Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya
Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)
Penanggalan liturgi
Selasa, 6 Maret 2018: Hari Biasa Pekan III Prapaskah - Tahun B/II (Ungu)
Bacaan: Dan 3:25, 34-43; Mzm 25:4bc-5ab, 6-7bc, 8-9; Mat 18:21-35
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?"
Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: (*) Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
Renungan
1. Mengampuni - tanda telah mengalami kasih Allah
Mengampuni merupakan suatu pilihan sikap hidup yang sulit. Artinya, kita tidak mudah mengampuni kesalahan sesama apalagi mereka yang menyakiti hati kita.
(*) Namun, Yesus meminta kepada kita semua yang percaya kepada-Nya untuk mengampuni dengan sepenuh hati, tanpa batas kuantitatif tertentu. Karena batasan kuantitatif tertentu mengungkung diri dan meminimalisasi kreativitas manusia untuk mengampuni dengan sepenuh hati.
Sulit mengampuni menjadi tanda bahwa kita belum sungguh-sungguh mengalami kasih Tuhan. Sebagai orang yang telah mengalami kasih Tuhan, kita perlu membagikannya kepada yang lain, yakni dalam pengampunan dan memaafkan sesama kita.
Tuhan selalu terbuka dan menawarkan pengampunan kepada kita. Bila kita belum percaya pada pengampunan dan belum mampu mengampuni diri sendiri, maka kita hidup sebagai orang yang masih mempunyai rasa sakit hati terhadap orang lain.
Tanda-tanda sakit hati itu bisa muncul dalam bentuk misalnya masih mengingat-ingat atau menceritakan kejadian orang lain terus-menerus. Kita selalu menghitung-hitung kesalahan orang.
Kepercayaan bahwa Allah mengampuni itu bukan karena usaha kita, tetapi karena belaskasih Allah. Sebelum kita percaya pada belaskasih Allah, usaha apapun dari diri kita untuk bisa mengampuni adalah kesia-siaan.
Marilah kita bertobat, untuk berbenah diri dan siap menerima pengampunan dari Tuhan dan siap memberi pengampunan kepada sesama. Sebab pengampunan itu membebaskan dan memberikan pembaruan hidup, segala beban dibebaskan, selalu memberi ketenangan hati dan sukacita.