Pages

Senin, 28 Maret 2016

Mengapa salib ditutup kain ungu?

Berikut ini adalah terjemahan dari “Saint Joseph Catholic Manual” (copyright 1956)

Masa Sengsara Yesus:

Masa Sengsara Yesus dimulai pada Minggu ke- 5. Masa Prapaska, yang dikenal sebagai Minggu Sengsara, dan dari hari itu sampai Paska, Gereja masuk lebih dalam lagi ke dalam Kisah Sengsara Tuhan Yesus dan membawa sengsara-Nya lebih dan lebih dalam lagi ke hadapan umat-Nya. 

Liturgi mengesampingkan semua lambang suka cita dan menampilkan dalam kata dan perbuatan, kesedihan dan penitensi yang harus mengisi setiap jiwa orang Kristen pada saat merenungkan peristiwa- peristiwa akhir dalam kehidupan Penyelamat kita di dunia ini.

Sebelum Vespers pada hari Sabtu sebelum Minggu Sengsara, crucifix (salib Yesus), patung-patung dan gambar-gambar di altar dan di sekitar gereja ditutup dengan kain ungu polos, kecuali gambar-gambar Jalan Salib

Salib Tuhan Yesus ditutupi kain ungu sampai hari Jumat Agung, sedangkan patung-patung dan gambar-gambar lainnya tetap ditutup sampai pada saat Gloria pada Sabtu Suci. 

Patung-patung dan gambar-gambar para malaikat dan santa-santo ditutup, untuk menunjukkan bahwa Gereja membungkus dirinya sendiri dan berkabung saat Tuhannya sedang mempersiapkan Diri untuk mengalami kesengsaraan dan kematian untuk menebus dunia

Dengan semua tanda-tanda lahiriah dan upacara Masa Sengsara, umat beriman diingatkan bagaimana Tuhan dalam keilahian-Nya di sepanjang masa sengsara-Nya, dan dengan penglihatan dan pendengaran, para pendosa diingatkan agar bertobat dan menarik diri semakin jauh dari kesenangan-kesenangan duniawi, dengan mendevosikan diri semakin dalam kepada doa-doa Masa Prapaska dan merenungkan kisah sengsara Kristus yang telah wafat demi kasih-Nya kepada mereka.

(Sumber: Mengapa salib ditutup kain ungu?, katolisitas.org).

Sabtu, 26 Maret 2016

Jumat, 25 Maret 2016

Satu orang Kristen saja, bukanlah orang Kristen



“Unus cristianus nullus cristianus”, demikian tulis Tertulianus, seorang Bapa Gereja dari abad-abad pertama kekristenan. Satu orang kristen saja, bukanlah orang Kristen! Apa maksudnya? Untuk menjadi Kristen, minimal harus dua orang (Mat 18:20). Mengapa? Iman Kristen berakar dari iman Israel.

Jika kita belajar dari sejarah, terutama sejarah Timur Tengah kuno, ada satu bangsa kecil yang tetap hidup dan bertahan. Siapa bangsa kecil itu? Bangsa itu adalah Israel. Mengapa? Apa keistimewaan mereka? Karena Allah menjadi pengikat, mereka memiliki Yahwe. Ini semua karena ada ikatan khusus antara Yahwe dengan Israel.

Walaupun orang-orang Israel itu sudah melupakan Allah mereka (Kel 3:13), namun ternyata Yahwe mau mendengarkan jeritan mereka (Kel 2:23; Kel 3:7). Umat Allah tidak dibentuk dari imperium-imperium besar, tetapi justru dari sebuah bangsa kecil yang tertindas

Mengapa Israel bertahan, yakni pengalaman berjalan bersama. Pengalaman itu adalah pengalaman melewati padang gurun, sebuah perjalanan  yang panjang dan sulit untuk sampai ke Tanah Terjanji. Itu yang membangun ikatan.

Mereka telah dipanggil sebagai umat, artinya mereka tidak dibebaskan sendiri-sendiri, melainkan bersama-sama. Ikatan (perjanjian) itu, bukan saja antara Allah dan mereka, tetapi juga antar mereka. Ini membuat mereka menjadi saudara. Umat bukanlah sekedar pengelompokan individu-individu, yang hanya memikirkan hidupnya sendiri-sendiri.

Tidaklah bisa disebut sebagaiumat”, hanya karena “masuk” dalam kelompok tertentu, tetapi tidak kenal dengan orang lain dan tidak peduli dengan urusan orang lain. Pengalaman padang gurun yang sulit mengajar mereka hidup seperti itu.

Mereka dipanggil dengan tujuan bersama, yakni menuju Tanah Terjanji.

Atas kehendak Tuhan mereka berhenti dan mendirikan kemah, atas perintah Tuhan mereka berangkat. Ada kesadaran yang mendalam hidup sebagai musafir.

Jadi hidup di dunia ini bukanlah tujuan. Tujuan kita adalah Tanah Terjanji, tanah air sorgawi. Seorang musafir rendah hati, karena sadar bahwa ia bukan pemilik dunia ini. Ia hidup sederhana, murah hati dan punya semangat tinggi, karena sadar bahwa hidup di sini adalah sementara, dan apa yang dimiliki hanyalah titipan Tuhan.

Kehidupan Israel diorganisir dalam kelompok-kelompok. Kelompok terkecil disebut “rumah bapak”.

Iman Israel tumbuh pada awalnya dari agama keluarga, artinya setiap keluarga memiliki “allahnya” sendiri. Allah mereka itu mereka percayai sebagai pelindung dan penjamin kehidupan keluarga.

Dalam arti tertentu secara langsung bertanggungjawab untuk kesejahteraan mereka, soal kebutuhan sehari-hari, soal perut dan roti. Ikatan dalam rumah bapak atau komunitas itu begitu mendalam. Kebersamaan adalah nilai yang sangat mendasar. Hidup yang satu terkait dengan hidup saudaranya secara mendalam.

Nasib orang lain juga mempengaruhi hidup yang satu secara mendalam pula. Seorang saudara laki-laki punya kewajiban mewarisi janda saudaranya untuk memberi keturunan pada saudara yang meninggal tanpa anak (Ul 25:5-10kewajiban perkawinan ipar).

Demikian, hidup saudaranya tidak terputus, melainkan bisa abadi. Ini berkat pengorbanan seorang saudara.

Kain membunuh saudaranya, dan gagal menjadi saudara. Membunuh berarti menolak keberadaan yang lain. Kain menginginkan semuanya, tempat bagi dirinya sendiri, dan tidak memberi ruang bagi yang lain. Ia ingin hidup sendiri.

Filsuf Emmanuel Levinas menulis komentar: “Pertanyaan yang penuh kemarahan Kain inilah asal mula dari setiap imoralitas (Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?).

Secara alamiah aku adalah penjaga bagi saudaraku. Mengakui atau tidak, aku adalah penjaga saudaraku, dan kebaikan saudaraku tergantung dari apa yang kulakukan dan yang tidak kulakukan”.

Begitu orang itu menatapku, aku mau tak mau sudah bertanggungjawab atasnya. Hal ini kerap tidak kita sadari dan kita lupakan.

Ada tanggungjawab dan panggilan dasar setiap manusia
untuk menjadi “penjaga” bagi saudaranya.

Marilah kita belajar dari pohon bambu:

Bambu adalah pohon kalangan bawah. Karena kalangan rakyat biasa pada jaman dulu biasanya membangun rumah mereka dari bambu

» Yesus Kristus itu seperti pohon bambu, Ia lahir sebagai orang miskin, anak dari seorang tukang kayu. Tuhan kita adalah Tuhan yang menjadi dan dari kalangan bawah. Karena golongan biasa inilah kekristenan bisa cepat menyebar di kalangan orang biasa, terutama di kalangan para budak.

Orang biasa memiliki keistimewaan, yakni tidak gengsi, dan memiliki solidaritas yang kuat satu sama lain.

Tidak seperti batang-batang pohon yang lain umumnya penuh, bambu kosong di tengahnya. Karena kosong di dalamnya, membuat bambu bisa mendatangkan banyak berkah, seperti untuk menyalurkan air.

» di jantung inkarnasi Kristus ada misteri pengosongan diri (kenosis) Tuhan. Tuhan mengosongkan diri, di paku di kayu salib, menjadi jalan keselamatan umat manusia. Jadi, dengan mengosongkan diri orang Kristen bisa menjadi berkah. 

Bambu menjulurkan akarnya ke dalam, dan akar yang satu terkait dengan akar pohon yang lain. Ikatan itu memberi kepenuhan sekaligus kekuatan yang besar

» demikianlah relasi antara mereka yang menjadi kristen sebenarnya adalah sebuah keterkaitan yang dalam, keterkaitan dalam akar.

Akar kita adalah panggilan Yesus dan iman kita kepada-Nya. Mereka yang menjadi kristen pada dasarnya adalah orang yang keluar dari dirinya, lalu menjawab panggilan Yesus.

Karena itu satu orang kristen saja, bukanlah orang kristen. Mereka perlu keluar dan menjadi satu jemaat/komunitas murid Tuhan.

Kesatuan ini semestinya kuat sekali, karena terjalin pada akarnya, yakni pada Tuhan sendiri.

Tidak ada bambu yang hidup sendiri. Sebab, segera setelah tumbuh sebagai sebuah pohon bambu, ia mulai memproduksi tunas-tunas kecil, lalu membentuk sebuah rumpun. Setiap pohon bambu hidup dalam rumpun

» orang yang mengaku kristen, tetapi hidup sendiri dan bagi dirinya sendiri, dalam arti tertentu “bukanlah orang kristen”.

Kekristenan adalah panggilan bersama. Inti dari ini adalah panggilan untuk mencintai. Ini ada di jantung iman kristen, sebab Tuhan adalah cinta.

Seperti Tuhan yang keluar dari diri-Nya bagi keselamatan manusia, seorang kristen  adalah mereka yang keluar dari dirinya sendiri bagi kebaikan orang lain.

Mengapa pohon bambu tidak pernah sendirian dan selalu hidup dalam rumpun? Karena setiap pohon bambu pada waktunya menumbuhkan anak, lalu muncul banyak bambu dan menjadi sebuah rumpun

» setiap orang kristen semestinyamenghasilkan orang kristenlain. Orang kristen di sini mungkin tidak selalu dimengerti sebagai orang yang dibaptis.

Namun apa yang lebih penting  adalah membuat orang menjadi kristen, dalam arti murid Yesus, yang mempunyai semangat/jiwa Yesus dan hidup seturut teladan-Nya.

Pada awal ada bambu yang sudah dewasa yang sudah sangat tinggi. Ada pula anak-anak bambu yang masih pendek sekali. Namun sekali tumbuh mereka kelihatan sama, sejajar dalam panjang dan kekuatan dengan bambu lain yang “senior”

» gereja kita dan kelompok-kelompok, yang ada di dalamnya entah di paroki, wilayah-wilayah dan lingkungan-lingkungan tak jarang masih mempunyai kesulitan dalam hal ini.

Hirarki dan orang-orang tertentu kerap masih nampak dominan dan kurang memberi kesempatan kepada yang lain untuk ambil bagian. Ini bisa menghambat kebersamaan dan pertumbuhan dalam Gereja.

Carang-carang bambu, seolah-olah seperti tangan-tangan yang berpegangan satu sama lain. Mereka saling terkait satu sama lain. Itu memberikan kekuatan dan rasa akan solidaritas. Ini adalah salah satu rahasia mengapa umumnya bambu-bambu itu bisa kuat melawan terpaan angin.

Walaupun kecil dan tinggi, bambu tidak roboh karena dipegangoleh carang-carangpara saudaranya.

» demikian semestinya kehidupan orang kristen seperti cara hidup jemaat pertama (Kis 2:44-45). Mereka mencoba menghayati hidup menurut semangat Yesus sendiri, yakni semangat kaum anawim, yakni kaum miskin sederhana yang pasrah kepada Tuhan.

Pohon bambu pada awalnya tumbuh dengan sangat perlahan. Pada tahun pertama, tidak kelihatan apa-apa. Demikian pula pada tahun ke dua, tahun ketiga, tahun keempat. Menginjak tahun kelima tunas bambu itu tiba-tiba tumbuh dengan cepat, dan menjadi sederajat dengan yang lain. Bambu membutuhkan waktu untuk tumbuh

» mungkin demikian juga hidup orang kristen, ada saat tidak kelihatan, tersembunyi di dalam. Dalam diam dan ketersembunyiannya itu ia menyiapkan segala sesuatu yang perlu nanti bagi pertumbuhan.

Ini seperti pengalamanTuhan Yesus di padang gurun, yang ternyata menjadi saat persiapan penting bagi karya-Nya yang luar biasa itu. Yesus juga diam dalam kubur, tetapi kemudian meledak dengan kebangkitan.

Untuk tumbuh dengan baik komunitas-komunitas kristen juga perlu waktu, waktu untuk diam dan tersembunyi. Butuh waktu untuk sabar satu sama lain. Sabar dengan berbagai macam orang yang ada di dalamnya.

Walaupun tidak nampak kokoh, bambu itu lentur, dan justru karena itu ia tahan terhadap terpaan

» mungkin ini menjadi panggilan kita sebagai orang kristen dan komunitas. Sejak awal komunitas kristen punya sejarah panjang dengan ini. 

Komunitas-komunitas kristen menghadapi seribu satu macam tantangan dan penindasan, tetapi tidak roboh dan mati. Karena orang kristen dan gereja pada dasarnya mempunyai sifat lentur ini. Ia tidak keras dan kaku, melainkan tetap setia pada ajaran Kristus, kreatif mencari jalan untuk mewujudkan hidup kristen.

Dengan dibaptis tidak serta merta kita “menjadi kristen”. Bisa saja kita menjadi orang kristen yang “tidak kristen”

Kristen adalah prosesmenjadi”. Sebab kristen berarti mengikuti Yesus dan hidup seturut teladanNya. Kita sedang belajar dan berjalan menjadi kristen. Tak jarang kita merasa “sudah sangat kristen”, namun bisa jadi kita mengerti kekristenan secara mendangkal.

Kekristenan sebagai “cara/gaya hidup” (Teolog Christopher Theobald, SJ). Gaya hidup adalah cara bagaimana orang hadir di tengah dunia (Maurice Merleau-Ponty). 

Unus cristianus nullus cristianus sebenarnya berkaitan dengan cara hidup. Orang kristen adalah mereka yang menghayati hidupnya dalam kesadaran bahwa ia terkait secara mendalam dengan orang lain, dengan komunitas.

Orang kristen, tak pernah sendiri tetapi selalu dalam komunitas umat beriman dari segala jaman dan segala tempat (Cardinal Walter Kasper).

(Sumber: Warta KPI TL No. 119/III/2014 » Seminar Unus Cristianus Nullus Cristianus, Rm Ignatius Budiono, O. Carm).



Rabu, 23 Maret 2016

Dapatkah kita memahami keberadaan Allah dengan akal budi kita?

Ya, akal budi manusia dapat memahami Allah dengan pasti

Dunia tidak memiliki hakikat akan tujuan dari dalam dirinya sendiri.

Dalam semua hal, ada sesuatu yang lebih daripada yang kita lihat.

Keteraturan, keindahan, perkembangan dunia mengarah pada apa yang melebihi dunia itu sendiri, yaitu Allah.

Setiap manusia mengakui apa yang benar, baik, dan indah. Manusia mendengarkan hati nurani yang mendesak untuk mengarahkan pada yang baik dan memperingatkan dia untuk melawan yang jahat. Setiap orang yang mengikuti jalan ini akan menemukan Allah.

(Sumber: Warta KPI TL No.129/I /2016 » Youcat No. 4).

Senin, 21 Maret 2016

Hal terakhir


Dalam segala urusan ingatlah akhir hidupmumaka tak pernah engkau akan berdosa (Sir 7:36). Ganjaran dan hukuman setiap orang sudah mulai di dalam hatinya sendiri selama hidup di dunia iniBukan Allah yang menentukan hukuman atau ganjarantetapi perbuatan kita sendiri (Mat 25:31-46).







Aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab Kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan merekaberdasarkan apa yang tertulis di dalam kitab-kitab itu  (Why 20:12). Berbahagialah orang-orang yang mati yang mati dalam Tuhan (Why 14:13). 





kirimkan ke


pengagum.pengikut.blogspot.com


Di Damaskus aku bertemu Tuhan – Di Emaus hatiku berkobar-kobar


Hidup kita bagaikan sepucuk surat yang dapat dibaca oleh semua orang (2 Kor 3:2). Jadi, milikilah cara hidup yang baik, supaya mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatan kita yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka (1 Ptr 2:12). Ingatlah! Hal terkecil sekalipun yang kita lakukan untuk Allah itu sangat berarti.

Secara alami, kupu-kupu tak pernah tahu dengan pasti akan warna sayapnya, namun orang selalu terpana betapa indahnya kupu-kupu itu dan berusaha mendulang makna di baliknya. Kita juga tak pernah tahu betapa manis madunya, dan banyak orang berlomba-lomba mencari karena membutuhkannya. Aneka peristiwa bergulir lewat setiap kesempatan, dan gunakanlah refleksi untuk mencari makna di baliknya (Gregor neonbasu SVD).

Memandang hidup kita sebagai cerita lebih dari sebuah metafor yang kuat. Bila didalami tampak bagaimana pengalaman sendiri bercerita tentang kita (Daniel Taylor).

Marilah kita belajar dari pengalaman Saulus bertemu  Tuhan (Kis 9:1-19)

Sementara itu berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Ia menghadap Imam Besar, dan meminta surat kuasa dari padanya untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik, supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan, ia menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem.

» Rencana Saulus benar-benar matang, dia menangkap siapa saja yang menaruh harap dan percaya akan seorang Yahudi kontroversial dan subversif yang telah wafat, yakni Yesus dari Nazaret.

Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?"

Jawab Saulus: "Siapakah Engkau, Tuhan?" Kata-Nya: "Akulah Yesus yang kauaniaya itu. Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat."

Maka termangu-mangulah teman-temannya seperjalanan, karena mereka memang mendengar suara itu, tetapi tidak melihat seorang jugapun. Saulus bangun dan berdiri, lalu membuka matanya, tetapi ia tidak dapat melihat apa-apa; mereka harus menuntun dia masuk ke Damsyik. Tiga hari lamanya ia tidak dapat melihat dan tiga hari lamanya ia tidak makan dan minum. 

Di Damsyik ada seorang murid Tuhan bernama Ananias. Firman Tuhan kepadanya dalam suatu penglihatan: "Ananias!" Jawabnya: "Ini aku, Tuhan!"

Firman Tuhan: "Mari, pergilah ke jalan yang bernama Jalan Lurus, dan carilah di rumah Yudas seorang dari Tarsus yang bernama Saulus. Ia sekarang berdoa, dan dalam suatu penglihatan ia melihat, bahwa seorang yang bernama Ananias masuk ke dalam dan menumpangkan tangannya ke atasnya, supaya ia dapat melihat lagi."

Jawab Ananias: "Tuhan, dari banyak orang telah kudengar tentang orang itu, betapa banyaknya kejahatan yang dilakukannya terhadap orang-orang kudus-Mu di Yerusalem. Dan ia datang ke mari dengan kuasa penuh dari imam-imam kepala untuk menangkap semua orang yang memanggil nama-Mu."

Tetapi firman Tuhan kepadanya: "Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel. Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku."

Lalu pergilah Ananias ke situ dan masuk ke rumah itu. Ia menumpangkan tangannya ke atas Saulus, katanya: "Saulus, saudaraku, Tuhan Yesus, yang telah menampakkan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui, telah menyuruh aku kepadamu, supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan Roh Kudus." Dan seketika itu juga seolah-olah selaput gugur dari matanya, sehingga ia dapat melihat lagi. Ia bangun lalu dibaptis. Dan setelah ia makan, pulihlah kekuatannya.

» Ananias adalah utusan Tuhan.  Kita butuh sapaan saudara atau sahabat untuk berjalan bersama sehingga kita bisa peka melihat situasi di sekitar kita dengan mata terbuka. (Teman yang sesungguhnya hadir disaat-saat yang tersulit).

Pengalaman hidup Paulus begitu kaya.

Dia dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel, ahli Taurat (Kis 22:3; 5:34). Setelah bertemu dengan Tuhan, menjadi seorang yang giat bekerja bagi Allah (Kis 22:3 » berkotbah dan menulis).

Malahan setelah memperoleh Kristus, dia menghendaki persekutuan dalam penderitaan-Nya  agar menjadi serupa dalam kematian-Nya (Flp 3:8-11 » rela berjerih payah, di dalam penjara, didera di luar batas, kerap berada dalam bahaya maut, disesah, dilempari batu, mengalami kapal karam, terkantung-kantung di tengah laut, diancam banjir dan bahaya penyamun dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu, kerap kali tidak tidur, lapar dan dahaga, berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian  (2 Kor 11:23-28).

Dia senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika lemah, maka dikuatkan (2 Kor 12:10)

Bagi Paulus, hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Hidup di dunia berarti bekerja memberi buah (Flp 1:21-22).

Agar pembicaraan seseorang tentang keterlukaan orang lain menjadi relevan, orang itu mesti berbicara dari pengalaman keterlukaannya sendiri (The Wounded Healer ( 1979), Henry Nouwen).

Marilah kita belajar dari perjalanan dua murid ke Emaus (Luk 24:13-33)

[13-14] Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem, dan mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi

» Perjalanan dua orang ke Emaus adalah sebuah perjalanan iman, di mana kita mempertanyakan Tuhan yang kita imani (perjalanan yang penuh dengan  keputusasaan dan tanpa harapan).

[15-16] Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka. Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia.

» perjalanan dimana Tuhan berbicara dengan kita, Tuhan sangat dekat dengan kita, tak menjaga jarak dengan kita, namun kita tidak mengenal-Nya. Hal ini terjadi karena kita terlalu sibuk dengan diri sendiri. Ingatlah! Setiap saat adalah waktu yang tepat untuk berbicara kepada Allah. Jadi, kita butuh waktu untuk hening untuk berbicara dengan Tuhan.

[17-31] Yesus berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?" Maka berhentilah mereka dengan muka muram.

Seorang dari mereka, namanya Kleopas, menjawab-Nya: "Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?"

Kata-Nya kepada mereka: "Apakah itu?" Jawab mereka: "Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi. Tetapi beberapa perempuan dari kalangan kami telah mengejutkan kami: Pagi-pagi buta mereka telah pergi ke kubur, dan tidak menemukan mayat-Nya. Lalu mereka datang dengan berita, bahwa telah kelihatan kepada mereka malaikat-malaikat, yang mengatakan, bahwa Ia hidup. Dan beberapa teman kami telah pergi ke kubur itu dan mendapati, bahwa memang benar yang dikatakan perempuan-perempuan itu, tetapi Dia tidak mereka lihat."

Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaanNya?"

Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.

Mereka mendekati kampung yang mereka tuju, lalu Ia berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalanan-Nya. Tetapi mereka sangat mendesak-Nya, katanya: "Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam." Lalu masuklah Ia untuk tinggal bersama-sama dengan mereka.

Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka.

» perjalanan di mana Tuhan datang dan makan dan minum bersama-sama dengan kita, melalui Perayaan Ekaristi.

[32-35] Kata mereka seorang kepada yang lain: "Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?"

Lalu bangunlah mereka dan terus kembali ke Yerusalem. Di situ mereka mendapati kesebelas murid itu. Mereka sedang berkumpul bersama-sama dengan teman-teman mereka.

Kata mereka itu: "Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon." Lalu kedua orang itupun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti.

» Pengalaman di Damaskus & Emaus adalah perpaduan yang sinergis dan saling mengandaikan satu sama lain. Jadikanlah hidup kita dalam bingkai kesadaran dalam perjalanan ke Damaskus dan Emaus.

Dengan demikan, kita semua sadar bahwa hidup dan pergumulan hidup kita itu berisikan jatuh-bangun, perjuangan meraih asa yang kerap beriringan dengan kesakitan dan air mata. Namun kita yakin bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita.

Kesaksian hidup Kristiani beserta amal kasih yang dijalankan dengan semangat adikodrati, mempunyai daya kekuatan untuk menarik orang-orang (KGK 2044).

(Sumber: Warta KPI TL No.135/VII/2016 » Renungan KPI  TL Tgl  14 Juli 2016, Diakon Yanuarius Berek Fransiskus, SVD).