“Lalu berkatalah Daud kepada Abigail: "Terpujilah Tuhan, Allah Israel, yang mengutus engkau menemui aku pada hari ini; terpujilah kebijakanmu dan terpujilah engkau sendiri, bahwa engkau pada hari ini menahan aku dari pada melakukan hutang darah dan dari pada bertindak sendiri dalam mencari keadilan. Tetapi demi Tuhan, Allah Israel yang hidup, yang mencegah aku dari pada berbuat jahat kepadamu--jika engkau tadinya tidak segera datang menemui aku, pasti tidak akan ada seorang laki-lakipun tinggal hidup pada Nabal sampai fajar menyingsing." Lalu Daud menerima dari perempuan itu apa yang dibawanya untuk dia, dan berkata kepadanya: "Pulanglah dengan selamat ke rumahmu; lihatlah, aku mendengarkan perkataanmu dan menerima permintaanmu dengan baik." (1 Samuel 25:32-35).
Nama Abigail adalah nama wanita Ibrani yang artinya “sang ayah bersukacita” atau “sukacita seorang ayah”, atau “yang membawa sukacita”. Ada juga yang mengartikannya sebagai “sumber sukacita”.
Tokoh Abigail ini tidak sering dibahas sehingga membuat orang-orang Kristen kurang mengenal tokoh Alkitab wanita yang luar biasa ini. Banyak orang Kristen yang tidak mengenal kisah Abigail dan Nabal, yang kemudian berlanjut dengan kisah diangkatnya Abigail menjadi isteri Daud yang kedua.
Abigail merupakan salah satu tokoh Alkitab wanita yang luar biasa, yang dapat menjadi teladan bagi ibu-ibu Kristen. Karakternya yang luar biasa membuat Abigail dijuluki sebagai wanita yang berintegritas.
Alkitab memperkenalkan Abigail sebagai wanita yang bijak. Sekalipun suaminya yang bernama Nabal adalah seorang yang kasar dan jahat kelakuannya, namun Abigail tidak tertular oleh sifat suaminya itu. Keunggulan karakter Abigail yang bijak tidak mati terhimpit oleh kekasaran karakter suaminya, bahkan konsisten bersinar pada saat yang genting.
Ini menjadi pelajaran penting bagi kaum wanita Kristen agar tidak kehilangan karakter Kristusnya ketika harus menjalani kehidupan ini dengan seorang suami yang belum beriman.
Janganlah seorang isteri ikut-ikutan menjadi sombong karena suaminya seorang yang congkak hati. Janganlah seorang isteri menjadi semena-mena terhadap pembantu karena sang suami yang suka main pukul. Janganlah seorang isteri mengikuti sifat suami yang malas bekerja, yang tidak bertanggungjawab dan pemarah, tetapi sebaliknya tunjukkanlah sifat-sifat yang unggul yang seharusnya dimiliki oleh seorang Kristen, yaitu sifat yang rajin, bertanggung jawab dan penuh belas kasihan.
Kata “bijak” artinya pandai, mahir dan selalu menggunakan akal budi. Bila kita membaca kisah Abigail ini, kita akan mendapati bahwa Abigail bukanlah merupakan tipe wanita seperti anggapan banyak orang, yaitu wanita yang hanya penuh dengan emosi dan mengandalkan air mata. Sebaliknya Abigail muncul sebagai seorang wanita yang dapat berpikir sehat, benar dan cerdas! Malah yang terlihat tidak cerdas dan penuh emosi adalah suaminya, si Nabal, yang dalam bahasa Ibraninya berarti “tolol”.
Pergumulan hidup yang berat, seperti yang dialami Daud, lari dari satu tempat ke tempat lain, kehilangan orang yang dikasihi, menjadi korban kesewenangan Saul, telah menghabiskan kesabarannya. Apalagi sikap bebal Nabal, yang tak tahu berterima kasih. Untunglah Nabal memiliki seorang istri yang tidak hanya cantik, tetapi juga bersikap bijak. Dia menanggapi serius laporan hambanya dan merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan keluarganya dari amukan Daud dan anak buahnya (ayat 24). Langkah diplomasi pun ditempuh. Sungguh luar biasa. Kata-kata bijak Abigail menggugah kesadaran Daud yang nyaris jatuh dalam dosa.
Berjuang demi kebenaran. Pendekatan yang bijak oleh Abigail tidak saja telah menyelamatkan Daud dari dosa dan orang-orang yang tidak bersalah dari kematian, tetapi juga memberi kesempatan kepada keadilan Allah berlaku atas Nabal.
Orang beriman diberi Tuhan kebijakan yang mengalahkan kejahatan dunia ini. Selain perlu berjuang demi menegakkan kebenaran, orang beriman pun perlu meminta hikmat Allah agar mampu menyatakan kasih dan menegakkan kebenaran di dalam kasih.
Karakter Abigail yang bijak sungguh menjadi teladan bagi ibu-ibu Kristen. Menjadi bijak bukan hanya tuntutan bagi seorang pria atau suami, namun juga merupakan tuntutan bagi seorang wanita atau isteri untuk berlaku bijak di dalam mempertimbangkan dan membuat keputusan apa pun juga. Alasan Tuhan menempatkan otak di kepala seorang wanita pastilah sama dengan alasan Tuhan menempatkan otak di kepala seorang pria. Artinya, Tuhan menginginkan agar wanita juga dapat berpikir bijak, sebagaimana seorang pria.
Bijaksana adalah pagar yang dibangun Tuhan di dalam diri kita untuk memelihara dan melindungi kita. Janganlah larut dalam perasaan yang melemahkan dan merugikan kehidupan kita, tetapi sebaliknya, jadilah bijak dengan menggunakan akal budi yang dikaruniakan kepada kita. Kiranya Tuhan, yang adalah Sumber Kebijaksanaan, memberi kita karakter yang bijak agar kita dapat menjalani kehidupan ini di dalam kemenangan.
(Sumber: Kristen sejati, Untung Chandra Oei Khay Sing).