Selasa, 03 November 2015

Sekuntum Mawar Bagi Yesus



Bunga selalu dapat membuat seseorang yang memberi, menerima, atau memilikinya merasa istimewa. Biasanya bunga yang seringkali dipakai lambang ungkapan cinta adalah bunga mawar merah


Jika suatu kali kita perhatikan dengan seksama, di balik keindahan dan keharuman bunga mawar ini menimbulkan rasa kagum, tetapi di lain pihak juga dapat menimbulkan luka dan sakit, yaitu duri-durinya yang tajam.

Kalau kita mendengar kata “mawar” , mungkin di antara kita akan dibawa untuk mengingat seorang gadis muda (Theresia Lisieux) yang sangat menyenangi bunga mawar dan dia selalu mempersembahkan mawar indah demi cintanya yang tulus kepada kekasih hatinya, bukan kekasih biasa, namun Dialah Yesus Sang Kekasih Ilahi



Selama masa hidupnya, semua peristiwa itu dilaluinya dengan tulus hati dan cinta kepada Sang Kekasih. Dalam setiap peristiwa yang tidak menyenangkan itulah saat ketika dia dapat mempersembahkan setangkai mawar harum bagi Kekasih yang sangat dicintainya. Terlebih saat-saat dibutuhkan penyangkalan diri, inilah gambaran dari duri-duri yang ada pada tangkai mawar tadi. 



Dengan mawar-mawar yang dikumpulkannya itu ia ingin membuat hati Yesus senang dan dapat tersenyum manis padanya. Walaupun seringkali duri-duri itu menusuk kulitnya, melukai hatinya, namun Theresia tidak mengeluh atau sampai membuang mawar-mawar tadi. 


Mawar seperti inilah yang membuatnya cepat mencapai tingkat kekudusan yang tinggi sehingga hanya sebentar saja ia menikmati hidup di dunia ini, karena Yesus lebih rindu untuk membawanya hidup bersatu dengan Dia di sorga. 

Mawar ini bagi Theresia mau mengungkapkan cintanya yang besar kepada Yesus, dengan perbuatan-perbuatan yang dipersembahkan sebagai kurban cintanya. Bagaimana saya harus membuktikan cintaku kepada-Nya? Setiap kali saya menemukan sekuntum bunga, saya akan mengambilnya dan menguraikannya bagi-Mu. Kemudian saya akan selalu menyanyi dan menyanyi.

Dan lebih lagi Theresia kemudian menyadari suatu hal yang amat penting sampai kemudian ia mengatakan, “Tetapi Yesus untuk apakah semua bunga-bungaku itu? Untuk apa semua nyanyian itu? O, saya tahu, bunga-bunga yang rapuh dan tidak berguna itu, nyanyian cinta kasih yang keluar dari hati yang kecil ini, akan menyentuh hati-Mu. Juga perbuatan-perbuatan kecil itu akan membuat Gereja yang Jaya tersenyum. 

Ketika Gereja yang Jaya atau para kudus di sorga mau bermain-main dengan anak kecil itu dan ikut mengumpulkan mawar-mawar yang sudah diuraikan dan meletakkannya pada tangan ilahi-Mu, sorga akan memberikan nilai yang tidak terbatas kepada bunga-bunga tadi (mawar-mawar tadi kembali dihujankan oleh Tuhan dari sorga) dan melemparkannya kepada Gereja yang menderita untuk memadamkan nyala apinya dan melemparkannya kepada Gereja yang sedang berjuang untuk memberikannya kemenangan kepadanya.”

Melihat teladan hidup Theresia Lisieux ini membuat kita mungkin berpikir apakah mungkin selama hidupnya ia tidak pernah jengkel dan mengeluh saat penderitaan datang. 

Ya sebagai manusia biasa ia juga mengalami dalam hatinya gejolak-gejolak emosi itu. Justru di sinilah seninya dan indahnya; saat gejolak itu datang, saat itulah sekuntum mawar siap dipetik, ia tahu bahwa itulah saat rahmat, saat dia dapat memetik sekuntum mawar dan mempersembahkannya bersama mawar-mawar yang lain.

Marilah kita bersama-sama belajar untuk berani menemukan hal-hal sederhana yang menuntut penyangkalan diri dengan tidak menghindar – memetik kuntum mawar dan mempersembahkannya bagi Yesus.

(Sumber: Warta KPI TL No. 39/VII/2007; Sekuntum Mawar Bagi Yesus, HDR September-Oktober 2006 Tahun X).