang ke dunia untuk menyelamatkan semua manusia. Semua penyembahan berhala memurkakan Tuhan.” 

Kata Aeges: “Karena kesia-siaan yang diwartakan-Nya, maka Yesus harus menanggung akibatnya: harus menderita sengsara dan disalibkan.” 

Andreas menyanggah perkataan itu, katanya: “Yesus disalibkan bukan secara terpaksa, tapi Dia dengan sukarela menderita dan disalibkan demi keselamatan kita. Salib adalah suatu misteri yang sangat agung.” 

Mendengar penjelasan itu, Aeges marah dan memerintahkan untuk menyalibkan Andreas. 

Andreas dengan gembira mendatangi kayu salibnya. Saat dari jauh dilihat kayu salibnya, dia memberi salam: “Salam hai Salib Suci, engkau yang telah disucikan oleh tubuh Tuhanku, dan dihiasi oleh tungkai dan lengan-Nya bagai permata yang mahal. Aku datang kepadamu dengan bersorak gembira. 

Terimalah aku dengan gembira di tanganmu. O kayu salib yang baik, yang telah menerima keindahan dari tangan Tuhan; telah lama aku mengasihimu dan medambakanmu: sekarang engkau telah kutemukan dan engkau siap menerima kerinduan jiwaku; terimalah aku di tanganmu, ambillah aku dari antara manusia, dan hantarlah aku ke Tuhanku; agar Dia yang telah menebusku di atasmu, berkenan menerimaku melalui dirimu.”

Andreas bahagia karena boleh semakin serupa dengan Kristus, Guru-Nya. Dia menanggalkan jubahnya dan memberikannya kepada para algojonya. 

Mereka lalu mengikat dia dengan posisi kepala di bawah pada kayu salib yang berbentuk huruf X. Atas perintah Aeges mereka tidak memakukan dia agar penderitaannya lebih lama. 

Di sana dia bergantung selama dua hari dengan tetap berkotbah kepada kerumunan orang yang datang melihatnya. Dari salibnya, langit dilihatnya dengan gembira sebagai surga di mana dia akan bertemu dengan Tuhan. 

Atas desakan banyak orang maka Aeges dan beberapa orang datang kepadanya untuk membebaskannya. Namun Andreas menolaknya. 

Karena doanya, tangan orang-orang yang hendak membuka ikatannya menjadi lemas, tak bertenaga. Andreas tidak ingin turun dari salib dalam keadaan hidup. Dia mohon agar jiwanya boleh melayang kepada Sang Sumber Kebahagiaan. 

Pada saat itu dari langit muncullah suatu sinar yang sangat terang menyelimuti dirinya selama setengah jam sehingga tak seorangpun bisa melihatnya. 

Ketika sinar itu hilang, jiwa sang Rasul Suci melayang bersatu dengan Tuhan yang dicinta dan dirindukannya. Jenasahnya diturunkan dari salib dan dimakamkan oleh Maximila dan uskup Stratoklis. 

Dengan segera banyak orang berdatangan ke makamnya. Menyadari bahwa orang yang dibunuhnya sesungguhnya benar-benar seorang utusan Tuhan yang suci, Aeges akhirnya bunuh diri.

Jika kita merenungkan hidup rasul suci ini, maka ada begitu banyak teladan yang dia berikan. Namun secara singkat, kita bisa katakan bahwa seluruh hidupnya sejak perjumpaannya dengan Yesus adalah suatu sorak kegembiraan: “Kami telah menemukan Mesias!”. 

Teriakannya mengajak kita untuk merefleksi diri: “Benarkah kita sudah mengenali Yesus sebagai Mesias dalam hidup kita? Seberapa jauh perjumpaan kita dengan Kristus, Sang Mesias, mengubah hidup kita? Seberapa jauh perjumpaan ini menggemakan sorak kegembiraan dalam hati kita? Dan seberapa jauh sorak ini memancar keluar dari diri kita?” 

Teladan sang rasul suci mengajarkan kita untuk senantiasa mengantar sesama kepada Sang Mesias, juga pada saat-saat di mana kita hanya mempunyai lima roti dan dua ikan.

(Sumber: Warta KPI TL No.115/XI/2013 » www. Carmelia. net).