Selasa, 04 Oktober 2016

00.39 -

Doa dan pengampunan

Suatu hari istri saya menerima telpon dari anak perempuan saya yang ada di Jakarta, katanya: “Mami, Raquel barusan mengalami kecelakaan. Dia luka serius di leher, kena rantai pada waktu main ayunan. Tolong doakan. Kalau bisa segera ke sini.” Istri saya langsung mengajak saya segera berangkat ke Jakarta. 


Pada waktu itu saya sudah bertobat. Jadi, ketika diajak segera berangkat ke Jakarta saya tidak mau. Lalu saya segera berdoa, berlutut dan menangis dihadapan Tuhan: “Tuhan, ketika pagi aku serahkan semua keluargaku ke dalam tangan-Mu. Di waktu pagi aku percayakan semua kepada-Mu. Kalau ini boleh terjadi, Engkau tahu peristiwa ini. Dan hal ini Engkau izinkan terjadi. Aku tahu Tuhan, bagiku ini sesuatu yang berat, cucuku menderita. Tapi aku tahu Engkau ada di situ dan Engkau pasti akan menyelamatkannya. Amin.”


Anak saya telpon lagi: “Mami, ini serius sekali!” Tak ketinggalan juga dokter jaga ikut menelpon saya, katanya: “Pak Lauren, boleh nggak kami mengambil tindakan untuk melakukan sesuatu?” Jawab saya: “Jangan dulu!”

Saya berdoa lagi: “Tuhan, tunjukkan pada saya, apa yang harus saya lakukan. Dan berikan kepada kami mata iman.”

Anak saya telpon lagi: “Papi, Mami bisa datang segera apa tidak?”

Mendengar itu istri saya mengajak segera berangkat, tetapi saya tetap tidak mau. Kami segera berdoa, berlutut dan menangis dihadapan Tuhan: “Tuhan, aku nggak tahu apa yang Engkau rencanakan bagiku. Tetapi aku tahu rancangan-Mu baik bagiku. Engkau nggak pernah bohong, Engkau tidak pernah kecewakan orang yang berdoa kepada-Mu. Berilah tanda padaku, bagaimana aku harus bertindak. Engkau Tuhan yang memberi, Engkau pula yang berhak untuk mengambil. Kalau itu memang kehendak-Mu. Tapi Engkau tidak pernah mengecewakan kami. Amin.”

Anak saya telpon lagi: “Papi, ini gimana papi, ini keadaan sudah gawat, serius papi. Papi bagaimana?” Dokter syarafnyapun ikut menelpon saya, katanya: “Dr Lauren, saya mau minta izin, pendarahannya cukup luas, berbahaya kalau dibiarkan.” Jawab saya: “Tunggu, nanti akan kuberitahu.” 

Saya berdoa lagi: “Tuhan, aku nggak tahu lagi. Aku mau serahkan masalah ini sepenuhnya kepadaMu. Amin”

Dokter specialis anakpun menelpon saya, katanya: “Pak Lauren, operasi saja. Pak Lauren kan tahu itu berbahaya.” Jawab saya: “Tunggu dulu.”

Keesokan harinya kami berangkat ke Jakarta. Pada saat berangkat, kondisi kesehatan kami tidak bagus, karena sepanjang malam kami berdoa. 

Setelah sampai di rumah sakit, saya melihat penderitaan cucu saya yang luar biasa, matanya ke luar, tulang mata dan pelipis masuk ke dalam. Meskipun sudah diberi obat pemati rasa, cucu saya masih merintih kesakitan.

Di rumah sakit anak saya bercerita: “Kemarin saya mengantar Raquel ke sekolah lebih awal dari biasanya. Sebelum dia naik ke atas ayunan besar (dapat untuk empat orang), dia didorong oleh temannya, sehingga besi ayunan yang besar itu menghantamnya. 

Pada saat jatuh, dia menangis. Setelah berhenti menangis, gurunya membawanya ke kelas untuk mengikuti pelajaran agama selama satu jam. 

Di dalam kelas, gurunya bingung ketika melihat Raquel mukanya pucat dan dia hanya menundukkan kepala saja. Lalu guru Raquel bertanya “Kenapa Raquel?” Jawabnya “Pusing” Setelah di CT Scan, ternyata ada pendarahan di kepala, tulang sekitar mata kanan hancur 5 keping; tulang sekitar mata kiri hancur 2 keping.” 

Hari ke dua kami berdoa semalam suntuk lagi: “Tuhan beri kami pertanda. Apakah cucu saya boleh operasi apa nggak. Amin”

Hari ketiga di CT Scan lagi, pendarahan semakin meluas. Dr bedahnya berkata: “Pak Lauren, kalau ini anda tidak izinkan. Saya nggak mau tanggung jawab untuk ini. Pada saat operasipun saya tidak mau tanggung jawab. Karena ini sudah sangat riskan, resikonya tinggi.” Jawab saya: “Tunggu dulu aku belum beri izin.”

Meskipun para dokter berkata bahwa kondisi tambah jelek dan jika sembuhpun anak ini akan bodoh atau cacat, tetapi kami berdua diberi Tuhan satu mata iman, melihat bahwa kondisi anak ini bertambah bagus.

Hari ke 4 saya pulang ke Surabaya karena pelayanan saya banyak. Saya berdoa lagi: “Tuhan, aku tidak bisa melakukan sesuatu di sini yang lebih baik dari Engkau. Aku serahkan sepenuhnya cucuku ke dalam tangan-Mu. Bukan dokter yang menyembuhkannya, tetapi Engkaulah, Tuhan Yesus. Aku percaya. Amin”

Hari ke 6 pagi, istri saya telpon: “Pi, pulang beberapa hari lagi ya?.” Jawab saya: “Tidak! Kamu juga punya tanggung jawab kerjaanmu. Kamu tetap pulang. Kalau kita mau pasrah sepenuhnya kepada-Nya, jangan digondeli (ditahan, tidak boleh pulang). Bukankah firman Tuhan katakan “Semua dapat kutanggung dalam Dia yang memberi kekuatan padaku.” Akhirnya, sore hari ke 6 istri saya pulang. 

Pada hari ke 6, ternyata cucu saya boleh pulang tanpa operasi. Semuanya heran, termasuk dokter-dokternya karena hal itu tidak masuk diakal.

Dua minggu kemudian, Raquel ikut lomba gambar, dia memperoleh runner up. Bahkan IQ nya ditest, ternyata 140. 

Pada saat anak saya mau melakukan MRI lagi, saya menegurnya: “Sekali Tuhan bekerja/menyembuhkan, jangan macam-macam! Jangan MRI lagi untuk melihat sembuh atau tidak. Percayalah, Tuhan telah menyembuhkannya secara tuntas.” Sekarang sudah lewat lima tahun, tidak ada satu lukapun yang Tuhan izinkan.

Dari peristiwa ini saya mengerti bahwa Tuhan punya rencana yang indah dalam keluarga saya. Dari peristiwa ini menantu saya bertobat, dia benar-benar datang kepada Tuhan melalui Bunda Maria sehingga terjadi mujizat kesembuhan pada anaknya

Padahal berpuluh-puluh tahun dia menjadi orang Katolik, dia tidak bisa berdoa rosario. Dalam hal ini saya tidak berani memutuskan dengan kekuatan sendiri, karena jika terjadi apa-apa pada cucu saya yang baru berusia lima tahun (meninggal di meja operasi/terjadi kelumpuhan), pasti anak saya akan mempersalahkan saya atau saya dituntut oleh hati nurani saya. 

Jadi, saya benar-benar percaya dan mempercayakan peristiwa ini pada satu oknum yang sangat bisa dipercaya, yaitu: Tuhan Yesus.

Selalu ada satu hari yang baik yang Tuhan berikan kepada kita, sekalipun saat ini kita dalam penderitaan. Bonum Future ardum posibile (Thomas Aquino; Bdk Yak 1:2-4)

Dalam keadaan biasa, kita bisa berdoa dengan baik. Tetapi ketika badai sungguh-sungguh menerjang ... seringkali kita merasa seolah-olah doa-doa kita tidak didengarkan oleh Tuhan. Sehingga kita mengalami kebingungan, frustasi, stres, kehilangan arah. Dan akhirnya kita kepahitan. Jika kepahitan ini tidak kita kuasai, berarti kita telah membuka celah sehingga Iblis bisa masuk.

Jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu. Jadi, engkau harus berkuasa atasnya (Kej 4:4-7)

Ketika doa kita seolah-olah tidak dijawab oleh Tuhan, kita harus memegang dua prinsip di bawah ini

1. Rancangan Tuhan bukan rancangan kecelakaan tapi rancangan damai sejahtera untuk memberikan hari depan yang penuh harapan (Yer 29:11).

2. Kita tidak pernah mengerti rancangan Tuhan, karena otak kita tidak cukup untuk mengerti rancangan-Nya yang setinggi langit (Yes 55:8-9).

Agar doa kita didengarkan oleh Tuhan, kita harus:

1. Doa dengan penuh iman.

Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang. Orang yang demikian tidak akan menerima sesuatu dari Tuhan (Yak 1:67).

Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya (Yak 5:16).

2. Doa seturut kehendak Allah.

Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu (Yak 4:15). 

3. Mengadakan pemberesan dengan Tuhan.

Yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu ialah segala dosamu (Yes 59:1-2).

4. Mengadakan pemberesan dengan sesama.

Jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan teringat akan sesuatu yang ada di dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu (Mat 5:23-24).

Jika kamu berdoa, ampunilah sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu (Mrk 11:25).

Marilah kita belajar dari Hana (1 Sam 1:1-20)

Elkana mempunyai dua istri: yang bernama Penina (artinya mutiara) mempunyai anak dan Hana (artinya cantik) tidak mempunyai anak 

» Pada saat itu, merupakan aib besar jika seseorang tidak bisa melahirkan anak, dia akan dipermalukan, dikucilkan dan menjadi pergunjingan orang-orang (penderitaan Hana yang pertama). Bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu, awalnya enak, ujung-ujungnya bermasalah. 

Dari tahun ke tahun Elkana pergi meninggalkan kotanya untuk sujud menyembah dan mempersembahkan korban kepada Tuhan di Silo. 

Pada hari Elkana mempersembahkan korban, diberikannyalah kepada Penina, istrinya, dan kepada semua anaknya yang laki-laki dan perempuan masing-masing sebagian

Meskipun ia mengasihi Hana, ia memberikan kepada Hana hanya satu bagian (a double portion = dua bagian) sebab Tuhan telah menutup kandungannya 

» Kadangkala terjemahan Alkitab dalam bahasa Indonesia kurang tepat karena keterbatasan kosa kata, sehingga menimbulkan salah pengertian bagi pembacanya; terjemahan Alkitab bahasa Inggris lebih mendekati tepat bahasa aslinya.

Madunya selalu menyakiti hati Hana supaya ia gusar... Demikianlah terjadi dari tahun ke tahun; setiap kali Hana ke rumah Tuhan, Penina menyakiti hati Hana, sehingga ia menangis dan tidak mau makan 

» Meskipun Hana disakiti hatinya (penderitaan yang kedua), dia tidak pernah marah

Pada suatu kali, setelah mereka habis makan dan minum di Silo, berdirilah Hana dan dengan hati pedih ia berdoa kepada Tuhan sambil menangis tersedu-sedu 

» Bertahun-tahun doanya tidak didengarkan Tuhan (penderitaan yang ketiga).

Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak, tetapi suaranya tidak kedengaran (mencurahkan isi hatinya di hadapan Tuhan) Lalu keluarlah perempuan itu, ia mau makan dan mukanya tidak muram lagi 

» Hana berdoa dengan iman. Karena dia mengerti bahwa ada satu oknum yang sangat mengasihi dia, yaitu: Tuhan.

Ketika Hana berdoa, imam Eli sering mencemohohkannya, namun ketika Hana ke luar dari bait suci Tuhan, Eli berkata: “Pergilah dengan selamat, dan Allah Israel akan memberikanmu apa yang engkau minta dari pada-Nya.” 

» Hana mendapatkan doa berkat dari imam Eli. Meskipun imam Eli bukan seorang yang baik, doa berkat itu tetap terjadi. 

Demikian pula dengan kita, doa berkat yang diberikan oleh seorang imam pada saat hendak pulang Misa, sangat besar kuasanya. Jadi, berkat itu tidak tergantung pada imam, karena berkat itu berasal dari Tuhan. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 67/XI/2009 » Renungan KPI TL tgl 3 September 2009, dr Laurensius Suladi)