Selasa, 03 November 2015

21.52 -

Sakit hati penyakit kambuh lagi

Di bulan April, saya mulai berobat (kemo) di Karang Menjangan. Saya antri untuk periksa dokter dan suami saya pergi mengambil obat untuk kemo saya selama 3 hari.

Ketika melihat mobil suami saya ke luar, saya bingung ... karena sebentar lagi saya dipanggil, sedangkan kartu Askesnya ada di tas suami saya. 

Akhirnya saya melihat dia kembali bersama anak dan menantu saya, lalu menceritakan pokok permasalahannya pulang. 

Pada waktu menunggu obat, suami saya bertanya pada ibu di depannya: “Bu, berapa habisnya mengambil obat satu kresek itu?” Jawabnya: “Ini 25 juta.” Suami saya kaget, terus dia lari pulang ke tempat anak saya.

Akhirnya anak dan menantu saya pergi ke Ibu Indri, sebagai konsultan RS. Tanya Ibu Indri: “Ibu ini pakai Askes golongan berapa?” Jawab anak saya: “Setahu anak saya, golongan 4.” Jawab Ibu Indri: “Padahal golongan 4 sudah tidak ada lagi. Kalau gitu ini keliru, maka saya masukkan golongan 2 saja.” Tanya anak saya: “Apa itu masih bisa diganti?” Jawabnya: “Pokoknya nanti ibu ini mendapat kamar yang bagus, tidak seperti kamar No. 2 yang banyak sekali orangnya.”

Puji Tuhan obat untuk kemo itu membayarnya hanya sedikit karena memakai Askes. Seandainya saya masuk kamar No. 2 pasti stres, karena kemarin saja stres melihat satu ruangan isi 50 orang lebih, sakitnya kanker semua.

Pada kemo I, saya lolos. Tetapi saat mau dikemo II, badan saya lemas, tidak bisa apa-apa; saya hanya melihat dokter, perawat-perawat datang dan adik saya menangis melihat keadaan saya yang tak sadarkan diri selama ¼ jam. 

Kesalahan ini terjadi karena saya tidak mau makan dan minum susu yang manis karena takut sakit diabetes.

Setelah sadar, saya menangis minta ampun pada Tuhan dan menyerahkan diri secara total pada-Nya. Karena hanya Dialah yang bisa menuntun dan menerangi sehingga saya boleh menerima penyembuhan daripada-Nya. 

Saat itu saya hanya menangis, tidak tidur, tetapi saya merasakan kehadiran-Nya dan menggendong saya.

Selanjutnya saya tidak mau melanjutkan pengobatan dengan dioperasi. Akhirnya dokter menyetujui dan hanya memberi obat dan sekarang keadaan saya sudah agak baik.

Tetapi di hari Rabu kemarin saya bertemu dengan tetangga yang bertanya: “Kalau kanker yang sudah pecah itu sudah stadium berapa?” Saya jawab: “Saya nggak tahu.” Tanyanya lagi: “Kalau sudah pecah gitu pasti sudah ada stadiumnya.” 

Mendengar hal itu saya sakit hati, kaki saya lemas dan tubuh saya gemetar. Lalu saya pulang masuk kamar sambil menangis dan berdoa: “Tuhan, saya nggak mau ada pertanyaan itu.”

Pada hari Kamis pagi saya berdoa: “Ampunilah Tuhan kalau saya salah, ini hari Kamis saya mau datang memuji dan mendengarkan firman-Mu yang pertama kali sejak mengalami pemulihan dari sakit ini.” Akhirnya mukjizat terjadi, badan saya menjadi kuat dapat hadir bersekutu kembali.

Tetapi pada hari Jumat, ketika saya teringat pada ibu yang menanyakan keadaan saya pada hari Rabu, sakit hati saya timbul lagi. ... yang sudah mengering selama berobat, mengucur lagi mengeluarkan darah. 

Selain berobat ke dokter, saya juga pijat pada hamba Tuhan yang istrinya juga pernah divonis kena kanker hidung dan dapat disembuhkan. 

Akhirnya saya kembali pada hamba Tuhan dan saya didoakan agar sakit hati saya tidak berlanjut lagi. Begitu selesai berdoa ... mujizat terjadi.

(Sumber: Warta KPI TL No. 39/VII/2007).