Pages

Minggu, 29 September 2019

Kasih Ibu



Suatu pagi di sebuah perkampungan miskin, tampak seorang ibu dengan penuh semangat sedang mengolah adonan untuk membuat tempe. Pekerjaan membuat dan menjual tempe telah digelutinya selama bertahun-tahun sepeninggal suaminya.

Saat membuat adonan, sesekali pikirannya menerawang pada sepucuk surat yang baru diterima dari putranya yang sedang menuntut ilmu di rantau orang. Dalam surat itu tertulis, "Bunda tercinta, dengan berat hati, ananda mohon maaf harus minta dikirim uang kuliah agar dapat mengikuti ujian akhir. Ananda mengerti bahwa bunda telah berkorban begitu banyak untuk ananda. Ananda berharap secepatnya menyelesaikan tugas belajar agar bisa menggantikan bunda memikul tanggung jawab keluarga dan membahagiakan bunda. Teriring salam sayang dari anakmu yang jauh".

Dua hari lagi adalah hari pasaran. Biasanya tempe hasil buatan si ibu di bawa ke pasar untuk dijual. Kali ini, tempe yang dibuat dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya, dengan harapan agar mendapatkan lebih banyak uang untuk dikirim ke anaknya.

Sehari menjelang hari pasar, hati dan pikiran si ibu panik karena tempe buatannya belum jadi, entah karena konsentrasi yang terganggu atau porsi tempe yang dibuat melebihi dari biasanya. Si ibu pun sibuk berdoa dengan khusuk di sela-sela waktu yang tersisa menjelang keberangkatannya ke pasar, memohon kepada Tuhan diberi mujizat agar tempenya siap di jual dalam keadaan jadi. Tetapi sampai tiba di pasar, tempenya masih belum jadi juga.

Sepanjang hari itu dagangannya tidak laku terjual. Si ibu tertunduk sedih, matanya berkaca-kaca membayangkan nasib anaknya yang bakal tidak bisa mengikuti ujian. Menjelang hari pasar usai, tiba-tiba datang seorang ibu berjalan dengan tergesa-gesa, "Bu, saya nyari tempe yang belum jadi, dari tadi nggak ada! Ibu tahu, saya harus cari ke mana?"

"Untuk apa, tempe belum jadi kok dicari?" tanya si penjual heran.

"Saya mau membeli untuk dikirim ke anak saya di luar kota, dia sedang ngidam tempe khas kota ini," kata ibu calon pembeli. Ibu penjual tempe ternganga mendengar kata-kata yang baru didengarnya, seakan tak percaya pada nasib baiknya, seolah tangan Tuhan memberi kemurahan kepadanya. Akhirnya, tempe dagangannya diborong habis tak bersisa. Dia begitu senang, bersyukur dan menambah keyakinan bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan diri umatnya selama manusia itu sendiri tidak putus asa dan tetap berjuang.

Ora et Labora. Memang, doa dan usaha harus seiring dan sejalan dalam perjalanan hidup setiap manusia. Doa dibutuhkan untuk mengingatkan kita agar senantiasa menapak langkah di jalan benar yang direstui oleh yang Maha Kuasa dan tetap mampu bersikap sabar, gigih dan ulet saat menghadapi segala macam halangan, rintangan dan cobaan, sekaligus mampu memelihara antusiasme dalam memperjuangkan apa yang telah kita tetapkan demi mewujudkan kesuksesan.