Ketika kelas 5 SD, Ibu saya meninggal saat melahirkan adik saya. Untuk menghilangkan kesedihan itu, sepulang sekolah, hampir setiap hari saya ke pastoran. Di sana saya berjumpa dengan pastor dan suster, tanpa saya sadari timbullah benih panggilan untuk menjadi pastor. Saya belajar Kitab Suci dan ajaran Gereja selama delapan tahun di seminari. Melalui pengajaran tersebut saya merasa terpanggil dan terdesak kepada pertobatan.
[KGK 109-119] Di dalam Kitab Suci Allah berbicara kepada manusia dengan cara manusia. Kitab Suci ditulis dalam Roh Kudus dan harus dibaca dan ditafsirkan dalam Roh itu juga" (DV 12,3). Untuk penafsiran Kitab Suci sesuai dengan Roh, yang telah mengilhaminya, Konsili Vatikan II memberikan tiga kriteria (DV 12,3)
1. Memperhatikan dengan saksama "isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci". Sebab bagaimanapun bedanya kitab-kitab itu, yang membentuk Kitab Suci, namun Kitab Suci adalah satu kesatuan atas dasar kesatuan rencana Allah yang pusat dan hatinya adalah Yesus Kristus. Sejak Paskah hati itu sudah dibuka (Luk 24:25-27, 44-46):
"Ungkapan 'hati (Mzm 22:15) Kristus' harus diartikan menurut Kitab Suci yang memperkenalkan hati Kristus. Hati ini tertutup sebelum kesengsaraan, karena Kitab Suci masih gelap. Tetapi sesudah sengsara-Nya Kitab Suci terbuka, agar mereka yang sekarang memahaminya, dapat mempertimbangkan dan membeda-bedakan, bagaimana nubuat-nubuat harus ditafsirkan" (Tomas Aqu., Psal. 21,11).
2. Membaca Kitab Suci "dalam terang tradisi hidup seluruh Gereja". Menurut satu semboyan para bapa "Kitab Suci lebih dahulu ditulis di dalam hati Gereja daripada di atas pergamen [kertas dari kulit]". Gereja menyimpan dalam tradisinya kenangan yang hidup akan Sabda Allah, dan Roh Kudus memberi kepadanya penafsiran rohani mengenai Kitab Suci... "menurut arti rohani yang dikaruniakan Roh kepada Gereja" (Origenes, hom. in Lev. 5,5).
3. Memperhatikan "analogi iman" (Rm 12:6). Dengan "analogi iman" dimaksudkan hubungan kebenaran-kebenaran iman satu sama lain dan dalam rencana keseluruhan wahyu.
Sesuai dengan tradisi tua, arti Kitab Suci itu bersifat ganda: arti harafiah dan arti rohani. Yang terakhir ini dapat saja bersifat alegoris, moralis, atau anagogis. Kesamaan yang mendalam dari keempat arti ini menjamin kekayaan besar bagi pembacaan Kitab Suci yang hidup di dalam Gereja.
Arti harafiah adalah arti yang dicantumkan oleh kata-kata Kitab Suci dan ditemukan oleh eksegese, yang berpegang pada peraturan penafsiran teks secara tepat. "Tiap arti [Kitab Suci] berakar di dalam arti harafiah" (Tomas Aqu., s.th. 1,1,10 ad 1).
Arti rohani. Berkat kesatuan rencana Allah, maka bukan hanya teks Kitab Suci, melainkan juga kenyataan dan kejadian yang dibicarakan teks itu dapat merupakan tanda. 1. Arti alegoris. Kita dapat memperoleh satu pengertian yang lebih dalam mengenai kejadian-kejadian, apabila kita mengetahui arti yang diperoleh peristiwa itu dalam Kristus. Umpamanya penyeberangan Laut Merah adalah tanda kemenangan Kristus dan dengan demikian tanda Pembaptisan (1 Kor 10:2). 2. Arti moral. Kejadian-kejadian yang dibicarakan dalam Kitab Suci harus mengajak kita untuk melakukan yang baik. Hal-hal itu ditulis sebagai "contoh bagi kita... sebagai peringatan" (1 Kor 10:11) (Ibr 3:1-4:11). 3. Arti anagogis. Kita dapat melihat kenyataan dan kejadian dalam artinya yang abadi, yang menghantar kita ke atas, ke tanah air abadi (Yunani: "anagoge"). Misalnya, Gereja di bumi ini adalah lambang Yerusalem surgawi (Why 21:1-22:5).
Satu distikhon dari Abad Pertengahan menyimpulkan keempat arti itu sebagai berikut:"Littera gesta docet, quid credas allegoria moralis quid agas, quo tendas anagogia".(Huruf mengajarkan kejadian; apa yang harus kau percaya, alegori; moral, apa yang harus kau lakukan; ke mana kau harus berjalan, anagogi).
Semua yang menyangkut cara menafsirkan Kitab Suci itu berada di bawah keputusan Gereja, yang menunaikan tugas serta pelayanan memelihara dan menafsirkan Sabda Allah" (DV 12,3). "Saya tidak akan percaya kepada Injil sekalipun, seandainya bukan otoritas Gereja Katolik mendorong saya ke arah itu" (Agustinus, fund. 5,6).
Nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah (2 Ptr 1:20-21).
Dalam sebuah homili saya berkata: “Bapak, Ibu dan saudara sekalian, hari ini tidak ada homili karena sudah 12 x saya membaca bacaan liturgi hari ini, tetapi saya tidak menemukan ilham. Oleh karena itu saya tidak mau ngawur (asal-asalan). Amin.”
Sesudah Misa, ada seorang bapak yang menghampiri saya dan berkata: “Trima kasih romo atas homilinya. Homili hari ini pendek, padat, jujur dan berkualitas.” Dalam kebingungan saya bertanya: “Apa maksudnya?” Jawabnya: “Seringkali saya gagal paham ketika mendengar homili romo, yang saya tangkap hanya lucunya, pesan homilinya tidak. Bagi saya, homili tadi luar biasa. Pertama, romo berani jujur di hadapan umat. Dengan cara ini romo memberi teladan pada kami untuk menjadi orang yang jujur.” Mendengar perkataan ini hati saya terhibur, tidak jadi merasa gagal sebagai seorang imam yang telah menjalani imamat selama 29 tahun.
Di sebuah retret di Balikpapan, sesudah misa ada sebuah keluarga yang menyapa saya, katanya: “Romo, masih ingatkan pada saya? Saya sangat ingat dengan homili romo yang terbaik tentang kejujuran. Saya masih ingat sampai hari ini.” Sungguh luar biasa, sudah 14 tahun kejadian itu (di Pandaan) tetapi masih diingatnya.
Firman Yesus menerangkan apa yang Ia kerjakan. Pekerjaan Yesus membuktikan kebenaran Firman-Nya. Kedua hal ini ada bersamaan dan saling menerangkan. Jadi, sabda tanpa karya dengan mudah dianggap omong kosong atau dalam istilah populis “gajah diblangkoni” (bisa kotbah ora bisa nglakoni). Demikian pula sebaliknya, karya tanpa sabda yang menerangkannya bisa saja membuat orang bingung dan salah paham (Mat 12:24, 28). Tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata! Hidup konkret kita menjadi saksi yang efektif dari berita yang kita wartakan.
Jadi, Kitab Suci tidak gampang dimengerti karena didalam membacanya dibutuhkan “bimbingan” (Kis 8:26-40), “pengertian” (Mat 13:23) dan “iman” (Mat 22:23-33).
Oleh karena komitmen yang saya ucapkan pada saat Tahbisan maka sebagai seorang imam, pertama-tama saya pergi kepada Allah menguduskan diri sehingga menjadi murni, belajar kebijaksanaan supaya menjadi terang bagi sesama (KGK 1581).
Saya menguduskan diri dengan cara: pagi berdoa, agar tidak jatuh ke dalam pencobaan (Mat 26:41 » roh memang penurut, tetapi daging lemah); malam berdoa dan pemeriksaan batin, agar Tuhan tidak menyembunyikan diri terhadap saya (Yes 59:2 » Ia tidak mendengar karena segala dosa atau segala kejahatan); setiap bulan mengaku dosa.
Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya, doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan (Yak 5:15-16).
Ketika kita berdoa, Allah akan terus-menerus memasukkan spirit-Nya sehingga kita mempunyai keinginan seperti yang dikehendaki-Nya (Mzm 80:19; Flp 2:13; Rm 8:26-27).
Berkat menerima katekese, diterangi Roh (KGK 1216) maka pada saat berdoa dan memeriksa batin dengan merenungkan perbuatan kita, kita akan disadarkan bahwa betapa besar kasih Allah kepada kita, dan betapa banyak dosa yang telah kita perbuat melawan Dia (Yeh 20:43 » Kita akan teringat kepada segala tingkah laku kita, dengan mana kita menajiskan diri, dan kita akan merasa mual melihat diri kita sendiri karena segala kejahatan-kejahatan yang kita lakukan).
Ketika kita menerima kehendak Allah dalam setiap aspek kehidupan kita, kita menemukan bahwa Allah memberikan kita kekuatan, keberanian, dan martabat yang bergema sampai ke sorga. Hal ini bergema sampai ke sorga karena mereka tidak berada jauh darinya. Sorga segera berada di dalam hati kita (Mother Angelica).
Saya menyadari fungsi seorang imam, yaitu sebagai wakil Kristus, sebagai alat Kristus melayani Gereja-Nya. Oleh karena itu saya mempertajam pendengaran saya untuk mendengar suara-Nya sehingga saya dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu, membimbing dan memberi nasihat secara bijaksana sehingga mendatangkan kesembuhan (KGK 1589; Yes 50:4; Ams 12:18).
Entah pagi atau malam jika ada umat yang datang kepada saya, meskipun dalam keadaan lelah dan mengantuk saya tetap melayani mereka, baik yang bertatap muka secara langsung maupun yang melalui telpon. Bagi saya, mereka adalah guru kehidupan. Karena melalui mereka, Tuhan membimbing saya untuk menemukan benang merah antara iman dan akal budi.
Jadi, saya tidak mau berbuat dosa dengan menolak mereka (Yak 4:17 » tahu berbuat baik, tetapi tidak melakukannya) sehingga menyesatkan mereka (Yak 1:17 » mendapatkan pertolongan bukan dari atas, yang diturunkan dari Bapa segala terang, sehingga ada perubahan atau bayangan karena pertukaran dalam hidup mereka (ada tumbal) atau masalah mereka tidak selesai karena mereka datang pada pendoa yang suka mencari kambing hitam dalam permasalahan tersebut.
Justru dengan mendoakan mereka, saya memperoleh 3 keuntungan (Mat 7:5-13): (1) Ada kesempatan bagi saya untuk mengetuk pintu hati Tuhan. (2) Dengan demikian saya menjadi sahabat-Nya (Mzm 25:14; Yoh 15:14-15 » Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku) (3) Ia akan memberikan kepada saya apa yang diinginkan hati saya (Ams 10:24; Mzm 37:4).
Kadang-kadang saya mendoakan dengan menyanyi. Bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali (Santo Agustinus). Lagu pujian diucapkan berkat kebijaksanaan dan dibimbing oleh Tuhan (Sir 15:10).
Seorang yang telah belajar berdoa berarti telah mempelajari rahasia kehidupan yang bahagia dan suci (William Law).
Allah sumber segala kasih karunia (1 Ptr 5:10). Jika kita kurang mendapatkan kemurahan dan kebaikan-Nya (Ul 28:1-14) pasti ada yang salah pada diri kita. Jadi, semua asap pasti ada titik apinya, semua masalah pasti ada penyebabnya.
Ada orang-orang menjadi sakit oleh sebab kelakuan mereka yang berdosa, dan disiksa oleh sebab kesalahan-kesalahan mereka. Maka berseru-serulah mereka kepada Tuhan dalam kesesakan mereka, dan diselamatkan-Nya mereka dari kecemasan mereka, disampaikan-Nya firman-Nya dan disembuhkan-Nya mereka, diluputkan-Nya mereka dari liang kubur (Mzm 107:17, 19-20).
Berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya. Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan-Nya berkat (Yl 2:12-14).
Melalui pengalaman bersama mereka, saya membagi masalah menjadi 5:
1. Masalah fisik – berobat ke dokter (Sir 38:2, 13-14 » Penyembuhan datang dari Yang Mahatinggi. Adakalanya kesehatan terletak di tangan tabib. Mereka juga berdoa kepada Tuhan, semoga Ia menganugerahkan keringanan penyakit serta penyembuhan akan keselamatan hidup) dan saya doakan.
2. Masalah psikologis/psikosomatis (masalah kesehatan mental menyebabkan penyakit fisik) – ringan (stress) » hanya diperlukan konseling dan saya doakan; berat (depresi) » konseling dengan psikolog (hanya mengenyam pendidikan psikologi – menangani kasus-kasus kejiwaan, mendiagnosis gejala psikologis pasien dan melakukan psikoterapi sebagai bentuk penanganan, lebih berfokus pada terapi untuk mengatasi prilaku, pikiran, dan emosi pasien)/psikiater (dokter spesialis yang menangani kesehatan jiwa – mempunyai kemampuan untuk mendiagnosis gangguan mental yang dialami pasien dan menemukan pengobatan yang diperlukan) dan saya doakan.
3. Masalah rohani (dosa, yang berhubungan dengan iman, harapan dan kasih, masalah rohani ini menyebabkan penyakit fisik/masalah lainnya) – saya doakan agar mengalami pertobatan dan saya menyarankan untuk bertobat dengan sungguh-sungguh.
Ada seorang bapak yang konseling tentang bisnisnya yang seringkali gagal. Saya menganjurkan untuk membaca Amsal, satu hari satu bab selama tiga bulan. Sesudah tiga bulan, dia datang kepada saya membawa kabar gembira, katanya: “Sejak saya bertekun membaca Kitab Amsal, bisnis saya untung karena ada suara di hati saya yang memberikan petunjuk untuk mengambil keputusan yang tepat. Saya menyesal kenapa tidak sejak dari dulu membaca Kitab Suci. Saat ini saya mau bertekun membaca Kitab Suci dan belajar menjadi pelaku firman.”
Tujuan Amsal untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna, untuk menerima didikan yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran, untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda (Ams 1:2-4. Jalannya adalah jalan penuh bahagia, segala jalannya sejahtera semata-mata (Ams 3:17).
Semua keuntungan itu akan kita dapatkan jika kita mermpunyai iman dan melakukan apa yang kita percayai. Bagaimana caranya memperoleh iman? Iman itu bertumbuh oleh firman Allah, oleh pengujian, oleh aniaya dan penderitaan, oleh pencobaan.
Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Rm 10:17; Ef 1:13 » firman kebenaran, Injil keselamatan). Taurat Tuhan itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan Tuhan itu teguh memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman (Mzm 19:8). Mendengarkan Sabda Allah adalah bagian penting dalam hidup rohani. Jadi, hikmat yang paling lengkap adalah firman Tuhan karena berisi pengetahuan, pengalaman dan pemahaman (2 Tim 3:16-17 » bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran).
Melalui hikmat dan pengertian kita dapat mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna (Kol 1:9). Pengalaman saja tanpa dipahami, orang akan melakukan kesalahan demi kesalahan yang sama (1 Kor 10:6). Ketika hikmat itu masuk ke dalam akal budi kita, maka firman Tuhan yang kita baca akan menguasai akal budi kita sehingga kita mempunyai kekuatan dan kuasa Tuhan nyata dalam hidup kita (Ams 2:10-11 » Hikmat akan masuk ke dalam hatimu dan pengetahuan akan menyenangkan jiwamu; kebijaksanaan akan memelihara engkau, kepandaian akan menjaga engkau).
Oleh karena itu janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung (Yos 1:8). Siapa yang melekat pada Taurat memperoleh kebijaksanaan (Sir 15:1).
Hukum Taurat memiliki kegenapan segala kepandaian dan kebenaran (Rm 2:20). Hikmat tinggal di dalam hati orang yang berpengertian (Ams 14:33), ada pada orang yang rendah hati (Ams 11:2).
Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian (Ams 9:10). Takut akan Tuhan adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut (Ams 14:27). Jadi, janganlah meninggalkan hikmat itu, maka engkau akan dipeliharanya, kasihilah dia, maka engkau akan dijaganya (Ams 4:6).
Sikap bijak tumbuh dari iman (Rm 12:2 » pembaharuan budi dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna). Orang bijak tahu bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (Rm 8:28).
Orang bijak tahu banyak tentang dirinya sendiri, juga sadar bahwa dia tidak sempurna dan memiliki kekurangan. Itulah sebabnya dia tetap rendah hati dan terus belajar. Dia mampu merendahkan hati dan mengakui bahwa dia salah.
Orang bijak punya toleransi yang tinggi karena dia sadar bahwa setiap orang berbeda. Kalau ada pemikiran orang lain yang menurutnya lebih benar, dia tidak akan sungkan untuk menerima pemikiran tersebut. Dia bisa minta maaf walaupun dia tidak salah.
Orang bijak tahu apakah hal tersebut harus diucapkan atau tidak. Oleh karena itu dia berhati-hati dengan ucapannya, dia akan memikirkan terlebih dahulu "Apakah ucapannya itu bermanfaat? Apakah akan menyinggung perasaan orang lain? Apakah itu perlu untuk diucapkan?" Dia lebih banyak mendengarkan dan berbicara ketika diperlukan. Karena dia tahu betul bahwa kata-kata lebih tajam dari pada pedang, Sekali melukai hati seseorang akan sulit untuk menyembuhkannya, meskipun lewat kata maaf.
Orang bijak mencegah terjadinya masalah. Dia berpikir bukan hanya dengan logika saja tapi juga menggunakan perasaan dan intuisinya. Dia akan mempertimbangkan berbagai kemungkinan sebelum mengambil keputusan.
Memang tidak mudah menjadi orang yang bijaksana, karena kita semua tidak ada yang sempurna. Tidak mudah bukan berarti tidak bisa. Hidup adalah tempatnya untuk belajar. Di sinilah kita saling belajar dan mengingatkan satu sama lain.
Supaya iman bertumbuh dan bertambah teguh, kita memerlukan setiap hari firman Tuhan untuk dibaca, direnungkan dan dipraktekkan (perbuatan yang sejalan dengan iman yang dimiliki), supaya kita mendapat kekuatan Allah, yang mampu mengalahkan dunia (Rm 1:16-17; I Yoh 5:4-5; 1 Ptr 1:5).
Oleh karena iman itu hidup, maka setiap orang percaya harus juga siap menghadapi ujian-ujian yang diperlukan bagi pertumbuhannya untuk dapat memperoleh buah yang matang. Orang benar tidak pernah lepas dari kemalangan (Mzm 34:20). Perhatikan bagaimana nasib Ayub (Ayb 1-42 » saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan); Abraham (Kej 22 » takut akan Allah); Daniel (Dan 6 » setia, berdoa serta memuji Allah, tidak melakukan kejahatan); Sadrakh, Mesdakh dan Abednego (Dan 3 » tidak mau memuja dan menyembah allah mana pun kecuali Allah mereka; 2 Tim 3:12 » Setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya) dll.
Pengujian iman untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak (Ul 8:2 » pembuktian akan adanya karakter asli yang dimilikinya selama ini). Setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya (2 Tim 3:12).
Pengujian berbeda dengan pencobaan. Tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut (Yak 1:14-15; Kej 3:1-5). Contoh: cinta uang » tidak akan puas dengan uang (Pkh 5:9), menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka (1 Tim 6:10).
Ada bahaya yang mengancam jiwa jika kita hanya punya iman tanpa mempunyai hati nurani yang murni dan menjadi pelaku firman (1 Tim 1:18-19; Yak 1:22). Karena seringkali tanpa sadar kita jatuh ke dalam dosa kesombongan seperti setan (Yak 2:19 » setan-setan pun juga percaya ada satu Allah saja, tetapi dia tidak melakukan kehendak Allah).
Oleh karena itu, kepada iman dapat ditambahkan segala sesuatu yang membangun, menghidupkan dan menyempurnakan. Rasul Petrus menyatakan: "Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang." (2 Ptr 1:5-7). Jadi, kita memerlukan ketekunan, supaya sesudah kita melakukan kehendak Allah, kita memperoleh apa yang dijanjikan itu (1br 10:36).
Apabila hati seorang berbalik kepada Tuhan, maka selubung itu diambil dari padanya. Bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang, memberi pengertian kepada orang-orang bodoh (2 Kor 3:16; Mzm 119:130).
Ada seorang ibu yang konseling pada saya: “Mengapa saya tidak mengalami damai dan pekerjaan tidak lancar, sedangkan saya rajin ke gereja dan rajin membaca Kitab Suci, aktif dalam komunitas rohani.” Saya berani bertanya karena mendapatkan hikmat Tuhan: “Apakah ibu pernah menggugurkan kandungan?” Jawabnya: “Pernah, sebelum menikah.”
“Menggugurkan kandungan itu adalah dosa besar? Bagaimana ada rasa damai bagi seorang pembunuh darah dagingnya sendiri. Setiap pengguguran menyebabkan “luka batin” pada wanita normal. Dosa besar ini harus diselesaikan dengan bertobat dan juga mengambil langkah sosial (berderma). Jangan lupa untuk mengaku dosa, memberi nama bagi janin yang digugurkan dan mintalah Intensi Misa baginya.”
Setelah selesai melakukan saran saya (mengaku dosa, melakukan Intensi Misa dan berderma), ada rasa damai dalam hati ibu itu dan kelancaran kerja juga.
Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari Tuhan dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia (Mzm 15; 24:4-5).
Ada seorang ibu yang konseling pada saya dan dia mengatakan bahwa dia rajin mengikuti Misa harian, rajin membaca Kitab Suci, rajin berderma namun sampai saat ini belum mempunyai anak. Saya tanya: “Apakah kamu pernah mengaku dosa?” Jawabnya: “Pernah, sebelum menikah.” Tanyanya: “Apa hubungannya, punya anak dan pengakuan dosa?” Jawab saya: “Jika ibu rajin berdoa tetapi jiwa ibu kotor, bagaimana doa ibu bisa sampai kepada Tuhan?”
Sakramen Pengakuan mendamaikan kita dengan Gereja. Dosa melemahkan atau memutuskan persekutuan persaudaraan. Sakramen Pengakuan memperbaharunya dan mengikatnya lagi. Ia menyembuhkan orang yang diterima kembali dalam persekutuan Gereja dan membangkitkan suatu pengaruh segar atas kehidupan Gereja yang menderita karena dosa dari salah seorang anggotanya (1 Kor 12:26). Pendosa diterima kembali ke dalam persekutuan para kudus atau diteguhkan di dalamnya dan diperkuat oleh pertukaran kekayaan rohani. Pertukaran ini terjadi di antara semua anggota Tubuh Kristus yang hidup, entah mereka yang sekarang masih dalam penziarahan maupun mereka yang sudah ada di dalam tanah air surgawi (LG 48-50).
"Perdamaian dengan Allah ini seakan-akan masih mengakibatkan juga bentuk-bentuk perdamaian lain, yang menyembuhkan retakan-retakan lain yang disebabkan oleh dosa: Orang yang mengakukan dosa, yang diampuni, didamaikan dalam keberadaan batinnya dengan diri sendiri, yang olehnya ia menerima kembali kebenaran batinnya; ia mendamaikan diri dengan saudara-saudaranya, yang entah bagaimana diserang dan dilukai olehnya; ia mendamaikan diri dengan seluruh ciptaan" (RP 31). (KGK 1469).
"Seluruh hasil Pengakuan ialah bahwa ia memberi kembali kepada kita rahmat Allah dan menyatukan kita dengan Dia dalam persahabatan yang erat". (Catech. R. 2,5,18). Dengan demikian tujuan dan hasil Sakramen ini adalah perdamaian dengan Allah. Bagi mereka yang menerima Sakramen Pengakuan dengan penuh sesal dan khidmat, dapat menyusullah "perdamaian dan kegembiraan hati nurani, dihubungkan dengan hiburan roh yang kuat" (K. Trente: DS 1674). Sakramen perdamaian dengan Allah sungguh mengakibatkan "kebangkitan rohani", satu penempatan kembali dalam martabat dan dalam kekayaan kehidupan anak-anak Allah, dan yang paling bernilai adalah persahabatan dengan Allah Bdk. Luk 15:32. (KGK 1468).
Sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan, agar Tuhan mendatangkan waktu kelegaan. Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau (Kis 3:19; Mzm 119:11).
Iman mengajak kita menghasilkan buah-buah yang sesuai dengan pertobatan (Luk 3:8, 11, 13-14 » mempunyai dua helai baju, membaginya dengan yang tidak punya, dan mempunyai makanan, berbuat juga demikian. Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu. Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu).
Di bawah pancuran ada 2 gentong, satu milik pak A dan satunya milik pak B. Pak A memberitahukan pada tetangganya, kalau memerlukan air boleh mengambil dari gentongnya. Setiap mengambil air dari pancuran, pak A juga menyirami tanaman di sepanjang jalan, dari pancuran ke rumahnya. Jadi, disepanjang jalan terlihat bunga-bunga yang indah. Sedangkan pak B, air yang ada di gentongnya hanya untuk kebutuhan keluarganya saja.
Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan (Ams 11:24) bagaikan ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang (Hag 1:6).
Ada seorang bapak yang konseling dengan saya, katanya: “Saya sudah menikah selama 12 tahun, namun sampai saat ini saya belum dikaruniai seorang anak. Padahal kami berdua sehat secara jasmani. Saya juga tidak pernah melupakan misa setiap hari, membaca Kitab Suci, berdoa Rosario, berdoa Novena yang tak pernah gagal, tetapi sampai saat ini belum terkabul juga harapan saya.” Karena konseling, maka saya memberanikan diri untuk bertanya: “Kalau bapak Misa memberi kolekte berapa? Jawabnya: “Lima ribu.” “Apakah bapak bisa memberi yang layak pada Tuhan?” “Bisa.” “Untuk mempersembahkan pada Tuhan, cobalah untuk memberi dengan ikhlas dan pantas.”
Empat bulan kemudian saya menerima telpon dari bapak tersebut yang mengatakan bahwa istrinya sudah hamil dan mohon tetap didoakan. Sungguh luar biasa, pada saat manusia mau bertobat, Tuhan menganugerahkan anak kembar pada keluarga itu.
Segala berkat akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara Tuhan, Allahmu dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya (Ul 28:1-14 » Berkat bukan hanya dalam bentuk uang saja tetapi bisa juga berupa buah kandungan, segala pekerjaan dll).
Jika engkau tidak mendengarkan suara Tuhan, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan ketetapan-Nya, segala kutuk akan datang kepadamu dan mencapai engkau, Tuhan akan menimpakan pukulan-pukulan yang keras lagi lama dan penyakit-penyakit yang jahat lagi lama (Ul 28:15-46, 58-59). Jika iman kita bertumbuh dan kasih kita berkembang maka kita mudah untuk membagikan berkat bagi orang lain.
Ciri orang yang bertumbuh imannya: senantiasa mengucap syukur dalam segala hal (1 Tes 5:18). Pikirannya: semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji (Flp 4:8).
Ciri orang yang berkembang kasihnya: sabar, murah hati (Luk 6:36-38 » tidak akan menghakimi/menghukum, mengampuni, memberi), tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi karena kebenaran, menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu (1 Yoh 4:18 » tidak ada ketakutan, Flp 4:6 » tidak ada kekuatiran, Flp 4:4 » selalu bersukacita), mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu (1 Kor 13:4-7).
Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita. Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita (Rm 12:8; 2 Kor 9:7).
Oleh karena kejahatan kita, maka kita disiksa-Nya, tetapi kita dikasihani-Nya ... Jika dengan segenap hati berbalik kepada-Nya, dan dengan segenap jiwa berlaku benar di hadapan-Nya niscaya Ia pun berbalik kepada kamu dan tidak disembunyikan-Nya wajah-Nya terhadap kamu (Tob 13:4-8).
Ada seorang ibu beserta suami dan anaknya datang menemui saya, ibu tersebut konseling kepada saya: “Romo, kenapa saya kok menderita kanker payudara. Padahal keluarga saya tidak ada yang kena tumor maupun kanker. Selalui itu saya rajin ke gereja, rajin ikut doa lingkungan, rajin baca Kitab Suci, sering ziarah ke gua Maria. Saya sudah mengatur pola makan saya dengan baik. Tuhan tidak adil! Ada tetangga saya yang tidak ke gereja dan tidak melakukan kegiatan rohani tetapi mereka tetap diberkati Tuhan. Apakah yang salah dalam kehidupan saya? Katakan terus terang kepada saya, saya tidak apa-apa.”
Karena sudah satu jam konseling, dari wajahnya, saya bisa melihat gambaran jiwanya. Maka saya menjawabnya: “Ibu judes!” (salah satu penyebab kanker) Belum sampai penjelasan tuntas, tiba-tiba anaknya berkata: “Benar, ya pa?”
[Judes (KBBI): lekas marah dan suka membentak-bentak atau menyakiti hati orang lain].
Saya melanjutkan penjelasan saya: “Ibu boleh marah pada saya. Saya yakin, apa yang ibu derita akan semakin besar, jika ibu tidak mau bertobat. Sikap batin ini telah banyak melukai hati orang (Mzm 9:13 » Tuhan ingat kepada orang yang tertindas; teriak mereka tidaklah dilupakan-Nya). Jadi, janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulut ibu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia (Ef 4:29). Niscahya, penyakit ibu akan disembuhkan oleh-Nya. Saya akan mendoakan ibu selalu.”
Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang (Ams 16:24).
Orang yang menderita penyakit rohani secara lahiriah mereka menjalankan ibadah, mereka selalu ingin diajar, namun mereka tidak pernah dapat mengenal kebenaran sehingga akal mereka bobrok dan iman mereka tidak tahan uji. Mereka tidak sadar bahwa jiwanya telah dijerat dan diikat oleh Iblis pada kehendaknya (2 Tim 3:5-8; 2 Tim 2:26).
Dengan kemauan sendiri seseorang tidak bisa bertobat. Oleh karena itu orang harus memohon rahmat Tuhan dan bimbingan seorang hamba Tuhan yang ramah, sabar dan lemah lembut menuntun dan mengajarnya, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepadanya untuk bertobat dan memimpinnya sehingga ia mengenal kebenaran (2 Tim 2:24-25).
Rahmat pada tempat pertama adalah anugerah Roh Kudus yang membenarkan dan menguduskan kita. Tetapi di dalam rahmat termasuk juga anugerah-anugerah yang Roh berikan kepada kita, untuk membuat kita mengambil bagian dalam karya-Nya serta menyanggupkan kita untuk berkarya demi keselamatan orang lain dan pertumbuhan Tubuh Kristus, yaitu Gereja (KGK 2003). Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu (Yoh 14:12).
Berkat rahmat-Nya, kita percaya kepada Allah, berharap kepada-Nya, dan mencintai-Nya; hidup dan bekerja di bawah dorongan Roh Kudus dan bertumbuh dalam kebaikan (KGK 1266).
Roh Kudus yang masuk ke dalam kita akan meningkatkan kualitas roh kita, sehingga hidup kita akan menyerupai Kristus, yaitu: penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, mengampuni kesalahan (Kel 34:6-7). Melalui kehidupan kita, kehadiran Allah dapat dirasakan oleh keluarga, komunitas, dan masyarakat sehingga hidup kita adalah surat yang dapat dibaca oleh semua orang (2 Kor 3:2).
Pertobatan mematahkan hukum tabur tuai (Yeh 18:21-28).
4. Masalah supranatural (santet, guna-guna dll) – Tidak ada mantera atau tenungan yang mempan jika hidup kita mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah (Bil 23:21, 23; Ef 6:10-20).
Saya juga akan mensharingkan beberapa kejadian lain yang pernah saya alami.
Hari Rabu saya bergumul dengan hutang saya pada toko bahan bangunan sebanyak 18 juta. Di hari Sabtu pagi, tiba-tiba datang seorang dokter yang memberi uang, katanya: “Romo, saya boleh rejeki banyak.” Saya dengan senang hati menerimanya, terlebih lagi jumlahnya melebihi dari yang dibutuhkan untuk membayar. Namun, siang harinya ada umat yang datang dan menceritakan bahwa anaknya belum membayar SPP berbulan-bulan. Mendengar hal itu, saya langsung memberikan uang padanya untuk membayar. Sungguh Tuhan mencurahkan berkat-Nya pas-pasan (Mat 6:11 » secukupnya, pas butuh, pas ada). Di sinilah saya melihat penggenapan janji Tuhan: “dipanggil untuk memperoleh berkat dan memberkati” (1 Ptr 3:9).
Kalau peraturan pemerintah ditegakkan, maka sekolah binaan saya terancam ditutup karena jumlah muridnya kurang. Oleh karena itu saya bekerjasama dengan romo di Kupang, saya katakan bahwa “anak-anak adalah masa depan gereja, daripada mereka di sana kekurangan gizi dan pendidikan, lebih baik mereka berada di sini.” Romo tersebut menyetujui usul saya dan berencana mengirimkan 57 anak.
Sesudah mendapat jawaban romo Kupang, saya baru tersadar, dari mana biaya pesawat dari Kupang ke Surabaya untuk 57 anak tersebut, dan untuk romo dan susternya yang berjumlah 8 orang? Bagaimana tempat tidur dan lemarinya? Semua pekara ini saya persembahkan pada Tuhan, saya yakin sepenuhnya bahwa Ia yang memulai pekerjaan yang baik, akan meneruskannya sampai pada akhirnya (Flp 1:6). Tuhan akan menyelesaikannya bagiku! (Mzm 138:8).
Puji Tuhan, setelah 8 hari saya bergumul dalam doa, saya mendapatkan kabar baik dari orang saya yang berada di Bangkalan, katanya: “Romo, tidak usah bingung. Ini ada orang Bangkalan yang bekerja di Jakarta. Ini nomernya, tolong dihubungi secara langsung.” Satu persoalan selesailah sudah. Persoalan kedua tentang ranjang susun yang berjumlah 29 itupun ada yang memberikan pada kami secara gratis. Bahkan Tuhan juga mengetuk seorang umat kala dia berada di tempat rekoleksi yang saya bawakan, katanya: “Pesan saja lemari yang dibutuhkan di mebel Queen Pasuruan, nanti saya yang bayar.”
Jika iman kita bertumbuh, kita semakin mengenal-Nya secara pribadi. Tanpa iman yang bertumbuh, kita tidak mungkin berkenan kepada Allah (Ibr 11:6) dan menerima janji-janji-Nya digenapi dalam hidup kita (Ef 3:6).
Sungguh luar biasa berjalan bersama-Nya, ada banyak kejadian yang mustahil bagi dunia tapi saya dan orang-orang yang merindukan-Nya merasakan mujizat-mujizat tersebut. Sungguh, kita mempunyai Allah yang hidup, yang begitu peduli dan mengasihi umat-Nya.
(Sumber: Warta KPI TL No. 180/IV/2020 » Renungan Rekoleksi KPI TL Tgl 28-29 Juli 2018, Romo Hudiono, Pr).