Pages

Sabtu, 08 Oktober 2016

Kita yang harus berubah

Seorang raja berjalan-jalan untuk melihat keadaan Kerajaan yang dipimpinnya. Tak jauh dari istana, kakinya terluka karena batu-batu tajam yang menembus sepatunya

Maka sang raja pun berkata: "Jalan ini sangat buruk, kita harus segera memperbaikinya agar kakiku tidak lagi terluka. Jalan ini harus dilapisi dengan kulit sapi terbaik."

Maka segeralah diumumkan di seluruh kerajaan untuk melakukan persiapan pembangunan jalan dengan mengumpulkan lembaran-lembaran kulit sapi. 

Seorang bijak yang kebetulan berada di kerajaan tersebut berkata kepada raja: "Tuanku, daripada merencanakan proyek yang besar dan menyusahkan rakyat, bukankah akan lebih mudah jika Tuanku melapisi sepatu Tuanku dengan kulit sapi? Jadi, Tuanku hanya memerlukan paling tidak selembar kulit sapi."

Tidak jarang kita berpikir dan bertindak seperti raja di atas. Bukankah seringkali kita menuntut agar semua orang berubah demi kenyamanan kita? Kita tidak suka sikap suami, kita mengeluh dengan kebiasaan istri, kita mencela tindakan anak kita, kita menjadi stress terhadap perlakuan teman dll. 

Semua kekesalan ini mendorong kita untuk mengeluh dan menceritakannya kepada orang-orang dekat yang kita temui. Kita mulai menularkan sikap negatif yang akhirnya menyusahkan banyak orang. 

Padahal, dengan sedikit mengubah diri kita saja itu sudah cukup mengatasi masalah yang ada.

Sebab itu terimalah satu dengan yang lain (Rm 15:7), artinya: kita tidak lagi menuntut agar orang lain yang berubah. 

Kita lebih sering menganggap diri paling benar dan orang lainlah yang salah, sehingga kita berharap agar merekalah yang harus berubah. 

Padahal tidak selamanya penilaian kita benar, mungkin saja diri kita sendirilah yang menyimpan ketidakberesan. Kita perlu mengoreksi diri sendiri secara jujur, bahkan kita pun penuh kelemahan dan masih perlu dibentuk dalam banyak hal.

Keterbukaan untuk dikoreksi dan kesediaan untuk berubah akan menolong kita untuk semakin dewasa di dalam Tuhan. Tetapi, jika kita sudah terlebih dahulu membentengi diri dengan pendapat bahwa kitalah yang paling benar, maka kita akan tetap tinggal dalam kelemahan kita.

(Sumber: Warta KPI TL No. 76/VIII/2010 » Kita yang harus berubah, Mansor edisi Serptember 2010 No. 150 Tahun Ill).