Pada tanggal 6-8 Desember 2008, Romo Lulus sebagai romo untuk anak-anak muda di paroki St. Matius Kuala Kapuas mengundang saya dan teman-teman untuk membimbing pujian penyembahan dalam acara jumpa orang muda Katolik di sana. Acara itu dihadiri oleh anak-anak muda dari 2 keuskupan, Kalimantan Tengah dan Selatan.
Begitu para peserta turun dari bis, mereka diantar ke paroki dan diberi makan dulu. Setelah itu para peserta diantar ke rumah umat untuk istirahat/mandi. Sebelum acara dimulai mereka dijemput lagi oleh Rm Lulus dibantu oleh bapa ibu di sana.
Paroki ini ini sangat sederhana, terletak persis di depan sungai (lebar sungai 1 km), segalanya serba susah di sana. Apalagi ada pabrik karet di seberang sungai. Jika pabrik itu bekerja, baunya sampai di gereja.
Dalam setiap pelayanan yang saya ikuti, para peserta pasti dipungut biaya akomodasi/makan. Tetapi acara kemarin itu, tidak sepeser pun dipungut biaya dari peserta. Meskipun para peserta tidak dipungut biaya apapun, panitianya begitu solid dan kompak dalam melayani, tidak ada satupun yang mengeluh atau ada yang iri hati diantara mereka. Bahkan di waktu senggangpun mereka selalu bertanya apa yang bisa saya bantu/perbuat. Semangat untuk melayani sesama dan hidup berkomunitas sangat menonjol di paroki ini. Sungguh suatu pengalaman yang jarang saya jumpai.
Saya bertanya pada mereka: “Apa yang membuat mereka itu begitu bersemangat untuk melayani para peserta?” Jawabnya: “Kami menjumpai Yesus di dalam camping dan adorani di Tumpang. Jadi kami ingin bagikan itu untuk sesama kami.”
Tantangan yang dihadapi pada waktu persiapan acara ini sungguh berat, karena mereka lagi menghadapi ujian. Meskipun demikian, mereka tetap bersemangat. Begitu selesai ujian, mereka pulang ganti baju langsung ke pastoran, persiapan.
Meskipun peserta begitu banyak, tempatnya selalu bersih, tidak ada satu sampah pun. Karena begitu ada sampah yang tercecer, ada team yang memunguti sampah. Begitu acara selesai ada team penyapu dan pengepel.
Pada waktu acara terakhir, Romo Lulus minta perwakilan dari masing-masing paroki untuk menceritakan pengalamannya. Ternyata mayoritas mereka bercerita bahwa “dalam parokinya ribut terus, anak-anak mudanya lemes/loyo, kegiatannya hanya olah raga, makan-makan.”
Akhirnya Romo Lulus minta para peserta untuk memilih salah satu dari 60 anak Paroki Kapuas untuk bercerita.
Ceritanya: “Kegiatan kami di sini:
Setiap hari kami mengikuti misa harian.
Berpuasa sederhana, jam 12 malam sampai jam 12 siang.
Doa Koronka Kerahiman Ilahi setiap jam 3 sore, mengunjungi Sakramen Mahakudus.
Mengunjungi orang sakit. Mengantar romo atau suster, jika ada yang membutuhkan komuni. Umat yang sakit, rumahnya kotor, kami bersihkan.
Melakukan PD seminggu 2 x. Setiap Sabtu, ada PD besar; satu kali dalam seminggu, kelompok sel mengadakan PD juga. Kami memimpinnya secara bergiliran.
Pada saat Romo Lulus memberikan retret di suatu tempat lain, kami secara bergantian berdoa di Sakramen Mahakudus.
Kami menabung, agar dapat pergi ke Tumpang untuk mengadakan retret sendiri.”
Romo Lulus dipuji-puji oleh para peserta. Jawabnya: “Apa artinya seorang Romo Lulus.” Ada peserta yang bertanya: “Apa rahasianya, sehingga Romo bisa membimbing anak-anak muda yang penuh semangat untuk melayani sesama tanpa memikirkan dirinya sendiri.”
Jawabnya: “Saya sebagai pastor yang tugas di paroki Kapuas ini bersyukur diberi anak-anak yang mempunyai kehidupan doa yang kuat. Sehingga mereka tidak pernah membuat masalah dengan orang tua atau guru. Dengan sendirinya mereka tidak ada yang terbawa arus pergaulan bebas atau terlibat narkoba. Saya tidak menginstruksikan apa pun kepada mereka. Saya hanya memberikan gambaran tugas begini-begitu, mereka menjalankannya.
Acara ini dapat berjalan dengan sukses karena saya selalu mengajarkan pada mereka bahwa dalam hidup ini kita harus selalu mempunyai harapan.
Mulailah dari yang ada (misalnya: dalam membentuk sel persekutuan doa, meskipun hanya ada tiga orang, lakukan. Biar Tuhan yang menambahkannya - Kis 2:47). Jika ada silih sengketa, selesaikanlah. Itu adalah permintaan Yesus (Mat 5:23-24 – jika engkau mempersembahkan persembahanmu ... dan teringat akan sesuatu yang ada di dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu... pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali).
Meskipun mereka itu masih SMP, SMA dan satu orang yang sudah bekerja, semangat untuk melayani sesama sungguh luar biasa. Saya yakin dengan semangat mereka yang ada, akan menjadi kekuatan tersendiri untuk perkembangan gereja Katolik ke depan.
(Sumber: Warta KPI TL No. 57/I/2009).