Selasa, 04 Oktober 2016

04.46 -

Mengandalkan diri sendiri



Sekularisme membuat orang menutup diri dari rahmat Tuhan, sumber sejati energi positif. Manusia sering kehabisan energi karena mengandalkan diri sendiri

Untuk itu dia sering memanipulasi atau memaksa orang lain untuk memberi energi dan perhatian kepadanya. Orang yang kita rebut atau paksa memberikan energinya akan merasa lemah, karena itu dia berusaha merebut kembali energi itu, bahkan menginginkan lebih. 

Begitulah manusia terlibat dalam konflik dan persaingan yang serius untuk memperebutkan energi, situasi yang tentu jauh dari damai sejahtera.

Satu-satunya jalan keluar dari konflik tak kunjung henti dan kekerasan yang melukai perdamaian adalah bila manusia mau kembali berkontak dengan Tuhan sumber rahmat dan energi kasih dengan jalan spiritual, jalan mistik

Kita bisa merasakan sendiri dalam hidup kita, bila doa kita subur dan kita mengalami kasih Tuhan, kita tidak perlu memanipulasi keadaan dan orang lain untuk memperebutkan energi. 

Bahkan energi rahmat positif yang kita miliki, dapat kita salurkan untuk menyembuhkan orang. Terutama menyembuhkan orang secara rohani yakni mengembalikan dia untuk berkontak dengan sumber rahmat energi positif yang sejati, yakni Allah sendiri.

Energi positif atau rahmat itu juga dapat kita peroleh lewat alam saudara kita (Bdk. St. Fransiskus Asisi). Bila kita memperlakukan alam dengan kasih, pada gilirannya alam juga menyalurkan energi positif dari sang Pencipta (karena kontak kita dengan Allah sumber kasih). 

Pertama-tama udara yang kita hirup akan sehat bila kita memelihara alam. Semangat kita terasa segar dan damai tatkala kita melihat pemandangan alam dan hijau, kelelahan kita sirna mendapat saluran rahmat kasih Allah lewat alam nan indah. 

Hati kita damai dan jernih mendengar suara kicau bening burung, gemerecik air dan suara jangkrik di kesunyian malam. Suara alam memberi hati kita rahmat bantuan mendengarkan suara Tuhan dalam kedalaman nurani kita. pertumbuhan tanaman yang kita amati akan mendidik kita untuk memahami pertumbuhan diri kita dan sesama. 

Tak ada yang instan di alam semesta, semuanya berproses dengan indah. Keindahan proses yang sudah lama kita abaikan.

Yang instan itu hanya ada dalam dunia maya yang digambarkan kecanggihan rekayasa teknologi (virtual reality). Rekayasa yang pada gilirannya membentuk sikap tak sabar kita dalam dunia nyata, membuat kita tak sabar dengan pertumbuhan diri kita dan sesama. Dan sering membuat kita cari jalan pintas atau paksaan untuk pertumbuhan kita dan orang lain. 

Kemajuan teknologi materialistis membuat manusia bergaul hanya dengan hasil ciptaannya sendiri dan mengabaikan bahkan mengeksploitasi alam saudara kandung se Bapa, Allah Pencipta yang maha pengasih dan penyayang.

(Sumber: Warta KPI TL No. 67/XI/2009 » Mereguk Air Hidup. Beriman Dalam Era New Age: Beberapa Sumbangan Celestine Prophecy Dalam Menghayati Hidup Rohani, Antonius Sad Budianto, CM, M.A.).