Selasa, 17 November 2015

03.57 -

Nasehat Melalui Mimpi

Dalam minggu-minggu terakhir ini saya bingung mau berdoa apa, karena begitu banyak masalah di keluarga saya yang nggak selesai-selesai, antara lain: suami saya sakit dan sepeda yang saya pinjamkan pada pembantu saya hilang

Padahal rencana saya membuka depot Yammien Bandung, dan sepeda itu untuk mengantar pesanan mie citarasa Bandung di sekitar rumah saya.

Akhirnya saya cuma bisa memuji Tuhan dengan kata-kata yang bersyukur dan hanya “doa Yesus” saja.

Tiba-tiba pada hari Kamis minggu lalu saya bermimpi. Saya, suami saya dan banyak orang berada di dalam suatu ruangan, yang ada kolamnya, tapi bukan kolam renang; sebelum ke kolam itu ada jurangnya. 

Pada saat pintu dibuka, meskipun kami diam, tidak berjalan, kami bertambah lama bertambah maju dan mau masuk jurang, di sebelah kiri ada ruangan agak gelap.

Di belakang saya, banyak orang yang meloncat ke sana, tapi mereka nggak mati. Saya semakin dekat jurang dan sudah hampir jatuh. Saya bingung mau ikut mereka, tapi di sana suasananya tidak enak. 

Pada saat saya menoleh ke kanan saya melihat salib besar dan ada bisikan agar saya bergantung di salib itu. 

Saya bingung dan ragu pada saat baru memegang salib itu, salib itu goyang-goyang karena salib yang menempel di tembok itu pakunya tidak kuat, sedangkan kaki saya masih menginjak lantai. 

Tapi saya nekat bergantung di salib itu. Dan anehnya pada saat saya bergantung di salib itu, tiba-tiba ada pintu terbuka

Saya heran dari mana asalnya, karena sebelumnya tidak terlihat. Begitu pintu terbuka, tiba-tiba saya dan suami saya bisa berjalan melewati jalan itu dan kami mencari tempat duduk di sekitar kolam itu. Dan kami boleh memilih di tempat mana yang suka, kami mendapatkan tempat yang enak

Dalam mimpi itu saya bilang pada suami saya: “Kok bisa ya, tempat ini enak tapi kok yang duduk sedikit sekali.” Pada saat saya duduk ada seorang guru di dekat kolam itu duduk, memanggil seorang anak dan menanyainya, tetapi anak itu tidak bisa menjawab. Dia tidak marah tetapi justru mengelus-elus dan berkata: “Aku mengasihimu.”

Pada saat saya terbangun, saya berdoa: “Tuhan, saya mau bergantung sepenuhnya pada Engkau, tapi bimbinglah saya. Karena tanpa Engkau, saya tidak akan mampu.”

Pada hari Sabtunya saya mengikuti suatu rekoleksi, dan sungguh saya memperoleh peneguhan bahwa dalam hidup ini tidak boleh kuatir, harus sepenuhnya bergantung pada Tuhan dan harus juga mempunyai daya imajinasi.

Setelah rekoleksi saya refleksi diri, ternyata saya memang masih ada rasa kuatir meskipun mempunyai daya imajinasi. Sehingga pada saat melihat suatu masalah, saya pisimis dan bingung lagi. 

Tetapi saya bersyukur ternyata Tuhan selalu menyertai keluarga saya dan memberi kekuatan dalam kehidupan keluarga saya.

(Sumber: Warta KPI TL No. 48/IV/2008).